Sesaat sebelum gue pengen menuliskan resolusi buat tahun 2009,
gue menemukan sebuah quote yang membuat gue tersenyum dalam hati
dan akhirnya gak jadi bikin resolusi apa-apa.
"If you want to make God laugh, tell Him your plans." - Woody Allen -
Selamat Tahun Baru 2009
Tuesday, December 30, 2008
Tuesday, December 16, 2008
Little Drummer Boy
Ini adalah lagu Natal yang gak pernah gagal bikin gue pengen nangis.
Sering ada mahasiswa nanya ada gak salah satu contoh copy yang baik. Maka gue harus bilang lirik ini adalah satunya. Dengan kata-kata sederhana, tidak berpura-pura, tapi punya makna yang dalam. Tentang kesedehanaan, kejujuran, ketulusan, cinta, dan semua yang bisa menjadikan pembacanya menjadi manusia yang lebih baik.
Kata-kata yang membuka katup-katup imajinasi untuk terbang liar. Sehingga ketika mendarat kembali, ada kedamaian yang tersisa.
Little Drummer Boy
Come they told me, pa rum pum pum pum
A new born King to see, pa rum pum pum pum
Our finest gifts we bring, pa rum pum pum pum
To lay before the King, pa rum pum pum pum,
rum pum pum pum, rum pum pum pum,
So to honor Him, pa rum pum pum pum,
When we come.
Little Baby, pa rum pum pum pum
I am a poor boy too, pa rum pum pum pum
I have no gift to bring, pa rum pum pum pum
That's fit to give the King, pa rum pum pum pum,
rum pum pum pum, rum pum pum pum,
Shall I play for you, pa rum pum pum pum,
On my drum?
Mary nodded, pa rum pum pum pum
The ox and lamb kept time, pa rum pum pum pum
I played my drum for Him, pa rum pum pum pum
I played my best for Him, pa rum pum pum pum,
rum pum pum pum, rum pum pum pum,
Then He smiled at me, pa rum pum pum pum
Me and my drum.
The words and music to the Christmas song Little Drummer Boy was composed by Katherine K. Davis, Henry Onorati and Harry Simeone in 1958. The lyrics of Little Drummer Boy consist of no less than 21 rum pum pum pum' - a major part of the song and therefore presenting an apparently easy task for the lyricist! However, Little Drummer Boy has been a huge hit for several artists. The most notable rendition was created by the most unlikely combination of Bing Crosby and David Bowie. This version of Little Drummer Boy was a massive hot for the artists and was in fact Bing Crosby's most successful recording since the legendary White Christmas.
Sering ada mahasiswa nanya ada gak salah satu contoh copy yang baik. Maka gue harus bilang lirik ini adalah satunya. Dengan kata-kata sederhana, tidak berpura-pura, tapi punya makna yang dalam. Tentang kesedehanaan, kejujuran, ketulusan, cinta, dan semua yang bisa menjadikan pembacanya menjadi manusia yang lebih baik.
Kata-kata yang membuka katup-katup imajinasi untuk terbang liar. Sehingga ketika mendarat kembali, ada kedamaian yang tersisa.
Little Drummer Boy
Come they told me, pa rum pum pum pum
A new born King to see, pa rum pum pum pum
Our finest gifts we bring, pa rum pum pum pum
To lay before the King, pa rum pum pum pum,
rum pum pum pum, rum pum pum pum,
So to honor Him, pa rum pum pum pum,
When we come.
Little Baby, pa rum pum pum pum
I am a poor boy too, pa rum pum pum pum
I have no gift to bring, pa rum pum pum pum
That's fit to give the King, pa rum pum pum pum,
rum pum pum pum, rum pum pum pum,
Shall I play for you, pa rum pum pum pum,
On my drum?
Mary nodded, pa rum pum pum pum
The ox and lamb kept time, pa rum pum pum pum
I played my drum for Him, pa rum pum pum pum
I played my best for Him, pa rum pum pum pum,
rum pum pum pum, rum pum pum pum,
Then He smiled at me, pa rum pum pum pum
Me and my drum.
The words and music to the Christmas song Little Drummer Boy was composed by Katherine K. Davis, Henry Onorati and Harry Simeone in 1958. The lyrics of Little Drummer Boy consist of no less than 21 rum pum pum pum' - a major part of the song and therefore presenting an apparently easy task for the lyricist! However, Little Drummer Boy has been a huge hit for several artists. The most notable rendition was created by the most unlikely combination of Bing Crosby and David Bowie. This version of Little Drummer Boy was a massive hot for the artists and was in fact Bing Crosby's most successful recording since the legendary White Christmas.
Friday, November 21, 2008
Emosional Vs Fungsional
Tuhan Maha Dahsyat!
Manusia diciptakan dengan begitu sempurna. Dengan pikiran dan perasaan.
Tapi mengapa orang iklan dan marketing, membedakan komunikasi dalam 2 hal.
Komunikasi yang emosional, dan komunikasi yang fungsional?
Bukankah keduanya saling membutuhkan dan berhubungan?
Hampir semua produk/brand yang sukses di dunia,
bisa memenuhi keduanya dengan baik.
Ipod, inovasi terbesar abad ini, memenuhi keduanya.
Secara emosi, gaya, keren, dll. Secara fungsi, praktis, gampang, suaranya bagus dll.
Dan, hampir semua keputusan yang berakibat buruk,
disebabkan karena hanya menggunakan salah satu.
Keputusan emosional semata atau fungsional semata.
Jatuh cinta karena emosional semata, bisa kacau nantinya.
Cinta gak bisa bikin perut kenyang. Perut lapar bikin otak gak bekerja.
Jatuh cinta karena fungsional semata, bisa hancur juga.
Perasaan hilang. Bercinta jadi kewajiban. Semua jadi hambar.
Demikian juga dengan bekerja, persahabatan, dan keputusan lainnya.
Seberapa sering kita melihat iklan yang begitu emosional,
tapi tidak menggerakkan kita untuk membeli?
Seberapa sering kita melihat iklan yang begitu fungsional,
tapi tidak menggetarkan kita untuk mencintai brand-nya?
Dengan pemahaman ini,
mulai saat ini, gue tidak lagi percaya iklan/komunikasi harus dibagi 2.
Emosional atau fungsional.
Tapi harus keduanya.
Harus seimbang.
Karena seperti itulah Tuhan menciptakan kita lengkap adanya.
Jadi, kalau ada orang iklan/marketing yang bilang
kalau komunikasi harus dibedakan emosional dan fungsional, jangan percaya.
Karena orang iklan/marketing yang berkata demikian,
sedang berusaha menjadi lebih dari hebat Tuhan.
:)
Manusia diciptakan dengan begitu sempurna. Dengan pikiran dan perasaan.
Tapi mengapa orang iklan dan marketing, membedakan komunikasi dalam 2 hal.
Komunikasi yang emosional, dan komunikasi yang fungsional?
Bukankah keduanya saling membutuhkan dan berhubungan?
Hampir semua produk/brand yang sukses di dunia,
bisa memenuhi keduanya dengan baik.
Ipod, inovasi terbesar abad ini, memenuhi keduanya.
Secara emosi, gaya, keren, dll. Secara fungsi, praktis, gampang, suaranya bagus dll.
Dan, hampir semua keputusan yang berakibat buruk,
disebabkan karena hanya menggunakan salah satu.
Keputusan emosional semata atau fungsional semata.
Jatuh cinta karena emosional semata, bisa kacau nantinya.
Cinta gak bisa bikin perut kenyang. Perut lapar bikin otak gak bekerja.
Jatuh cinta karena fungsional semata, bisa hancur juga.
Perasaan hilang. Bercinta jadi kewajiban. Semua jadi hambar.
Demikian juga dengan bekerja, persahabatan, dan keputusan lainnya.
Seberapa sering kita melihat iklan yang begitu emosional,
tapi tidak menggerakkan kita untuk membeli?
Seberapa sering kita melihat iklan yang begitu fungsional,
tapi tidak menggetarkan kita untuk mencintai brand-nya?
Dengan pemahaman ini,
mulai saat ini, gue tidak lagi percaya iklan/komunikasi harus dibagi 2.
Emosional atau fungsional.
Tapi harus keduanya.
Harus seimbang.
Karena seperti itulah Tuhan menciptakan kita lengkap adanya.
Jadi, kalau ada orang iklan/marketing yang bilang
kalau komunikasi harus dibedakan emosional dan fungsional, jangan percaya.
Karena orang iklan/marketing yang berkata demikian,
sedang berusaha menjadi lebih dari hebat Tuhan.
:)
Sunday, October 26, 2008
Apa Kata Juri AAA 2008?
1 bronze untuk penulisan naskah iklan Masyarakat Peduli Pos Indonesia versi Surat Cinta.
Gak ada silver dan gold.
1 bronze untuk ilustrasi iklan Clue Magazine versi Jakarta Puzzle.
Gak ada silver dan gold.
Dengan hasil ini, menempatkan kita -gue, cecil, yuli, alia, darto, daniel-
di ranking 7 dari Top Ten Agency of The Year 2008 versi majalah Adoi.
Bersama dengan Bajigur.
Peningkatan dari 2 tahun sebelumnya yang ranking 8.
Padahal jumlah metal yang didapat tahun ini lebih sedikit.
Mungkin karena jumlah agency yang ikut tidak sebanyak 2 tahun lalu.
Toh gak pernah sedikitpun bermimpi untuk masuk 5 besar apalagi 3 besar.
Terlalu tinggi untuk seorang freelancer.
Di malam itu Yusca Ismail ngomong ke gue
"kalau yang lain masih mencari kebahagiaan,
kamu udah menemukan dan menciptakan kebahagiaan kamu sendiri ya..."
Tuhan Maha Pemurah. Alhamdulillah.
Terima kasih buat semua yang selama ini selalu ada di belakang kita.
Terutama bapak dan ibu angkat gue di dunia periklanan ini,
Budiman Hakim dan Jeanny Hardono.
DDB Indonesia yang ngasih gue kerjaan terus.
Tanpa pemasukan finansial dari mereka, gak mungkin bisa ikutan.
Buat semua mahasiswa yang selalu jadi inspirasi gue.
Dan di AAA kali ini, untuk pertama kalinya
gue terpaksa naik panggung.
Gak ada Cecil dan Juli yang buat dipaksa naik panggung. :)
Selamat buat semua yang menang!
Wednesday, October 22, 2008
Sesuatu Tentang Leica
Entah ada apa dengan Leica.
Sejak gue belajar fotografi di fakultas desain grafis, gue selalu memimpikan sebuah kamera Leica. Tapi harganya memang luar biasa fantastis.
Seperti contoh yang ada di gambar ini, harganya sekitar 50 jutaan. Buseeeeet, bisa buat DP mobil bahkan rumah.
Gue cuma ngerasa ada sebuah masa lalu di desainnya. Yang mengingatkan gue akan arti kata klasik, gaya, kualitas dan keabadian. Yang lain boleh datang dan pergi. Nikon dan Canon boleh berantem dan beradu keren. Tapi Leica tetap pada pendiriannya. Walau sudah dibeli Panasonic, buat gue, Leica selalu istimewa.
Sampai suatu hari, gue iseng-iseng ngisi tes imut di internet. Judul tes-nya If You Are A Brand. Tes ini akan mengidentifikasi kepribadian dengan brand yang sesuai. Dan benar saja, brand pertama yang sesuai dengan kepribadian gue adalah Leica.
Tes ini jadi mengingatkan gue akan impian masa kuliah. Saat itu gue masih lugu. Gak mengenal nilai Rp 50 juta. Saat itu semua masih gue anggap mungkin. Dan saat itu Leica seolah gampang dikejar. Tapi 15 tahun kemudian, sekarang, Leica malah tampak semakin jauh. Bahkan, ada suara kecil di hati gue yang berkata "walaupun uangnya ada, kayaknya gak pantes deh untuk beli Leica".
Untuk menghibur diri, gue seneng merenung. Dalam perenungan kali ini, ada sajak di kepala gue. Judulnya "Leica"
Leica
Leica, Leica on the wall,
tell me who is the greatest of them all?
Photos, photos on the wall,
show me the fairest of them all?
And Leica replied:
Nor the object, nor the subject.
Nor the composition, nor the gradiation.
Nor the photo, nor the lighting.
Nor the camera, nor the lenses.
Nor the photographer, nor the paper.
The story.
Let me be the pen for a storyteller,
not a camera for a photographer.
Use me not to take a sheet of photo.
Use me to take a sheet of life.
Keep me not in a sturdy bag.
Keep me in hand of time.
For I am Leica.
Sunday, October 19, 2008
3 Investasi Duniawi
Seorang temen deket gue pernah berkata,
ada 3 macam investasi duniawi yang bisa bikin
seseorang jadi paling hebat.
Yang pertama adalah UANG.
Jelaslah, kalau punya uang banyak, semua bisa dibeli, bisa dimiliki.
Dengan punya uang, semua orang akan tunduk sama kita.
Yang kedua adalah SENJATA.
Dengan punya senjata, maka dunia akan bertekuk lutut di depan kita.
Mereka akan membeli senjata dari kita dengan kesadaran
bahwa besar kemungkinan kita punya senjata yang lebih canggih dari yang kita jual.
Yang ketiga adalah ILMU
Orang pinter pasti dicari orang di seluruh dunia.
Ilmu yang di atas rata-rata akan membuat kita disegani.
Dengan ilmu kita bisa mempelajari dunia dan masa depan.
Dengan ilmu kita bisa bikin yang lain jadi merasa bodoh dan kecil.
Dari semuanya itu, yang pertama udah pasti gak bisa gue miliki.
Gue bukan dari keluarga kaya raya. Gue gak bisa korupsi.
Sebanyak-banyaknya uang yang gue terima dari hasil kerja gue,
gak mungkin bisa melebihi kekayaan keluarga Bakrie misalnya.
Apalagi dengan adanya resesi global seperti sekarang,
wah banyak orang jadi gila -beneran- karena uang.
Investasi yang kedua, lebih gak mungkin lagi.
Mau bikin senjata dari mana? Ngerti soal senjata aja enggak.
Satu-satunya investasi yang bisa gue kejar adalah ILMU.
Mungkin gue gak akan seberilmu Bill Gates,
tapi setidaknya gue bisa berusaha untuk selalu menambah ilmu.
Dengan gue punya ilmu, maka gue bisa menyebarkan ilmu
kepada semua orang yang menginginkannya.
Dan mengejar ilmu, gak perlu mahal, gak perlu uang.
Ilmu ada di mana-mana.
Tuhan Maha Pemurah.
Alhasil selama ini, gue selalu berusaha mengejar ILMU.
Sampai 3 minggu yang lalu.
Tiba-tiba perut gue melintir. Nyerinya minta ampun.
Gue muntah berkali-kali dan mulut gue terasa asam.
Karena lemas gak bisa berjalan, akhirnya gue selonjoran di lantai kamar mandi.
Dengan kepala di dudukan toilet.
Gue terus duduk di situ sambil mengingat-ingat,
langkah apa yang harus gue ambil dalam keadaan begini.
Hape jauh dari genggaman. Untuk berjalan mengambil gue gak kuat.
Akhirnya gue mengingat, pesan seorang guru yoga: atur napas.
Benar juga, sakit sedikit berkurang.
Sampai akhirnya gue kuat juga untuk mengambil hape.
Ternyata temen gue kurang kasih info.
Ada satu lagi investasi yang gak kalah pentingnya. KESEHATAN.
Gue sadar selama ini gue sering gak memperhatikan kesehatan.
Makan gak teratur, ngerokok terus, kurang minum air putih,
tidur kurang, kurang makan buah dan sayuran, dan semuanya
yang bikin badan gue tersiksa.
Sampai akhirnya berontak.
Sekarang, jadi ada dua investasi yang akan gue kejar. ILMU dan KESEHATAN.
Dan gue menemukan, kalau KESEHATAN lebih penting dari ILMU.
Apa gunanya berilmu kalau gak sehat? Kalau sakit-sakitan?
Tapi kalau sehat bisa terus mencari ilmu.
ada 3 macam investasi duniawi yang bisa bikin
seseorang jadi paling hebat.
Yang pertama adalah UANG.
Jelaslah, kalau punya uang banyak, semua bisa dibeli, bisa dimiliki.
Dengan punya uang, semua orang akan tunduk sama kita.
Yang kedua adalah SENJATA.
Dengan punya senjata, maka dunia akan bertekuk lutut di depan kita.
Mereka akan membeli senjata dari kita dengan kesadaran
bahwa besar kemungkinan kita punya senjata yang lebih canggih dari yang kita jual.
Yang ketiga adalah ILMU
Orang pinter pasti dicari orang di seluruh dunia.
Ilmu yang di atas rata-rata akan membuat kita disegani.
Dengan ilmu kita bisa mempelajari dunia dan masa depan.
Dengan ilmu kita bisa bikin yang lain jadi merasa bodoh dan kecil.
Dari semuanya itu, yang pertama udah pasti gak bisa gue miliki.
Gue bukan dari keluarga kaya raya. Gue gak bisa korupsi.
Sebanyak-banyaknya uang yang gue terima dari hasil kerja gue,
gak mungkin bisa melebihi kekayaan keluarga Bakrie misalnya.
Apalagi dengan adanya resesi global seperti sekarang,
wah banyak orang jadi gila -beneran- karena uang.
Investasi yang kedua, lebih gak mungkin lagi.
Mau bikin senjata dari mana? Ngerti soal senjata aja enggak.
Satu-satunya investasi yang bisa gue kejar adalah ILMU.
Mungkin gue gak akan seberilmu Bill Gates,
tapi setidaknya gue bisa berusaha untuk selalu menambah ilmu.
Dengan gue punya ilmu, maka gue bisa menyebarkan ilmu
kepada semua orang yang menginginkannya.
Dan mengejar ilmu, gak perlu mahal, gak perlu uang.
Ilmu ada di mana-mana.
Tuhan Maha Pemurah.
Alhasil selama ini, gue selalu berusaha mengejar ILMU.
Sampai 3 minggu yang lalu.
Tiba-tiba perut gue melintir. Nyerinya minta ampun.
Gue muntah berkali-kali dan mulut gue terasa asam.
Karena lemas gak bisa berjalan, akhirnya gue selonjoran di lantai kamar mandi.
Dengan kepala di dudukan toilet.
Gue terus duduk di situ sambil mengingat-ingat,
langkah apa yang harus gue ambil dalam keadaan begini.
Hape jauh dari genggaman. Untuk berjalan mengambil gue gak kuat.
Akhirnya gue mengingat, pesan seorang guru yoga: atur napas.
Benar juga, sakit sedikit berkurang.
Sampai akhirnya gue kuat juga untuk mengambil hape.
Ternyata temen gue kurang kasih info.
Ada satu lagi investasi yang gak kalah pentingnya. KESEHATAN.
Gue sadar selama ini gue sering gak memperhatikan kesehatan.
Makan gak teratur, ngerokok terus, kurang minum air putih,
tidur kurang, kurang makan buah dan sayuran, dan semuanya
yang bikin badan gue tersiksa.
Sampai akhirnya berontak.
Sekarang, jadi ada dua investasi yang akan gue kejar. ILMU dan KESEHATAN.
Dan gue menemukan, kalau KESEHATAN lebih penting dari ILMU.
Apa gunanya berilmu kalau gak sehat? Kalau sakit-sakitan?
Tapi kalau sehat bisa terus mencari ilmu.
Tuesday, October 14, 2008
Nasi Goreng
Gue sering bertanya dalam hati gue sendiri, agency seperti apa sih yang ideal itu? Kreatif seperti apa yang ideal? CD seperti apa yang ideal? Hidup seperti apa yang ideal? Dan semuanya yang mempertanyakan dan menginginkan kondisi yang ideal.
Ideal di sini dalam artian semua adalah yang terbaik. Misalnya kebayang gak betapa serunya kalau dalam semua agency ada CD terbaik, client service terbaik, planner terbaik, pokoknya yang terbaik yang ada di negeri ini. Pasti iklan yang dihasilkan adalah iklan yang terbaik pula dong. Ya dong ah!
Tapi kenyataan sering berkata lain. Gue belum pernah menemukan situasi ter seperti di atas. Kalaupun ada yang mendekati, iklan yang dihasilkan boleh dibilang ya agak jauh dari dari terbaik.
Sebaliknya, sering gue menemukan iklan-iklan yang seru, keren, lucu, dan terbaik menurut gue pada saat itu, dibuat dengan keadaan yang sangat mengkhawatirkan. CD-nya sering ngilang-ngilang, brief-nya gak jelas, klien-nya resek. Kok bisa ya?
Kali ini, lagi-lagi Tuhan seperti memberikan jawaban persis ketika gue makan siang nasi goreng bersama klien di sebuah hotel mewah di kawasan Dharmawangsa.
Menurut gue, nasi goreng paling enak adalah nasi goreng yang sering gue beli di pinggir jalan. Entah kenapa, rasanya pas, gak terlalu manis, gak terlalu asin. Nasinya pulen, bukan yang lengket-lengket benyek. Pokoknya puas!
Tapi gue selalu gagal kalau pesen nasi goreng di restoran mahal atau di hotel seperti sekarang ini. Nasinya benyek, kadang kemanisan, lauk sandingannya sering gak seirama seperti sate, pokoknya menyedihkan. Padahal harganya bisa 15 kali lebih mahal dari nasi goreng pinggir jalan.
Kalau dipikir-pikir, nasi goreng di hotel sering dibuat dari bahan terbaik. Beras terbaik, minyak goreng bersih, ayam yang empuk, daun bawang hidroponik, pokoknya semua yang ter-ter.
Kok bisa gak enak?
Sementara nasi goreng pinggir jalan, wajannya saja jelas sudah beda jauh. Minyak gorengnya, wah bisa keliatan dari tingkat kejernihannya yang rendah. Ayam yang disuir-suir juga terlihat sudah kering.
Kok bisa enak?
Walau makan siang gue agak bikin sedih (gue sering ngerasa sedih kalau makan nasi goreng, spageti atau masakan cina gak enak-red) tapi alhamdulillah hari ini gue belajar sesuatu.
Yang pasti sejak hari itu gue gak percaya lagi dengan istilah "garbage in garbage out".
SIMPLE
Di dunia iklan, kita sering mendengar kata ini.
"Iklannya keren.... simpleeeeee banget gitu loh!"
"Strategynya kurang simple deh..."
"Iklan ini menang karena simple..."
Bertahun-tahun di dunia iklan, gue punya pertanyaan, apa sih padanan bahasa indonesia kata: simple?
Karena simple itu bukan sederhana atau bersahaja. Sederhana atau bersahaja itu lebih ke humble. Ia sangat bersahaja jadi she is very humble. Bukan she is very simple.
Buat gue kata simple itu bermakna tidak berlebih tidak kurang. Pas. Simple itu juga bermakna apa adanya. Tapi juga tidak menjadi simplistik, yang dalam bahasa indonesianya, menggampangkan.
Gue sering denger "nih ide gue, keren kan... simple gitu loh." Dalam hati gue berkata ah ini mah bukan simple, tapi simplistik. Ngegampangin. Menyederhanakan masalah. Simple itu tidak begitu.
Apakah bahasa Indonesia untuk simple adalah simpel?
"Iklannya keren.... simpleeeeee banget gitu loh!"
"Strategynya kurang simple deh..."
"Iklan ini menang karena simple..."
Bertahun-tahun di dunia iklan, gue punya pertanyaan, apa sih padanan bahasa indonesia kata: simple?
Karena simple itu bukan sederhana atau bersahaja. Sederhana atau bersahaja itu lebih ke humble. Ia sangat bersahaja jadi she is very humble. Bukan she is very simple.
Buat gue kata simple itu bermakna tidak berlebih tidak kurang. Pas. Simple itu juga bermakna apa adanya. Tapi juga tidak menjadi simplistik, yang dalam bahasa indonesianya, menggampangkan.
Gue sering denger "nih ide gue, keren kan... simple gitu loh." Dalam hati gue berkata ah ini mah bukan simple, tapi simplistik. Ngegampangin. Menyederhanakan masalah. Simple itu tidak begitu.
Apakah bahasa Indonesia untuk simple adalah simpel?
Sunday, October 05, 2008
Kreatif dalam Sekotak Rokok
Gue sering ditanya oleh temen dan bertanya pada diri gue sendiri, "apa sih kreatif menurut gue?"
Selama ini gue selalu kesulitan dalam menjelaskannya.
Kalau kata orang Tuhan memberikan jawaban melalui tanda-tanda di sekitar kita, kali ini jawaban itu sepertinya ada di kotak rokok.
Kita semua pasti pernah ngeliat bagaimana Lucky Strike keluar dengan ide-ide kreatif dalam kotak rokoknya. Yang buka dari samping lah, yang ada lingkaran bolongnya lah, ada bisa diteken dari bawah, bahkan ada yang bentuknya seperti pocket camera.
Benar-benar menarik dan menghibur.
Satunya lagi adalah kotak rokok Dunhill Menthol. Namanya Freshness Seal. Lapisan aluminium yang biasanya ditarik robek dan kemudian dibuang, berinovasi menjadi lapisan aluminium yang bisa dibuka tutup ulang dengan perekat. Jadi bagian atas aluminium itu selalu tertutup rapat.
Seperti kita ketahui, rasa menthol pada rokok ada pada bagian puntungnya, dan atau di aluminium seal nya. Dengan adanya Freshness Seal ini, rasa menthol jadi lebih tahan lama dan rokok itu sendiri jadi lebih awet. Gak gampang lembab.
Lucky Strike dan Dunhill Menthol, dua-duanya sama-sama kreatif. Lucky Strike bermain di arena yang menghibur. Sementara Dunhill Menthol bermain di arena yang fungsional.
Menurut gue, arti kreatif sesungguhnya ada di Dunhill Menthol.
Bisa jadi gue salah. Bisa jadi gue bener. Semua pemikiran ini hanya perjalanan aja. Kalau suatu hari gue berhenti merokok, mungkin itu kreativitas yang lebih sesungguhnya.
Selama ini gue selalu kesulitan dalam menjelaskannya.
Kalau kata orang Tuhan memberikan jawaban melalui tanda-tanda di sekitar kita, kali ini jawaban itu sepertinya ada di kotak rokok.
Kita semua pasti pernah ngeliat bagaimana Lucky Strike keluar dengan ide-ide kreatif dalam kotak rokoknya. Yang buka dari samping lah, yang ada lingkaran bolongnya lah, ada bisa diteken dari bawah, bahkan ada yang bentuknya seperti pocket camera.
Benar-benar menarik dan menghibur.
Satunya lagi adalah kotak rokok Dunhill Menthol. Namanya Freshness Seal. Lapisan aluminium yang biasanya ditarik robek dan kemudian dibuang, berinovasi menjadi lapisan aluminium yang bisa dibuka tutup ulang dengan perekat. Jadi bagian atas aluminium itu selalu tertutup rapat.
Seperti kita ketahui, rasa menthol pada rokok ada pada bagian puntungnya, dan atau di aluminium seal nya. Dengan adanya Freshness Seal ini, rasa menthol jadi lebih tahan lama dan rokok itu sendiri jadi lebih awet. Gak gampang lembab.
Lucky Strike dan Dunhill Menthol, dua-duanya sama-sama kreatif. Lucky Strike bermain di arena yang menghibur. Sementara Dunhill Menthol bermain di arena yang fungsional.
Menurut gue, arti kreatif sesungguhnya ada di Dunhill Menthol.
Bisa jadi gue salah. Bisa jadi gue bener. Semua pemikiran ini hanya perjalanan aja. Kalau suatu hari gue berhenti merokok, mungkin itu kreativitas yang lebih sesungguhnya.
Saturday, October 04, 2008
KE-LEBARAN DARI PEDRO!
Dari jauh hari gue udah rencana mau menghabiskan liburan lebaran dengan nonton dvd. Akhirnya satu set dvd film-film karya Pedro Almodovar ini jadi kado lebaran gue. Walau memang menguras kocek, tapi gak sedikit pun gue ngerasa rugi. Inspirasi tentang kemanusiaan yang Insya Allah membuat gue jadi ngelihat sekitar dengan ke-lebaran baru dan lebih positif.
Sekarang gue ngerti kenapa banyak temen bilang "loe mesti nonton Almodovar, Ozu dan Abbas Kiarostami. Loe banget deh!"
Walau sampai sekarang gue gak tau apa itu yang "gue banget deh", tapi memang film-film Almodovar bikin gue terbuai persis kayak anak kecil didongengin. Bukan untuk pengantar tidur. Tapi pembuka mata. Dan di saat mata gue terbuka itu, gue jadi makin sadar kalau gue ternyata kecil banget, seperseribu kutu.
Serunya, ketika gue ngerasa kecil-banget-hampir-gak-keliatan itu, gue bahagia banget. Yang di dalam rasanya jadi tentram.
Favorit gue pribadi ada dua film, Talk To Her dan Bad Education.
Tuesday, September 30, 2008
Laporan Liburan Lebaran
1.MOVIES 101 - Hosted By Professor Richard Brown
DVD ini berisikan interview-interveiw dengan para sutradara dan bintang film dunia. 35 tahun yang lalu, interview Movies 101 adalah salah satu bagian dari kursus film terkenal di NYU Film Course.
Ada banyak cerita menarik dan penting yang keluar dari interview yang dipandu dengan sangat santai. Sebutlah bagaimana Martin Scorcese bercerita tentang salah satu kaleng film The Last Temptation yang terekspos dengan tidak sengaja tapi malah memberikan efek tersendiri. Atau kecintaan Whoopi Goldberg pada film Star Trek, dan kehidupan masa lalunya sampai akhirnya dinobatkan sebagai salah satu figur yang paling terkenal di dunia menurut majalah People. Geroge Clooney, yes girls, George Clooney... the sexy George Clooney! Jennifer Aniston, Sigourney Weaver, Susan Sarandon, Willem Dafoe dan banyak lagi.
2. PERSEPOLIS - Marjane Satrapi
Didasari oleh kisah nyata Marjane yang memang sudah terkenal sebelumnya, film ini tampak digarap dengan penuh empati dan humor yang menyentuh tombol kemanusiaan untuk kemudian meninggalkan kedamaian tersendiri di dalam hati.
Cerita singkatnya adalah Marjane yang sejak kecil doyan segala hal yang berbau politik karena dia bercita-cita menjadi seorang nabi. Kemudian sesudah perang di Iran, vokalitas Marjane memaksa orang tuanya untuk mengirimnya ke Vienna. Ketimbang ditangkap dan diperkosa. Di Vienna, Marjane sempat jatuh cinta 2 kali. Patah hati yang kedua membuatnya benar-benar terpuruk sampai terkena bronchitis.
Marjane pulang ke Iran. Sampai di sana Marjane jatuh cinta lagi pada seorang pria Iran yang kemudian mengajaknya menikah. Semata karena alasan supaya bisa bergandengan tangan di depan umum. Tentu saja pernikahan ini berlangsung singkat. Dalam tangisnya di rumah sang nenek, sang nenek hanya menjawab "oh cerai... kirain ada yang meninggal!"
Luar biasa! Film ini langsung masuk ke dalam daftar film favorit saya.
3. MARC JACOBS & LOUIS VUITTON
Film dokumentari tentang perancang busana paling panas belakangan ini, Marc Jacobs. Yang selain memiliki label dengan namanya sendiri, juga merupakan desainer untuk Louis Vuitton. Merek tas klasik legendaris dari Paris.
Pada film ini diceritakan tentang kehidupan Marc yang serba mewah namun dipenuhi dengan semangat, kecintaan pada profesi serta tentunya kesibukan yang luar biasa. Mempersiapkan fashion show yang dihadiri oleh banyak tokoh dunia tentu bukan hal sederhana. Atau Anna Wintour yang sengaja datang sehari sebelum fashion show hanya untuk melihat koleksi secara dekat. Kehadiran Anna tentunya akan menjadi salah satu penentu apakah fashion show kali ini akan mendapat publikasi baik atau buruk.
Diceritakan pula bagaimana Marc bertemu dengan salah seorang seniman Jepang yang tergila-gila pada motif polka dots. Untuk kemudian diadaptasi dan dikembangkan untuk berikutnya dapat dilihat dalam bentuk tas berlabel Louis Vuitton, ditenteng oleh peragawati berlenggak-lenggok di atas catwalk.
Saya pribadi tidak pernah terlalu kagum pada karya Marc. Tapi setelah menyaksikan film ini, saya jadi semakin paham akan arti kerja keras.
4. HELVETICA
Siapa bisa mengira kalau hal yang selama ini tampak kecil dan sederhana bernama font,bisa menjadi sebuah film dokumenter yang menarik. Film ini bercerita tentang sejarah, interview dengan para desainer grafis, perkembangan dan masa depan font bernama Helvetica.
Dimulai dari kenyataan bahwa Helvetica adalah font yang paling banyak dipakai di seluruh dunia, disusul dengan sejarah font ini. Cucu pencipta font ini berbicara langsung menceritakannya. Sampai pro dan kontra antara desainer yang cinta mati sampai yang sebel abis, semua tersaji ringan dan informatif.
Tahukah, kalau sebuah huruf berwarna hitam di atas bidang putih, bisa dilihat sebagai bidang putih yang membentuk huruf itu! Dari situ lah keseimbangan dihasilkan pada font Helvetica. Seimbang, mantap dan tanpa pretensi. Itulah esensi font Helvetica yang sangat fleksibel untuk diaplikasi pada berbagai materi.
Jujur saja, tanpa ketertarikan dengan dunia grafis, film ini tidak akan jadi menarik.
Monday, September 29, 2008
Lebaran Buat Gue
Tiap kali lebaran tiba, ada satu ritual yang selalu gue tunggu-tunggu: beliin Mbak Pargi baju lebaran.
Awalnya ritual ini, entah berapa tahun silam, pas mau lebaranan Mbak Pargi ngasih liat hasil buruan baju lebarannya dari pasar Blok M. Baju itu sederhana banget. Warnanya putih. Gue gak tega. Menurut pendapat gue pada saat itu, baju itu terlalu sederhana buat lebaran. Alhasil malam-malam, dengan kemampuan gue melay-out, dan kemampuan Mbak Pargi menjahit, baju putih itu kami sulap dengan tambahan manik-manik. Jreng jreng! Jadilah baju putih itu terlihat lebih mewah.
Sejak malam itu, gue berjanji sama diri gue sendiri, bahwa gue akan membelikan Mbak Pargi baju lebaran. Gak ada niat buat beramal atau apa, tapi semata biar gak repot lagi menjahit manik-manik di malam hari. Dan lagi, gak tau kenapa, gue happy banget kalau ngeliat Mbak Pargi mematut-matur baju lebaran dari gue. Mukanya tiba-tiba jadi bersinar.
Tahun ini, ditemenin sama Zamri, gue berbelanja baju baru. Dengan pesanan "kalau bisa warna merah tua ya mas, dan ukurannya M" kami berdua keliling mall. Sekali setahun masuk ke bagian baju perempuan, menarik juga.
Tuhan Maha Pemurah sama gue. Insya Allah selamanya. Rezeki lumayan ada sehingga gue bisa membelikan Mbak Pargi baju lebaran yang agak mewah. Dan waktu baju itu dicoba, wajah Mbak Pargi gak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bersinar kayak berlian! Apalagi ada bonus selendang bermanik-manik hasil sumbangan Zamri yang urunan.
Awal tahun ini, Mbak Pargi ditinggal kawin mantan pacarnya. Sampai sekarang, Mbak Pargi belum lagi menemukan jodoh barunya. Sementara dia merasa umur terus mengejarnya.
"Selendangnya bagus banget ya mas... bisa dipake buat ijab kabul nanti..." kata Mbak Pargi sambil bergaya-gaya di depan cermin.
Nyes... hati gue kayak diiris-iris. Bukan baju baru yang bisa bikin Mbak Pargi bahagia. Dia ingin jodoh. Sesuatu yang gak mungkin bisa gue atau makhluk manapun di dunia ini berikan. Akhirnya gue jawab:
"Yah nanti kalau ijab kabul ada lagi dong selendangnya... Yang lebih bagus..."
"Ah yang ini juga gak apa-apa mas... Yang penting kan cintanya!"
Jeb-jeb-jeb... dada gue dihunus sama belati lagi berkali-kali. Insya Allah, Mbak Pargi cepet ketemu jodoh. Liat deh foto-foto ini. Cantik ya Mbak Pargi! Lebih cantik lagi hatinya.
Minal Aidin Walfaidzin Mbak Pargi,
Minal Aidin Walfaidzin Teman-teman semua...
Semoga puasa menjadikan hati semakin cantik!
Wednesday, September 17, 2008
Pada Kamar Jam-Jaman
Setelah 2 kali, mencapai puncak kenikmatan,
pria bertubuh gempal berkumis itu,
masih memintanya untuk melayaninya lagi.
Ronde ketiga baru saja dimulai.
Karena ronde ketiga,
pria bertubuh gempal berkumis itu,
lebih lama untuk sampai ke puncak.
Dipuas-puaskannya semua,
sambil memejamkan mata
membayangkan Sarah Azhari.
Lupa akan bekas cinta di rumah,
dan hasil muntahan sperma 10 tahun yang lalu.
Ia terus mempompa gairah,
mumpung barang mulus dan muda
tergolek dan mengerang
penuh fantasi seperti di Vivid Video.
Diperintahkannya untuk tak melepas
sepatu tinggi berwarna merah,
supaya lebih mirip Asia Carera.
Gincu merah harus lebih tebal,
agar pas di puncak kenikmatan nanti
bisa menjadi kakus.
Keringat mengucur, mata terpejam erat,
pria bertubuh gempal berkumis itu,
memuntahkan cairan putih kental
di kakus bergincu merah tebal itu.
Pria bertubuh gempal berkumis itu,
terbaring terengah-engah.
Perlahan dikumpulkannya energi yang tersisa.
Segepok uang seratus ribuan,
dikeluarkan dari dompetnya.
Untuk kemudian dilempar ke lantai.
Dengan harapan untuk dipungut lembar per lembar.
Lagi-lagi untuk fantasi yang selama ini ditonton.
Badan mulus dan muda mulai merangkak.
Rambutnya basah oleh peluh
pria bertubuh gempal berkumis itu
bercampur peluhnya sendiri.
Setiap lembar diambil,
masih tanpa sehelai benangpun.
Setiap lembar diambil,
sambil mengenang rematik nenek di kampung.
Setiap lembar diambil,
hanya untuk anak haram buah hatinya,
yang meminta tas ransel
seperti yang dipakai Marshanda pada sebuah sinetron.
Setiap lembar diambil.
hingga lupa perih di puting payudaranya,
dan lecet pada vaginanya.
Sampai lah lembar uang terakhir.
Yang terbang dan mendarat di kaki kakus.
Ia ambil sambil dalam hatinya hendak berkata
"Alhamdulillah".
Belum lagi kata suci itu sempat diucapkan penuh.
Ia tersungkur.
Wajahnya pucat seperti cicak.
Kepalanya persis membentur kaki kakus.
Di luar, seorang muadzin sedang bersiap diri,
mengantar matahari untuk berpentas.
pria bertubuh gempal berkumis itu,
masih memintanya untuk melayaninya lagi.
Ronde ketiga baru saja dimulai.
Karena ronde ketiga,
pria bertubuh gempal berkumis itu,
lebih lama untuk sampai ke puncak.
Dipuas-puaskannya semua,
sambil memejamkan mata
membayangkan Sarah Azhari.
Lupa akan bekas cinta di rumah,
dan hasil muntahan sperma 10 tahun yang lalu.
Ia terus mempompa gairah,
mumpung barang mulus dan muda
tergolek dan mengerang
penuh fantasi seperti di Vivid Video.
Diperintahkannya untuk tak melepas
sepatu tinggi berwarna merah,
supaya lebih mirip Asia Carera.
Gincu merah harus lebih tebal,
agar pas di puncak kenikmatan nanti
bisa menjadi kakus.
Keringat mengucur, mata terpejam erat,
pria bertubuh gempal berkumis itu,
memuntahkan cairan putih kental
di kakus bergincu merah tebal itu.
Pria bertubuh gempal berkumis itu,
terbaring terengah-engah.
Perlahan dikumpulkannya energi yang tersisa.
Segepok uang seratus ribuan,
dikeluarkan dari dompetnya.
Untuk kemudian dilempar ke lantai.
Dengan harapan untuk dipungut lembar per lembar.
Lagi-lagi untuk fantasi yang selama ini ditonton.
Badan mulus dan muda mulai merangkak.
Rambutnya basah oleh peluh
pria bertubuh gempal berkumis itu
bercampur peluhnya sendiri.
Setiap lembar diambil,
masih tanpa sehelai benangpun.
Setiap lembar diambil,
sambil mengenang rematik nenek di kampung.
Setiap lembar diambil,
hanya untuk anak haram buah hatinya,
yang meminta tas ransel
seperti yang dipakai Marshanda pada sebuah sinetron.
Setiap lembar diambil.
hingga lupa perih di puting payudaranya,
dan lecet pada vaginanya.
Sampai lah lembar uang terakhir.
Yang terbang dan mendarat di kaki kakus.
Ia ambil sambil dalam hatinya hendak berkata
"Alhamdulillah".
Belum lagi kata suci itu sempat diucapkan penuh.
Ia tersungkur.
Wajahnya pucat seperti cicak.
Kepalanya persis membentur kaki kakus.
Di luar, seorang muadzin sedang bersiap diri,
mengantar matahari untuk berpentas.
Tuesday, September 16, 2008
Gara-gara TVRI
Minggu siang itu panas.
Seorang anak kecil asik menyaksikan Ria Jenaka di TVRI.
Umurnya belum lagi 7 tahun.
Ia tertawa gelak menyaksikan Romo, Petruk dan Bagong bertingkah.
Ria Jenaka berakhir.
Berganti dengan acara konser musik klasik pimpinan Isbandi.
Anak kecil itu tak beranjak dari tempatnya.
Mulutnya yang tadi terbuka karena tertawa gelak,
sekarang terbuka menganga setengah tak percaya.
Menonton jari-jari bergerak di atas tuts piano dengan cepat.
Dengan dentingan irama yang menghanyutkan.
Sampai nada terakhir.
Anak kecil itu kemudian beranjak dari tempatnya.
Ia menghampiri ibunya yang sedang menjahit.
Ia sandarkan pundaknya ke paha ibunya.
Sebuah piano adalah permintaan yang terucap di bibirnya.
Sang ibu bingung.
Uang dari mana. Mau taruh di mana.
Di gubuk sepetak tempat mereka tinggal,
sebilah piano bisa memenuhi semua ruang.
Bukan ibu namanya kalau tak panjang ide.
Terburu-buru ibu itu pergi ke warung di ujung jalan.
Selembar karton manila dan spidol ia beli.
Dengan sisa uang belanja hari ini.
Sampai di rumah sang anak kecewa.
Tak ada piano di warung ujung jalan.
Sang ibu diam saja.
Digambarnya tuts piano dengan spidol di atas karton manila.
Sekelingking nasi diambil untuk melekatkan karton di atas meja.
Anak kecil itu dipanggil dengan lembut.
Untuk kemudian didudukkan di pangkuan ibu.
Setiap tuts piano yang disentuh oleh jari kecil,
nada yang sesuai keluar dari mulut sang ibu.
Anak kecil itu tergelak kembali.
Sebuah lagu diajarkan oleh ibu itu.
Dengan nada yang benar dan tepat.
Dengan susunan jari yang sesuai dengan piano asli.
Matahari menyinari mereka dari celah liang atap.
Seorang anak kecil asik menyaksikan Ria Jenaka di TVRI.
Umurnya belum lagi 7 tahun.
Ia tertawa gelak menyaksikan Romo, Petruk dan Bagong bertingkah.
Ria Jenaka berakhir.
Berganti dengan acara konser musik klasik pimpinan Isbandi.
Anak kecil itu tak beranjak dari tempatnya.
Mulutnya yang tadi terbuka karena tertawa gelak,
sekarang terbuka menganga setengah tak percaya.
Menonton jari-jari bergerak di atas tuts piano dengan cepat.
Dengan dentingan irama yang menghanyutkan.
Sampai nada terakhir.
Anak kecil itu kemudian beranjak dari tempatnya.
Ia menghampiri ibunya yang sedang menjahit.
Ia sandarkan pundaknya ke paha ibunya.
Sebuah piano adalah permintaan yang terucap di bibirnya.
Sang ibu bingung.
Uang dari mana. Mau taruh di mana.
Di gubuk sepetak tempat mereka tinggal,
sebilah piano bisa memenuhi semua ruang.
Bukan ibu namanya kalau tak panjang ide.
Terburu-buru ibu itu pergi ke warung di ujung jalan.
Selembar karton manila dan spidol ia beli.
Dengan sisa uang belanja hari ini.
Sampai di rumah sang anak kecewa.
Tak ada piano di warung ujung jalan.
Sang ibu diam saja.
Digambarnya tuts piano dengan spidol di atas karton manila.
Sekelingking nasi diambil untuk melekatkan karton di atas meja.
Anak kecil itu dipanggil dengan lembut.
Untuk kemudian didudukkan di pangkuan ibu.
Setiap tuts piano yang disentuh oleh jari kecil,
nada yang sesuai keluar dari mulut sang ibu.
Anak kecil itu tergelak kembali.
Sebuah lagu diajarkan oleh ibu itu.
Dengan nada yang benar dan tepat.
Dengan susunan jari yang sesuai dengan piano asli.
Matahari menyinari mereka dari celah liang atap.
Thursday, September 11, 2008
Storyboard Imajinasi
Pagi ini gue ke bank. Ada banyak urusan perbankan dan asuransi yang keteteran. Alhamdulillah pagi ini ada waktu.
Ketika sedang berada di counter mengurus satu persatu kebutuhan perbankan gue, tiba-tiba terdengar suara dari belakang menyela "maaf ya pak, ini tolong ibu ini diurus dulu... maaf ya pak... maaf." Gue menengok ke arah suara itu yang dari seragamnya kelihatan punya kedudukan lebih tinggi. Sementara di sebelahnya, seorang ibu agak gemuk masih mengenakan daster, dengan rambut acak-acakan, menggenggam tissue sambil sesekali mengusap matanya. Gue buru-buru berkata "Oh iya gak apa-apa... silakan... silakan."
Tanpa ba-bi-bu ibu itu setengah berteriak ke arah customer service "mbak saya lagi musibah... uang saya dibobol lewat e-banking". Matanya terus mengeluarkan air mata. Wajahnya tampak pasrah dan kesal. Di belakangnya berdiri anak perempuannya menemani.
Gue berusaha untuk melihat ke arah lain. Sambil sesekali melihat ke arah wajah ibu tersebut. Di kepala gue storyboard pun mulai digambar...
Sepertinya ibu adalah seorang pengusaha rumahan. Mungkin dia punya usaha konveksi di rumah. Dari usaha konveksi itulah dia membesarkan dan menyekolahkan anaknya. Rupiah demi rupiah ia kumpulkan dengan susah payah. Niatnya punya uang lebih supaya di hari Lebaran bisa merayakan dengan sedikit kemewahan.
Jalan-jalan ke Ancol, beli baju baru, kirim uang ke orang tua, beli makanan, bersilaturahmi sambil membawa buah tangan dan ribuan impian indah buat berlebaran nanti. Kebetulan semalam, mantan suami ibu ini ingin pinjam uang. Ibu ini menyanggupi dengan mengirimkan uang melalui e-banking.
Tapi apa daya, malang tak dapat ditolak, pagi harinya ibu ini menemukan tabungannya tersisa Rp 25.000,- yang merupakan limit terendah tabungan. Semua nya terkuras habis. Lututnya gemetar dan hatinya perih. Ingin teriak tak tau menyalahkan siapa. Ingin menangis tapi sadar tak akan mengembalikan uang yang hilang.
Dengan mengumpulkan segenap tenaga yang tersisa, bersama sang putri berangkat ke bank. Walau tau, bank tak bisa berbuat banyak, tapi usaha tetap harus dicoba. Demi semua impian, demi semua kerja keras selama setahun.
Langsung deh... mata gue mulai agak dingin dan dada gue mulai panas. Sebelum beranjak gue cuma bisa berkata "tabah ya bu...". Ibu itu tampak sedikit terkejut untuk kemudian mengangguk sambil berkata kecil "terima kasih..."
Sesudah keluar gue mikir, gila ya gue... Kan yang tadi cuma ada di storyboard di kepala gue doang. Gue yang menciptakan cerita tadi. Yang bisa jadi melencong jauh dari kenyataan. Tapi entah kenapa gue yakin banget sama cerita itu, sampai-sampai larut terbawa emosi.
Di luar bank gue jadi pengen ketawa sendiri tapi masih pengen nangis juga. Hahaha serba salah. Banyak karyawan kantoran lalu lalang, melihat gue. Entah apa storyboard di kepala mereka melihat gue begini....
Ketika sedang berada di counter mengurus satu persatu kebutuhan perbankan gue, tiba-tiba terdengar suara dari belakang menyela "maaf ya pak, ini tolong ibu ini diurus dulu... maaf ya pak... maaf." Gue menengok ke arah suara itu yang dari seragamnya kelihatan punya kedudukan lebih tinggi. Sementara di sebelahnya, seorang ibu agak gemuk masih mengenakan daster, dengan rambut acak-acakan, menggenggam tissue sambil sesekali mengusap matanya. Gue buru-buru berkata "Oh iya gak apa-apa... silakan... silakan."
Tanpa ba-bi-bu ibu itu setengah berteriak ke arah customer service "mbak saya lagi musibah... uang saya dibobol lewat e-banking". Matanya terus mengeluarkan air mata. Wajahnya tampak pasrah dan kesal. Di belakangnya berdiri anak perempuannya menemani.
Gue berusaha untuk melihat ke arah lain. Sambil sesekali melihat ke arah wajah ibu tersebut. Di kepala gue storyboard pun mulai digambar...
Sepertinya ibu adalah seorang pengusaha rumahan. Mungkin dia punya usaha konveksi di rumah. Dari usaha konveksi itulah dia membesarkan dan menyekolahkan anaknya. Rupiah demi rupiah ia kumpulkan dengan susah payah. Niatnya punya uang lebih supaya di hari Lebaran bisa merayakan dengan sedikit kemewahan.
Jalan-jalan ke Ancol, beli baju baru, kirim uang ke orang tua, beli makanan, bersilaturahmi sambil membawa buah tangan dan ribuan impian indah buat berlebaran nanti. Kebetulan semalam, mantan suami ibu ini ingin pinjam uang. Ibu ini menyanggupi dengan mengirimkan uang melalui e-banking.
Tapi apa daya, malang tak dapat ditolak, pagi harinya ibu ini menemukan tabungannya tersisa Rp 25.000,- yang merupakan limit terendah tabungan. Semua nya terkuras habis. Lututnya gemetar dan hatinya perih. Ingin teriak tak tau menyalahkan siapa. Ingin menangis tapi sadar tak akan mengembalikan uang yang hilang.
Dengan mengumpulkan segenap tenaga yang tersisa, bersama sang putri berangkat ke bank. Walau tau, bank tak bisa berbuat banyak, tapi usaha tetap harus dicoba. Demi semua impian, demi semua kerja keras selama setahun.
Langsung deh... mata gue mulai agak dingin dan dada gue mulai panas. Sebelum beranjak gue cuma bisa berkata "tabah ya bu...". Ibu itu tampak sedikit terkejut untuk kemudian mengangguk sambil berkata kecil "terima kasih..."
Sesudah keluar gue mikir, gila ya gue... Kan yang tadi cuma ada di storyboard di kepala gue doang. Gue yang menciptakan cerita tadi. Yang bisa jadi melencong jauh dari kenyataan. Tapi entah kenapa gue yakin banget sama cerita itu, sampai-sampai larut terbawa emosi.
Di luar bank gue jadi pengen ketawa sendiri tapi masih pengen nangis juga. Hahaha serba salah. Banyak karyawan kantoran lalu lalang, melihat gue. Entah apa storyboard di kepala mereka melihat gue begini....
Tuesday, September 09, 2008
Tao Te Ching Lao-Tzu - Stephen Addiss & Stanley Lombardo.
Karena keseringan mendapat komen "loe itu Tao banget!"
Padahal gue gak ngerti artinya. Gue gak tau apa itu Tao.
Kemarin gue ke Gramedia, dan menemukan buku ini:
Tao Te Ching Lao-Tzu yang diterjemahkan oleh Stephen Addiss & Stanley Lombardo.
Halaman demi halaman gue baca tanpa sabar.
Tiap halaman jadi kayak cermin.
Gue jadi bisa ngaca dan banyak pertanyaan dalam hidup gue yang terjawab tanpa dijawab.
Termasuk soal misteri apakah ide itu.
Soal kreativitas. Soal pekerjaan.
Soal berkarya. Soal menghadapi klien dan rekan kerja.
Bahkan juga soal layout.
Jauh jauh jauh lebih bermakna ketimbang Cutting Edge-nya Aitchison:)
Berikut cuplikannya:
Knowing others is intelligent.
Knowing yourself is enlightened.
Conquering others takes force.
Conquering yourself is true strength.
Knowing what is enough is wealth.
Forging ahead shows inner resolve.
Tiba-tiba jadi banyak ide di otak gue yang kecil ini.
Misalnya ya, MISALNYA... mungkin bagus kali ya
kalau ada iklan kartu kredit platinum/black buat orang kaya raya
dengan positioning:
XYZ Platinum Card,
for those who can say "enough".
Ada banyak tagline, dan ribuan ide bisa keluar kan?
Jauh lebih dalam dan inspiring ketimbang yang sering gue terima seperti
XYZ Platinum Card.
for those who has everything.
Beneran... ini buku bagus.
Saturday, September 06, 2008
What's Next?
Minggu lalu, gue dapet imel dari pemimpin redaksi salah satu harian nasional. Isi emailnya kurang lebih meminta gue untuk menulis artikel. Tema yang diberikan adalah "What's Next?"
Tema itu diberikan karena ceritanya, artikel ini akan dimuat untuk menyambut Tahun Baru 2009. Harian ini mengumpulkan berbagai artikel dari berbagai bidang untuk menyampaikan pandangan, visi, harapan dan tentunya sedikit ramalah tentang masa depan dunia yang digeluti masing-masing.
Seperti biasa, banyak pertanyaan di benak gue. Kenapa gue ya? Mau nulis apa ya? Tau apa gue soal dunia iklan? Apalagi mau ngeramal segala? Visi? Visi apa? Masa depan dunia iklan? Masa depan sendiri aja gak tau? Ini apa sih maksudnya? Dan ribuan pertanyaan lainnnya.
Dan sampailah gue pada sore hari ini. Saat yang lain lagi buka puasa gue ngelamun. What's Next? Dalam lamunan ini tiba-tiba gue teringat sama lagu yang pernah diajarkan nyokap waktu gue kecil. Judul lagunya Que Sera Sera - Doris Day. Liriknya seperti ini:
When I was just a little boy
I asked my mother, what will I be
Will I be handsome, will I be rich
Here's what she said to me.
Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.
When I was young, I fell in love
I asked my sweetheart what lies ahead
Will we have rainbows, day after day
Here's what my sweetheart said.
Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.
Now I have children of my own
They ask their father, what will I be
Will I be handsome, will I be rich
I tell them tenderly.
Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.
Lagu sederhana yang selama ini selalu bermain di kepala gue. Terutama kalau pikiran lagi buntu. Gak tau mesti ngapain. Gak yakin sama segala hal. Dan seperti mantra, lagu ini bisa bikin gue lebih pasrah. Dan herannya ketika pasrah, banyak jalan keluar mulai terbuka.
Dan akhirnya, gue pun membalas imel pemimpin redaksi itu. Dengan bahasa inggris yang pas-pasan, berikut isinya:
What's Next?
Who am i to tell others, What's Next? if i am not even sure about tomorrow?
If I can tell you What's Next? i will be such a powerful man.
More powerful than God, which i am not at all.
Why do we need to know about What's Next?
Life is more interesting if we can live day by day,
If we can live our life so the fullest like there is no tomorrow.
The answer to that question, is not in my hand.
I believe, every one of us have and will have to have their own answer to that question.
And i would like to encourage, everyone to find their own answer.
And if, by any chance, there is any advertising professional out there
who can tell you What's Next?,
i can tell you right now, that advertising fellow is either lying -which we are good at- or playing God.
Yours,
Glenn Marsalim
Tema itu diberikan karena ceritanya, artikel ini akan dimuat untuk menyambut Tahun Baru 2009. Harian ini mengumpulkan berbagai artikel dari berbagai bidang untuk menyampaikan pandangan, visi, harapan dan tentunya sedikit ramalah tentang masa depan dunia yang digeluti masing-masing.
Seperti biasa, banyak pertanyaan di benak gue. Kenapa gue ya? Mau nulis apa ya? Tau apa gue soal dunia iklan? Apalagi mau ngeramal segala? Visi? Visi apa? Masa depan dunia iklan? Masa depan sendiri aja gak tau? Ini apa sih maksudnya? Dan ribuan pertanyaan lainnnya.
Dan sampailah gue pada sore hari ini. Saat yang lain lagi buka puasa gue ngelamun. What's Next? Dalam lamunan ini tiba-tiba gue teringat sama lagu yang pernah diajarkan nyokap waktu gue kecil. Judul lagunya Que Sera Sera - Doris Day. Liriknya seperti ini:
When I was just a little boy
I asked my mother, what will I be
Will I be handsome, will I be rich
Here's what she said to me.
Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.
When I was young, I fell in love
I asked my sweetheart what lies ahead
Will we have rainbows, day after day
Here's what my sweetheart said.
Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.
Now I have children of my own
They ask their father, what will I be
Will I be handsome, will I be rich
I tell them tenderly.
Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.
Lagu sederhana yang selama ini selalu bermain di kepala gue. Terutama kalau pikiran lagi buntu. Gak tau mesti ngapain. Gak yakin sama segala hal. Dan seperti mantra, lagu ini bisa bikin gue lebih pasrah. Dan herannya ketika pasrah, banyak jalan keluar mulai terbuka.
Dan akhirnya, gue pun membalas imel pemimpin redaksi itu. Dengan bahasa inggris yang pas-pasan, berikut isinya:
What's Next?
Who am i to tell others, What's Next? if i am not even sure about tomorrow?
If I can tell you What's Next? i will be such a powerful man.
More powerful than God, which i am not at all.
Why do we need to know about What's Next?
Life is more interesting if we can live day by day,
If we can live our life so the fullest like there is no tomorrow.
The answer to that question, is not in my hand.
I believe, every one of us have and will have to have their own answer to that question.
And i would like to encourage, everyone to find their own answer.
And if, by any chance, there is any advertising professional out there
who can tell you What's Next?,
i can tell you right now, that advertising fellow is either lying -which we are good at- or playing God.
Yours,
Glenn Marsalim
Sunday, August 31, 2008
Malam Sebelum Bulan Suci
Hari ini, Minggu 31/08/2008
gue mendapat telepon dan sms yang meminta gue
untuk menghapus postingan ini.
glenn
gue mendapat telepon dan sms yang meminta gue
untuk menghapus postingan ini.
glenn
Friday, August 29, 2008
Gak Ribetnya Jadi Freelancer
DI RUMAH
a: Mbak... nanti sekalian masakin makan siang ya...
b: Oh iya... lah mas glenn gak kerja?
a: Nanti jam 2 an berangkatnya
b: Oh gitu, lah sekarang mas mau ngapain?
a: Mau tidur.
DI AGENCY I
a: Eh ya ati-ati aja lah sama tuh CD.. entar ide loe diaku-akuin ide dia
b: Oh gue sih gak apa-apa
a: Kok gak apa-apa?
b: Ah emang gue dibayar buat ngasih ide
a: Iya tapi kan lama-lama bete juga
b: Selama-lamanya, kan gue cuma sebulan di sini
DI AGENCY II
a: Gue sih suka banget sama ide loe
b: Wah thanks ya... Ada tapinya gak?
a: Kalau idenya sih enggak, tapi klien bo
b: Klien tuh suka resek
a: Reseknya gimana?
b: Yah gitu... suka sok tau dan kreatif pasti dimaki-maki pas meeting
a: Oh ya gak masalah sih buat gue
b: Kok gak masalah sih? Malu kan
a: Kan gue gak ikutan meeting...
DI AGENCY III
a: Eh glenn, besok loe ke kantor jam berapa?
b: Jam 3 lah
a: Sampe jam berapa?
b: Jam 5 an gitu gue dah mesti jalan
a: Oh OK!
b: Loe mau gue ikutan review ya?
a: Iya...
b: Jam 4.30 ya?
a: OK!
b: Kalau gak keburu, imel-imelan aja ya...
a: OK!
DI MALL
a: Weits!!! Boss asik bener siang siang gini malah ngafe...
b: Yoi nih, lagi nunggu anak agency mau ketemuan..
a: Oh ok, jam berapa?
b: Sekarang sih mestinya... Eh bentar... (angkat telepon)
b: Ah sial gak jadi meeting lagi
a: Yah terus loe ngapain dong sekarang?
b: Hm... gak tau... Nonton kali, abis itu ke gym. Loe?
a: Gue balik kantor bo... Jam 2 nanti ada review.
DI DEPAN KLIEN
a: Yah kalau menurut saya sih, ini yang paling baik pak...
b: Iya sih... tapi boleh gak revisi dikit aja...
a: Boleh dong... selama gak ngerubah konsep ya pak...
b: Wah agak ngerubah sih nih...
a: Yah kalau ngerubah berarti kerja dari awal lagi dong
b: Sepertinya sih begitu
a: Bayarannya gimana?
b: Yah kita sih pengennya dipaketin aja lah...
a: Oh gitu...
b: Iya... gimana Mas Glenn?
a: Ehm... gak jadi ada deh pak, gak apa apa
b: Aduh sayang sekali... terus ini gimana dong yang udah Mas Glenn bikin?
a: Buat bapak aja lah... Gratis
DI DEPAN MESIN ATM
(telepon)
a: Halo, pak... saya kok belum terima transferan yang buat kerjaan 3 bulan lalu ya?
a: Oh gitu... oh gitu...
a: Iya sih nih... belum masuk...
a: Udah... udah saya kasih ke orang finance
a: OK... OK... hari ini ya?
a: Gimana? Tungguin aja? Maksudnya?
a: Oh bapak transfer langsung sekarang?
a: Oh ok ok... makasih Pak
a: Mbak... nanti sekalian masakin makan siang ya...
b: Oh iya... lah mas glenn gak kerja?
a: Nanti jam 2 an berangkatnya
b: Oh gitu, lah sekarang mas mau ngapain?
a: Mau tidur.
DI AGENCY I
a: Eh ya ati-ati aja lah sama tuh CD.. entar ide loe diaku-akuin ide dia
b: Oh gue sih gak apa-apa
a: Kok gak apa-apa?
b: Ah emang gue dibayar buat ngasih ide
a: Iya tapi kan lama-lama bete juga
b: Selama-lamanya, kan gue cuma sebulan di sini
DI AGENCY II
a: Gue sih suka banget sama ide loe
b: Wah thanks ya... Ada tapinya gak?
a: Kalau idenya sih enggak, tapi klien bo
b: Klien tuh suka resek
a: Reseknya gimana?
b: Yah gitu... suka sok tau dan kreatif pasti dimaki-maki pas meeting
a: Oh ya gak masalah sih buat gue
b: Kok gak masalah sih? Malu kan
a: Kan gue gak ikutan meeting...
DI AGENCY III
a: Eh glenn, besok loe ke kantor jam berapa?
b: Jam 3 lah
a: Sampe jam berapa?
b: Jam 5 an gitu gue dah mesti jalan
a: Oh OK!
b: Loe mau gue ikutan review ya?
a: Iya...
b: Jam 4.30 ya?
a: OK!
b: Kalau gak keburu, imel-imelan aja ya...
a: OK!
DI MALL
a: Weits!!! Boss asik bener siang siang gini malah ngafe...
b: Yoi nih, lagi nunggu anak agency mau ketemuan..
a: Oh ok, jam berapa?
b: Sekarang sih mestinya... Eh bentar... (angkat telepon)
b: Ah sial gak jadi meeting lagi
a: Yah terus loe ngapain dong sekarang?
b: Hm... gak tau... Nonton kali, abis itu ke gym. Loe?
a: Gue balik kantor bo... Jam 2 nanti ada review.
DI DEPAN KLIEN
a: Yah kalau menurut saya sih, ini yang paling baik pak...
b: Iya sih... tapi boleh gak revisi dikit aja...
a: Boleh dong... selama gak ngerubah konsep ya pak...
b: Wah agak ngerubah sih nih...
a: Yah kalau ngerubah berarti kerja dari awal lagi dong
b: Sepertinya sih begitu
a: Bayarannya gimana?
b: Yah kita sih pengennya dipaketin aja lah...
a: Oh gitu...
b: Iya... gimana Mas Glenn?
a: Ehm... gak jadi ada deh pak, gak apa apa
b: Aduh sayang sekali... terus ini gimana dong yang udah Mas Glenn bikin?
a: Buat bapak aja lah... Gratis
DI DEPAN MESIN ATM
(telepon)
a: Halo, pak... saya kok belum terima transferan yang buat kerjaan 3 bulan lalu ya?
a: Oh gitu... oh gitu...
a: Iya sih nih... belum masuk...
a: Udah... udah saya kasih ke orang finance
a: OK... OK... hari ini ya?
a: Gimana? Tungguin aja? Maksudnya?
a: Oh bapak transfer langsung sekarang?
a: Oh ok ok... makasih Pak
Thursday, August 28, 2008
Ribetnya Jadi Freelancer
DI TELEPON
A: Selamat siang Mbak, saya bisa bicara dengan Pak Fikri?
B: Baik, ini dengan siapa?
A: Saya Glenn
B: Dari perusahaan apa?
A: Oh saya freelancer, mbak.
B: Oh dari PT Freelancer?
DI MALL
A: Mas kartu kreditnya mas...
Bisa langsung dapet Platinum kalau udah punya gold.
B: Oh boleh juga tuh... Apa aja syaratnya?
A: Gampang mas, cuma tinggal fotokopi kartu kredit dan KTP
B: OK OK
Duduklah gue di stand itu...
Mengisi formulir dengan rapih sampai ke bagian perusahaan tempat bekerja.
B: Mas ini gimana ya... saya kerja sendiri, freelancer mas...
A: Oh punya perusahaan sendiri?
B: Bukan mas, pekerja lepasan. Gak punya perusahaan
A: Tapi punya slip gaji kan?
B: Ergh... enggak mas...
A: Wah... susah juga ya mas...
B: Tadi gak bilang perlu slip gaji...
DI BANK
A: Mbak, pengen tanya kalau mau kredit rumah itu syaratnya apa aja ya?
B: Lagi gampang nih mas... KTP, Kartu Keluarga, dan surat keterangan karyawan dari perusahaan tempat mas kerja...
A: Wah saya freelancer, mbak... Kerja sendiri
B: Oh kalau punya perusahaan sendiri...
A: Enggak mbak, bukan punya perusahaan sendiri, saya freelancer. Gak ada perusahaan...
B: Wah gimana ya... hm... Nanti saya tanya ke supervisor, mas-nya saya hubungi ya...
DI KANTOR PAJAK
A: Siang mas, saya pengen ngurus pajak saya nih...
B: Oh boleh boleh, gimana mas...
A: Kan nomor NPWP saya itu saya dapet sebagai karyawan, sekarang saya pekerja lepasan, freelancer, nah itu pengen saya urus
B: Ergh, freelancer itu apa ya mas?
A: Iya saya kerja sendiri mas...
B: Oh punya perusahaan sendiri?
A: Enggak mas, saya kerja sendiri... Gak punya perusahaan.
B: Oh gitu, freelancer bidang apa ya mas?
A: Iklan mas, saya bikin iklan.
B: Oh bikin iklan, yang di mana mas?
A: Di mana-mana mas, tv, majalah dan lain lain.
B: Oh gitu... temen saya juga sama mas... Kayak biro reklame gitu ya?
A: Iya, tapi saya gak punya perusahaan sendiri
B: Oh jadi ini dari NPWP karyawan, mas pengen ubah jadi freelancer.. Gitu?
A: Iya, kan beda mas pajaknya segala
B: Waduh, itu saya juga belum tau tuh mas...
A: Wah kalau bapak gak tau saya gimana ya?
DI PAMERAN
A: Mas, ini saya mau loading... saya peserta pameran
B: Oh ok, dari perusahaan apa mas?
A: Gak dari perusahaan mas... Saya Glenn Marsalim
B: Oh PT Glenn ya?
DI PESAWAT TERBANG
A: Abis ngapain mas, di Bali?
B: Oh abis jadi juri mas...
A: Juri lomba apa mas?
B: Lomba iklan, mas
A: Oh lomba iklan... yang biasa di billboard itu ya mas?
B: Ya semuanya lah, mas...
A: Oh gitu, mas nya kerja di bidang iklan juga?
B: Iya mas...
A: Di perusahaan mana mas, kali-kali bisa kerja sama
B: Saya freelancer, mas... Kerja sendiri
A: Oh kerja sendiri... Enak dong ya
B: Yah ada enaknya ada gak nya lah mas... Sama sama aja.
A: Kalau freelancer itu gak dibayar ya mas?
B: Dibayar lah mas...
A: Oh saya kira FREE loh!
A: Selamat siang Mbak, saya bisa bicara dengan Pak Fikri?
B: Baik, ini dengan siapa?
A: Saya Glenn
B: Dari perusahaan apa?
A: Oh saya freelancer, mbak.
B: Oh dari PT Freelancer?
DI MALL
A: Mas kartu kreditnya mas...
Bisa langsung dapet Platinum kalau udah punya gold.
B: Oh boleh juga tuh... Apa aja syaratnya?
A: Gampang mas, cuma tinggal fotokopi kartu kredit dan KTP
B: OK OK
Duduklah gue di stand itu...
Mengisi formulir dengan rapih sampai ke bagian perusahaan tempat bekerja.
B: Mas ini gimana ya... saya kerja sendiri, freelancer mas...
A: Oh punya perusahaan sendiri?
B: Bukan mas, pekerja lepasan. Gak punya perusahaan
A: Tapi punya slip gaji kan?
B: Ergh... enggak mas...
A: Wah... susah juga ya mas...
B: Tadi gak bilang perlu slip gaji...
DI BANK
A: Mbak, pengen tanya kalau mau kredit rumah itu syaratnya apa aja ya?
B: Lagi gampang nih mas... KTP, Kartu Keluarga, dan surat keterangan karyawan dari perusahaan tempat mas kerja...
A: Wah saya freelancer, mbak... Kerja sendiri
B: Oh kalau punya perusahaan sendiri...
A: Enggak mbak, bukan punya perusahaan sendiri, saya freelancer. Gak ada perusahaan...
B: Wah gimana ya... hm... Nanti saya tanya ke supervisor, mas-nya saya hubungi ya...
DI KANTOR PAJAK
A: Siang mas, saya pengen ngurus pajak saya nih...
B: Oh boleh boleh, gimana mas...
A: Kan nomor NPWP saya itu saya dapet sebagai karyawan, sekarang saya pekerja lepasan, freelancer, nah itu pengen saya urus
B: Ergh, freelancer itu apa ya mas?
A: Iya saya kerja sendiri mas...
B: Oh punya perusahaan sendiri?
A: Enggak mas, saya kerja sendiri... Gak punya perusahaan.
B: Oh gitu, freelancer bidang apa ya mas?
A: Iklan mas, saya bikin iklan.
B: Oh bikin iklan, yang di mana mas?
A: Di mana-mana mas, tv, majalah dan lain lain.
B: Oh gitu... temen saya juga sama mas... Kayak biro reklame gitu ya?
A: Iya, tapi saya gak punya perusahaan sendiri
B: Oh jadi ini dari NPWP karyawan, mas pengen ubah jadi freelancer.. Gitu?
A: Iya, kan beda mas pajaknya segala
B: Waduh, itu saya juga belum tau tuh mas...
A: Wah kalau bapak gak tau saya gimana ya?
DI PAMERAN
A: Mas, ini saya mau loading... saya peserta pameran
B: Oh ok, dari perusahaan apa mas?
A: Gak dari perusahaan mas... Saya Glenn Marsalim
B: Oh PT Glenn ya?
DI PESAWAT TERBANG
A: Abis ngapain mas, di Bali?
B: Oh abis jadi juri mas...
A: Juri lomba apa mas?
B: Lomba iklan, mas
A: Oh lomba iklan... yang biasa di billboard itu ya mas?
B: Ya semuanya lah, mas...
A: Oh gitu, mas nya kerja di bidang iklan juga?
B: Iya mas...
A: Di perusahaan mana mas, kali-kali bisa kerja sama
B: Saya freelancer, mas... Kerja sendiri
A: Oh kerja sendiri... Enak dong ya
B: Yah ada enaknya ada gak nya lah mas... Sama sama aja.
A: Kalau freelancer itu gak dibayar ya mas?
B: Dibayar lah mas...
A: Oh saya kira FREE loh!
Saturday, August 16, 2008
Kompas, 16 Agustus 2008, Halaman 26
Adalah hari bersejarah buat kami
kalau bener iklan Indofood ini menjiplak iklan
Tropicana Slim yang kami buat November 2006.
Mirip semirip miripnya.... Bahkan angle-nya juga mirip.
Kami yakin ini adalah sebuah kebetulan aja.
Gak mungkin lah ada yang berani ngejiplak untuk merek sebesar Indofood.
Kalaupun benar menjiplak, ya bangga aja...
Seperti kata orang:
"Imitation is the highest flattery"
Terakhir,
MERDEKA! HIDUP INDONESIA!
NOTE:
19 Agustus 2008
hi semua
barusan dapat telepon dari agency yang bikin indofood.
dan benar juga dugaan aku, ini kebetulan aja.
mereka sebenarnya bikin ada 3 versi.
ada yang wayang ini, ada yang cenderawasih dan ada apa lagi gitu.
jadi semuanya ini kebetulan semata.
bener juga kata orang
there is nothing new under the sun!
demikian semua jelas.
walau glenn gak jadi GR deh.... hehehehe
ini surat dari agency-nya:
Ceriteranya begini:- Indofood secara corporate ingin menyampaikan bahwa mereka menggunakan bahan-bahan terbaik dari Indonesia, mengolahnya dan memberikan nilai tambah, dan memberikan kembali ke Indonesis dalam bentuk produk-produk makanan dan pengolah makanan.- Untuk itu mereka menggunakan beberapa ikon Indonesia yang terbuat dari konfigurasi produk makanan yang saat ini dipasang di pintu-pintu lift kantor pusat Indofood.- Yang telah dipasang saat ini adalah konfigurasi Jam Gadang (untuk mewakili Indonesia barat), Gatotkaca (untuk mewakili Jawa/Indonesia Tengah) dan Cenderawasih (mewakili Indonesia Timur).Visual visual tersebut dibuat di awal tahun 2008 tanpa para pembuatnya melihat iklan Tropicana Slim.- Menjelang perayaaan Hari Kemerdekaan RI diputuskan memilih salah satu dari visual tersebut untuk menjadi visual iklan ucapan selamat hari ulang tahun kemerdekaan karena konsepnya pas : yang terbaik dari Indonesia, diolah oleh bangsa Indonesia, untuk Indonesia. Dan akhirnya dipilih yang visual Gatotkaca, karena di antara ketiga visual yang ada di visual Gatotkaca ini melekat unsur kepahlawanan dan keperkasaan..- Maka jadilah iklan kemerdekaan yang sangat kebetulan mirip iklan Tropikana Slim dalam ide eksekusinya, sementara ide komunikasinya berbeda (yang ini adalah ucapan selamat ulang tahun)*
Berikut visual-visual yang lain dari seri ini.
* Copy berbunyi :Semestinya kita bersyukur atas anugerah budaya yang adi dan hasil bumi berlimpah dari pertiwi dengan mencintainya, memberinya nilai tambah serta mempersembahkan kembali pada pertiwi.Yang terbaik dari Indonesia, diolah oleh putera-puteri Indonesia, untuk kejayaan Indonesia.Dirgahayu Indonesia!
Friday, August 15, 2008
Dari Penjurian Adoi Advertising Awards 2008
Sebelum penjurian dimulai, seperti biasa semua anggota juri dan ketua juri Yasmin Ahmad mendapatkan briefing singkat dari Ham Singh, bos-nya Adoi. Dan setelah semua sepakat, kami pun digiring memasuki ruangan yang bernama The Filmore. Di ruangan itu terbentanglah seratusan entry print, outdoor, DM dan lain-lain, kecuali tvc dan web.
Ini juga saat pertama kali gue bisa melihat-lihat banyak iklan baru buatan Indonesia. Maklum kalau gue agak gak update. 5 bulan terakhir ini gue memang agak autis. Terlalu sibuk dengan kerjaan sehari-hari.
Kali ini benar-benar gue gak memikirkan iklan punya siapa yang akan menang. Gue cuma berharap supaya iklan-iklan yang masuk bisa membuat gue sebagai satu-satunya juri Indonesia, bangga. Gak usah semua lah, 70% entry yang bagus aja udah cukup.
Ruangan The Filmore pagi itu, jadi terasa begitu dingin. Badan gue mendadak menggigil. Gue beneran pengen nangis rasanya. Bukan hanya karena kualitas entry yang menurut gue jauh dari harapan, tapi sekedar mounting yang kacau bialau.
Seketika gue memikirkan apa yang ada di kepala juri-juri internasional itu? Juri-juri yang udah memenangkan banyak penghargaan internasional. Sebutlah Juggy Ramakrishnan pemenang Gold, Yellow Pencil untuk copywriting, Adrian Miller dengan 8 piala di Cannes barusan, Yasmin Ahmad yang tahun ini berjaya di hampir semua lomba iklan dengan Tan Hong Ming-nya. Siapa tak kenal Graham Kelly!
"Kenapa loe nek?" tanya seorang panitya yang mungkin menangkap kegelisahan di wajah gue. "Gue malu banget Yun... kok jelek-jeleeeeek.... Ini udah semua atau belum sih?" tanya gue lagi. "Udah, cinta... emang segini aja kok!"
Akhirnya gue memutuskan untuk keluar ruangan sebentar untuk merokok. Ketika itu Yasmin Ahmad ikut keluar. Kami merokok bersama. Kemudian Yasmin berkata
"there are 4 to 5 pieces that i like. but are you ok?"
"not really lah... entries do not look good... i am so embarrased..." jawab saya
"no... no... don't be... even in Spikes, even Cannes the first round is always looking bad..." kata Yasmin lagi.
OK, gue yang memang gak punya pengalaman banyak menjadi juri, jadi terhibur dengan jawaban itu. Apalagi Graham Kelly juga bilang ke gue "entries are getting better and better!"
Sampai akhirnya sampailah ke bagian yang paling mendebarkan. Pembagian metal. Semua, semua kekhawatiran gue pelan-pelan jadi kenyataan. Ada banyak komentar juri-juri yang bikin gue sedikit malu, tersinggung, marah, kesel, kecewa dan semuanya yang bikin gue, dan ke-Indonesiaan gue terusik. Gue cuma bisa tersenyum kecut. Ada salah satu iklan yang gue sendiri juga gak ngerti maksudnya, dikomentarin "are these people living in the same planet?"
Bener juga, setelah masuk ke ronde dua dan tiga, pelan-pelan kerjaan mulai terseleksi menyisakan yang terbaik. Debat para juri, diselingi guyonan ringan bikin suasana jadi sedikit menyenangkan. Pede gue mulai bangkit pelan-pelan. Dan memang, iklan-iklan di tahap ini mulai terlihat "bersinar".
Golding... SIlvering... Bronzing...Finalizing... mulai terdengar menggema di The Filmore. Catatan: imbuhan -ing itu ada karena rupanya di India, tidak mengenal akhiran -ing. Kata shock mereka mengerti, tapi begitu shocking mereka mulai tidak mengerti. Hehehe!
Penjurian itu pun berakhir. Gue gak sabar pengen cepet-cepet pulang. Ada banyak sekali pelajaran yang gue dapat dan pengen gue share ke temen-temen deket. Ada banyak ide-ide baru yang gak sabar untuk diwujudkan.
Di pesawat yang membawa gue pulang gue sempat berpikir, ada banyak peluang dan potensi buat Indonesia untuk meningkatkan kualitas kerjaan iklan kita. Bukan untuk menang Gold di Cannes, Adfest, dan lainnya. Tapi untuk membuat iklan yang benar-benar membuat kita bangga sebagai orang Indonesia. Iklan yang ketika disandingkan dengan iklan dari negara lain, memiliki karakter yang kuat dan khas.
Pengalaman ini benar-benar berarti. Saatnya untuk berkarya lagi. Toh lomba iklan akan ada terus setiap tahun. Kita-nya aja yang mesti semakin baik setiap tahun. Insya Allah
Saturday, August 09, 2008
Turis Jepang di Pameran Ekonomi Kreatif 2008
Hari Sabtu ini, gue dan teman-teman berniat mengunjungi stand Pameran Ekonomi Kreatif Indonesia Bisa 2008 di Alun-Alun Grand Indonesia.
Sejak pembukaan belum sempet mampir sama sekali. Untung juga sempetin mampir karena ada beberapa poster yang melorot.
Pas lagi bener-benerin sekumpulan turis macanegara mampir dan melihat-lihat stand gue. Kesempatan ini gue pakai untuk ngobrol-ngobrol sekedar cari masukan. Mereka juga kebingungan kayaknya mau kasih masukan apa. Hehehe.
Terus tiba-tiba ada 3 turis Jepang setengah berteriak pas melihat poster Indonesia Dangerously Beautiful versi Issa Kobayashi. Mereka berbicara cepat dalam bahasa Jepang yang gak gue mengerti. Sampai salah seorang diantara mereka menjelaskan:
"In Japan, the young generation do not know Haiku or Issa Kobayashi anymore. And in Indonesia you remind us again. Kawai!"
Dipuji seperti itu, gue cuma bisa bilang "Thank you, thank you, arigato..." Gue cuma bisa senyum liat tingkah mereka yang lagi foto-foto di depan poster itu. Kemudian mereka mengajak gue foto bareng. Ada-ada aja turis Jepang ya...
Kemudian salah seorang diantara turis Jepang itu seorang bapak paruh baya berkata:
"But I want to know. You are chinese, right..."
"Yes Chinese Indonesian, Indonesian Chinese..." jawab gue.
"Why no Chinese proverb or quotes?" tanyanya lagi.
Dhuar! Kepala gue sempet berpikir cepat menjawab pertanyaan ini. Sampai akhirnya gue cuma bilang
"I think there is no travel warning in China"
"Ooooooh oh... OK! OK!" Pria itu mengangguk-angguk seolah setuju sambil menunduk-nunduk khas orang Jepang. Sementara gue sendiri gak yakin dengan jawaban gue. Ampun. Inilah akibatnya kalau kurang riset pas mau bikin iklan.
Setelah mereka meninggalkan booth, gue sempet berpikir. Dibalik pertanyaan orang tua itu, ada pesan lain yang hendak disampaikan. Menurut gue, dia pengen bilang "anak muda, hargailah dirimu, siapa dirimu, kekayaan budayamu. Dan kalau hendak menyentil orang lain, sentil-lah dirimu sendiri dulu dan juga."
Gue cuma bisa bilang dalam hati lagi "Arigato..."
Sejak pembukaan belum sempet mampir sama sekali. Untung juga sempetin mampir karena ada beberapa poster yang melorot.
Pas lagi bener-benerin sekumpulan turis macanegara mampir dan melihat-lihat stand gue. Kesempatan ini gue pakai untuk ngobrol-ngobrol sekedar cari masukan. Mereka juga kebingungan kayaknya mau kasih masukan apa. Hehehe.
Terus tiba-tiba ada 3 turis Jepang setengah berteriak pas melihat poster Indonesia Dangerously Beautiful versi Issa Kobayashi. Mereka berbicara cepat dalam bahasa Jepang yang gak gue mengerti. Sampai salah seorang diantara mereka menjelaskan:
"In Japan, the young generation do not know Haiku or Issa Kobayashi anymore. And in Indonesia you remind us again. Kawai!"
Dipuji seperti itu, gue cuma bisa bilang "Thank you, thank you, arigato..." Gue cuma bisa senyum liat tingkah mereka yang lagi foto-foto di depan poster itu. Kemudian mereka mengajak gue foto bareng. Ada-ada aja turis Jepang ya...
Kemudian salah seorang diantara turis Jepang itu seorang bapak paruh baya berkata:
"But I want to know. You are chinese, right..."
"Yes Chinese Indonesian, Indonesian Chinese..." jawab gue.
"Why no Chinese proverb or quotes?" tanyanya lagi.
Dhuar! Kepala gue sempet berpikir cepat menjawab pertanyaan ini. Sampai akhirnya gue cuma bilang
"I think there is no travel warning in China"
"Ooooooh oh... OK! OK!" Pria itu mengangguk-angguk seolah setuju sambil menunduk-nunduk khas orang Jepang. Sementara gue sendiri gak yakin dengan jawaban gue. Ampun. Inilah akibatnya kalau kurang riset pas mau bikin iklan.
Setelah mereka meninggalkan booth, gue sempet berpikir. Dibalik pertanyaan orang tua itu, ada pesan lain yang hendak disampaikan. Menurut gue, dia pengen bilang "anak muda, hargailah dirimu, siapa dirimu, kekayaan budayamu. Dan kalau hendak menyentil orang lain, sentil-lah dirimu sendiri dulu dan juga."
Gue cuma bisa bilang dalam hati lagi "Arigato..."
Tuesday, July 29, 2008
Smart People NOT So Smart Experience
Karena besok hari libur Israj Miraj, gue dan temen gue memutuskan untuk nonton Smart People.
Setelah telepon ke Blitz memastikan jam tayang, 23.00, berangkatlah kami ke sana. Waktu itu baru jam 9.45.
Sesampainya di loket, gue beli tiket. Mbak-mbaknya bilang "ini langsung masuk ya... filmnya udah mau mulai." Gue bingung. Katanya jam 11, kok jadi jam 10.
Anyway busway, akhirnya kita berdua masuk ke bioskop. Sampe seperempat film gue mulai ngerasa ada yang gak bener sama ini film. Sampe setengah film gue bingung. Kok gak ada Sarah Jessica Parker kayak di poster. Mana Ellen Paigenya?
Sampe 3/4 film pelan-pelan gue ambil sobekan karcis. Ampun! Ternyata film yang sedang kita nonton ini bukan Smart People, tapi Get Smart!
Kita berdua ngakak di dalam bioskop sampe sakit perut. Untungnya Get Smart adalah film komedi. Jadi semua penonton juga ketawa-ketawa. Sampe ada adegan serius, kita berdua tetep ketawa sampe akhir film.
Get Smart itu lucu juga. Tapi pengalaman konyol kita berdua lebih lucu.
Setelah telepon ke Blitz memastikan jam tayang, 23.00, berangkatlah kami ke sana. Waktu itu baru jam 9.45.
Sesampainya di loket, gue beli tiket. Mbak-mbaknya bilang "ini langsung masuk ya... filmnya udah mau mulai." Gue bingung. Katanya jam 11, kok jadi jam 10.
Anyway busway, akhirnya kita berdua masuk ke bioskop. Sampe seperempat film gue mulai ngerasa ada yang gak bener sama ini film. Sampe setengah film gue bingung. Kok gak ada Sarah Jessica Parker kayak di poster. Mana Ellen Paigenya?
Sampe 3/4 film pelan-pelan gue ambil sobekan karcis. Ampun! Ternyata film yang sedang kita nonton ini bukan Smart People, tapi Get Smart!
Kita berdua ngakak di dalam bioskop sampe sakit perut. Untungnya Get Smart adalah film komedi. Jadi semua penonton juga ketawa-ketawa. Sampe ada adegan serius, kita berdua tetep ketawa sampe akhir film.
Get Smart itu lucu juga. Tapi pengalaman konyol kita berdua lebih lucu.
Friday, July 18, 2008
Niat Besar itu Kesampean Juga
Masih ada yang inget iklan PT Pos Versi Ling Ling ini?
Kalau ada yang gak kebaca isi tulisannya, kurang lebih adalah soal Ling Ling yang menulis surat ke ibunya untuk pertama kali sejak Ling Ling kabur dari rumah mengejar cintanya dengan Muhammad. Di surat itu, Ling Ling mempertanyakan alasan ibunya menghalangi cintanya hanya karena perbedaan agama.
Dengan iklan ini sebenarnya gue pengen menyampaikan pendapat gue, bahwa cinta gak harus pupus apalagi dipaksa pupus hanya karena perbedaan agama. Karena Tuhan itu sama. Dan gue percaya di mana ada cinta di situ ada Tuhan. Gue selalu bilang ke temen-temen yang putus cinta karena perbedaan agama, "berarti cinta loe gak beneran cinta."
Mungkin gue salah, mungkin gue bener. Tapi ini pendapat pribadi. Sorry kalau ada yang gak setuju. Keragaman itu indah kan?
Sejak iklan ini ditayangkan, gue sering ngerasa sedih juga karena kebanyakan komen yang dilontarkan terbatas pada komposisi layout. Tapi ya gak apa apa lah. Setiap komen pasti berguna.
Sampai suatu siang gue dapet sms dari temen lama yang isinya menyuruh gue membuka sebuah alamat blogspot. Dan ketika gue membukanya, mata gue terbelalak dan ketika membacanya ada yang tiba tiba panas di dada gue.
Silakan buka: http://helinawidjaja.blogspot.com/2008/04/tuhan-versus-cinta.html
Isinya:
Jumat, 2008 April 18
Tuhan versus Cinta (inspired by Glenn Marsalim)
Aku seringkali mendengar perkataan dimana ada Cinta dan Kasih Sayang, maka disitu ada Tuhan. Berdasarkan perkataan tersebut, jelas sekali terlihat bahwa Tuhan tercermin dalam Cinta dan Kasih Sayang. Uniknya, aku juga sering mendengar bahkan mengetahui jalinan Cinta dan Kasih Sayang sepasang anak manusia haruslah kandas karena perbedaan agama. Orang tua ataupun pihak keluarga masing-masing pasangan selalu menjadikan alasan perbedaan agama sebagai faktor yang tidak baik. Kalau Cinta dan Kasih Sayang= Tuhan, lalu kenapa Tuhan juga yang harus dijadikan alasan untuk memutuskan tali kasih??
Yang lebih parahnya lagi, pernah aku mendengar pengakuan beberapa teman ku yang mengatakan kalau mereka memutuskan pacar mereka karena mendengar suara ataupun bisikan Tuhan yang memberitahu untuk meninggalkan pasangan nya (hmmm apa iya Tuhan sekejam itu?, karena yang aku tahu dan aku yakini Tuhan itu mengajarkan Kasih. Kalau kita mengasihi pasangan kita dengan sungguh-sungguh, bukan kah kita sedang menjalani perintah-Nya? Lalu dimana letak permasalahan nya coba?)
Dan kalaupun pasangan kita bukanlah orang "baik-baik", apakah iya Tuhan memerintahkan kita untuk meninggalkan pasangan kita itu? Karena yang aku tahu, Tuhan pernah menyatakan jika kita tetap harus saling mengasihi, bahkan terhadap musuh kita. Kita harus bisa mengampuni dan mendoakan mereka, bukan nya malah menjauhi mereka layaknya mereka penderita penyakit kusta!! Dan bukan kah Yesus sendiri datang ke dunia untuk mencari orang yang berdosa? Ia mati juga untuk orang berdosa. Lalu apa salahnya kalau kita mencoba meneladani perilaku Yesus? (lagi-lagi bukankan sebagai orang Kristen, kita memang harus meneladani perbuatan Nya?)
Berapa banyak orang berdosa yang kembali ke jalan yang benar setelah mengalami Cinta dan Kasih Tuhan? Berapa banyak orang berdosa yang bertobat, karena ia merasakan tulusnya Cinta dan Kasih Tuhan? Dan kalau kita bisa meneladani perbuatan-Nya, bukan nya tidak mungkin kan pasangan kita yang bukan orang "baik-baik" akan kembali ke jalan yang benar?
Dari pemikiran ku yang rumit ini (atau polos??), aku hanya mau mengutarakan jangan jadikan Tuhan sebagai alasan untuk memutuskan tali kasih. Karena Ia sendiri yang mengajarkan kasih. Bahkan aku sangat ingat apa yang Yesus pernah ucapkan, yang bunyinya kira-kira seperti ini "Iman dan Kasih adalah hal yang penting, tapi yang utama adalah KASIH" ditambah lagi Ia juga pernah mengutarakan "Iman tanpa perbuatan adalah hal yang sia-sia". Maka dari itu, jikalau ada orang yang berusaha memutuskan/ sudah memutuskan tali kasih dengan mengatasnamakan Tuhan tolong dipikirkan baik-baik apakah kalian benar-benar mengikuti rencana-Nya atau melakukan nya demi keuntungan pribadi??
Woaaaaaah! Belum pernah gue ngerasain dihargain seperti ini. Terima kasih.
Kalau ada yang ingin tahu salah satu niat besar dibalik pembuatan iklan PT POS ini adalah soal cinta di atas segalanya. Soal kehangatan. Soal kasih sayang. Soal keluarga dan kekeluargaan. Soal ketulusan.
Dan diatas segalanya, soal menguak kebesaran Tuhan.
Sang Maha Cinta.
Kesempatan dalam Sempitnya Waktu
Seperti itu lah yang gue rasakan belakangan ini. Tahun ini tepatnya. Belum apa-apa, pertengahan tahun udah lewat tanpa gue sadari. Ada banyak cerita, pengalaman, kegembiraan, kekecewaan, kekhawatiran, kesedihan dan jutaan rasa yang berlalu. Makanya ini blog gak sempet diupdate.
Tuhan Maha Baik sama gue. Ada banyak kesempatan yang diberikan kepada gue. Kesempatan-kesempatan yang selalu mengingatkan gue untuk percaya pada kekuatan mimpi dan harapan. Kesempatan untuk selalu bersyukur sebelum ajal menjemput. Dan yang terpenting, kesempatan untuk menjadi lebih berguna buat sesama.
1. Kesempatan mengikuti DDB Creative Director Regional meeting di Bali. Bisa berkenalan dengan Creative Director dari Asia Tenggara dan berkenalan dengan Ted Lim dan Dirk Eschenbacher yang ternyata adalah mantan bos gue waktu di Ogilvy One.
2. Kesempatan menghadiri Spike 2008. Bukan cuma bisa ikutan seminar dan melihat pameran, tapi makan pagi semeja, catat, semeja dengan Prasoon Joshi, Antonio Navaz, Masako Nakamura, Yasmin Ahmad sambil membicarakan soal periklanan dunia.
3. Kesempatan menjadi Creative Director salah satu Pitch of the Year 2008. Benar-benar menegangkan dan meletihkan. Sekaligus memperkuat diri. "Semakin tebal lumpur semakin indah teratai-nya" - Buddha, Insya Allah.
4. Kesempatan bekerja sama dan belajar dari Ricky Pesik, Pakde Totot, Gandhi Suryoto, Maneha Widarso, dan 6 anak-anak baru lulus dan magang dari ITB. Tanpa mereka sadari ada banyak ilmu yang sudah dijejalkan tanpa ampun ke kepala gue. Kalian semua akan selalu ada dalam ingatan gue.
5. Kesempatan untuk menjadi bagian dari Adoi Advertising Awards 2008. Melihat poster Adoi yang dibuat oleh anak-anak yatim piatu bertengger di tembok glamor biro iklan dan production house di Indonesia, benar-benar bikin hati gue jadi adem dan bangga.
6. Kesempatan untuk menjadi bagian dari Pinasthika Awards 2008. Pertama kalinya gue akan menjadi juri untuk Desain Grafis, bidang yang gue pelajari waktu masih kuliah dulu. Dan tentunya nanti berkenalan dengan Hermawan Tanzil dan Djoko Concept.
7. Kesempatan memenangkan pitching lebih banyak daripada yang kalah. Alhamdulillah, alamdulillah, alhamdulillah. Menang pitching rasanya lebih melayang daripada menang awards. Sampe temen deket gue bilang "you are the son of a pitch lah, bitch!"
8. Kesempatan untuk menjadi finalis lomba Indonesia Dangerously Beautiful - Milis CCI. Walau kalah, tapi proses pengerjaannya luar biasa menyenangkan. Belum lagi apresiasi dari temen-temen iklan.
9. Kesempatan untuk menjadi pembicara di Universitas Pancasila. Menyenangkan bisa ngomongin soal iklan jam 8.30 pagi! Semoga aja ada gunanya. Maaf kalau ada yang kecewa.
10. Kesempatan untuk belajar dan memperdalami komunikasi pemasaran telko. Salah satu pengiklan terbesar di Indonesia saat ini. Sampai ada yang pernah bilang, anak kreatif iklan masa depan pasti dan harus pernah pegang telko :)
Dan ada banyak kesempatan-kesempatan lain yang mampir.
Kebesaran Tuhan ini seolah hendak mengingatkan gue untuk selalu takwa dan menjaga hati agar tetap bersih dan lurus. Walau waktu kayaknya sempit banget, banyak kesempatan berarti yang mampir. Walau gue freelancer, banyak kesempatan yang selama ini gue kira hanya milik Creative Director biro iklan, mampir.
God is kind.
Tuhan Maha Baik sama gue. Ada banyak kesempatan yang diberikan kepada gue. Kesempatan-kesempatan yang selalu mengingatkan gue untuk percaya pada kekuatan mimpi dan harapan. Kesempatan untuk selalu bersyukur sebelum ajal menjemput. Dan yang terpenting, kesempatan untuk menjadi lebih berguna buat sesama.
1. Kesempatan mengikuti DDB Creative Director Regional meeting di Bali. Bisa berkenalan dengan Creative Director dari Asia Tenggara dan berkenalan dengan Ted Lim dan Dirk Eschenbacher yang ternyata adalah mantan bos gue waktu di Ogilvy One.
2. Kesempatan menghadiri Spike 2008. Bukan cuma bisa ikutan seminar dan melihat pameran, tapi makan pagi semeja, catat, semeja dengan Prasoon Joshi, Antonio Navaz, Masako Nakamura, Yasmin Ahmad sambil membicarakan soal periklanan dunia.
3. Kesempatan menjadi Creative Director salah satu Pitch of the Year 2008. Benar-benar menegangkan dan meletihkan. Sekaligus memperkuat diri. "Semakin tebal lumpur semakin indah teratai-nya" - Buddha, Insya Allah.
4. Kesempatan bekerja sama dan belajar dari Ricky Pesik, Pakde Totot, Gandhi Suryoto, Maneha Widarso, dan 6 anak-anak baru lulus dan magang dari ITB. Tanpa mereka sadari ada banyak ilmu yang sudah dijejalkan tanpa ampun ke kepala gue. Kalian semua akan selalu ada dalam ingatan gue.
5. Kesempatan untuk menjadi bagian dari Adoi Advertising Awards 2008. Melihat poster Adoi yang dibuat oleh anak-anak yatim piatu bertengger di tembok glamor biro iklan dan production house di Indonesia, benar-benar bikin hati gue jadi adem dan bangga.
6. Kesempatan untuk menjadi bagian dari Pinasthika Awards 2008. Pertama kalinya gue akan menjadi juri untuk Desain Grafis, bidang yang gue pelajari waktu masih kuliah dulu. Dan tentunya nanti berkenalan dengan Hermawan Tanzil dan Djoko Concept.
7. Kesempatan memenangkan pitching lebih banyak daripada yang kalah. Alhamdulillah, alamdulillah, alhamdulillah. Menang pitching rasanya lebih melayang daripada menang awards. Sampe temen deket gue bilang "you are the son of a pitch lah, bitch!"
8. Kesempatan untuk menjadi finalis lomba Indonesia Dangerously Beautiful - Milis CCI. Walau kalah, tapi proses pengerjaannya luar biasa menyenangkan. Belum lagi apresiasi dari temen-temen iklan.
9. Kesempatan untuk menjadi pembicara di Universitas Pancasila. Menyenangkan bisa ngomongin soal iklan jam 8.30 pagi! Semoga aja ada gunanya. Maaf kalau ada yang kecewa.
10. Kesempatan untuk belajar dan memperdalami komunikasi pemasaran telko. Salah satu pengiklan terbesar di Indonesia saat ini. Sampai ada yang pernah bilang, anak kreatif iklan masa depan pasti dan harus pernah pegang telko :)
Dan ada banyak kesempatan-kesempatan lain yang mampir.
Kebesaran Tuhan ini seolah hendak mengingatkan gue untuk selalu takwa dan menjaga hati agar tetap bersih dan lurus. Walau waktu kayaknya sempit banget, banyak kesempatan berarti yang mampir. Walau gue freelancer, banyak kesempatan yang selama ini gue kira hanya milik Creative Director biro iklan, mampir.
God is kind.
Sunday, May 25, 2008
Belajar dari India
Gue baru aja selesai baca-baca buku soal India. Negara, penduduknya, kebudayaannya dan segala macam yang memang dari dulu selalu menarik perhatian gue.
Ada satu hal yang amat menarik.
Penduduk India percaya kalau seluruh manusia di muka bumi ini dibagi dalam 2 kelompok besar.
1. The Giver (Pemberi)
2. The Taker (Penerima/Pengambil)
The Giver adalah orang yang selalu memberi dengan berbagai cara. Memberi pengetahuan, layanan, kasih sayang, perhatian, uang, dan lain-lain. Bahkan ketika kita bertandang ke rumah orang dan membantu mencuci piring pun termasuk dalam kelompok ini.
The Taker adalah orang yang selalu menerima dan mengambil apapun yang diinginkannya. Mengambil yang memang hak nya atau pun yang bukan hak nya. Meminta sebotol minyak zaitun ekstra yang dibagikan gratis di pesawat untuk dibawa pulang pun termasuk dalam kelompok ini.
The Giver, selamanya tidak akan pernah hidup berkelebihan. Karena The Giver percaya segala yang lebih, itu bukan hak nya dan berkewajiban untuk memberikannya kepada yang membutuhkan atau yang meminta (The Taker). The Giver juga percaya bahwa dengan memberi, melayani, mengabdi dengan tulus, maka kehidupannya akan berjalan harmonis.
Menjadi The Giver tak berarti harus kaya raya. Karena seperti disebutkan tadi, apapun bisa jadi bentuk untuk diberikan kepada sesama.
Walau tak pernah berkelebihan atau kaya raya, The Giver akan merasa hidupnya cukup. Pas dan utuh. Tidak lebih, tidak kurang. Air penuh dalam gelas adalah sebesar kapasitas gelas. Dan kapasitas gelas ditentukan oleh pemilik gelas.
The Taker, akan selalu merasa hidupnya berkekurangan. Kurang uang, kurang ilmu, kurang perhatian, kurang kasih sayang, kurang harta. Sehingga dalam menjalani hidupnya, The Taker akan selalu mencari peluang untuk mendapatkan apa yang dirasakannya kurang. Segala cara akan dilakukannya untuk memenuhi kekurangannya itu.
The Taker pun bukan soal kaya miskin. Walau kaya harta tapi tetap merasa kurang. Kurang perhatian, kasih sayang dan lain lain. Air dalam gelasnya selalu kurang dari kapasitas gelas. Bahkan ketika gelas hampir penuh, gelas itu akan dibuang dan diganti dengan gelas yang lebih besar. Air pun akan jadi kurang lagi.
Bukan soal takdir atau nasib. Tapi soal pilihan.
Di diri kita semua ada sifat The Giver dan The Taker. Cuma soal sifat mana yang dipilih oleh setiap orang untuk dihidupkan dan diamalkan.
Hebatnya, di negara miskin seperti India, ternyata banyak yang memilih untuk menjadi The Giver. Mereka percaya hanya dengan menjadi The Giver, maka mereka akan bahagia sampai ajal menjemput. Sementara The Taker, di saat itu akan tetap merasa liang kuburnya kurang dalam.
Ada satu hal yang amat menarik.
Penduduk India percaya kalau seluruh manusia di muka bumi ini dibagi dalam 2 kelompok besar.
1. The Giver (Pemberi)
2. The Taker (Penerima/Pengambil)
The Giver adalah orang yang selalu memberi dengan berbagai cara. Memberi pengetahuan, layanan, kasih sayang, perhatian, uang, dan lain-lain. Bahkan ketika kita bertandang ke rumah orang dan membantu mencuci piring pun termasuk dalam kelompok ini.
The Taker adalah orang yang selalu menerima dan mengambil apapun yang diinginkannya. Mengambil yang memang hak nya atau pun yang bukan hak nya. Meminta sebotol minyak zaitun ekstra yang dibagikan gratis di pesawat untuk dibawa pulang pun termasuk dalam kelompok ini.
The Giver, selamanya tidak akan pernah hidup berkelebihan. Karena The Giver percaya segala yang lebih, itu bukan hak nya dan berkewajiban untuk memberikannya kepada yang membutuhkan atau yang meminta (The Taker). The Giver juga percaya bahwa dengan memberi, melayani, mengabdi dengan tulus, maka kehidupannya akan berjalan harmonis.
Menjadi The Giver tak berarti harus kaya raya. Karena seperti disebutkan tadi, apapun bisa jadi bentuk untuk diberikan kepada sesama.
Walau tak pernah berkelebihan atau kaya raya, The Giver akan merasa hidupnya cukup. Pas dan utuh. Tidak lebih, tidak kurang. Air penuh dalam gelas adalah sebesar kapasitas gelas. Dan kapasitas gelas ditentukan oleh pemilik gelas.
The Taker, akan selalu merasa hidupnya berkekurangan. Kurang uang, kurang ilmu, kurang perhatian, kurang kasih sayang, kurang harta. Sehingga dalam menjalani hidupnya, The Taker akan selalu mencari peluang untuk mendapatkan apa yang dirasakannya kurang. Segala cara akan dilakukannya untuk memenuhi kekurangannya itu.
The Taker pun bukan soal kaya miskin. Walau kaya harta tapi tetap merasa kurang. Kurang perhatian, kasih sayang dan lain lain. Air dalam gelasnya selalu kurang dari kapasitas gelas. Bahkan ketika gelas hampir penuh, gelas itu akan dibuang dan diganti dengan gelas yang lebih besar. Air pun akan jadi kurang lagi.
Bukan soal takdir atau nasib. Tapi soal pilihan.
Di diri kita semua ada sifat The Giver dan The Taker. Cuma soal sifat mana yang dipilih oleh setiap orang untuk dihidupkan dan diamalkan.
Hebatnya, di negara miskin seperti India, ternyata banyak yang memilih untuk menjadi The Giver. Mereka percaya hanya dengan menjadi The Giver, maka mereka akan bahagia sampai ajal menjemput. Sementara The Taker, di saat itu akan tetap merasa liang kuburnya kurang dalam.
Thursday, March 27, 2008
A Lung dan Ling Ling
Teman saya bernama A Lung.
Dia bekerja sebagai art director di sebuah agency lokal. Anaknya sangat kritis dan antusias. Dia sering mencari iklan-iklan terbaru dari luar negeri. Selalu update dengan informasi dan berita dunia iklan. Sangat berkesenian. Rajin nonton film-film festival (yang banyak diemnya -red.). Bahasa inggrisnya sempurna.
Penampilannya pun tak kurang aduhai. Body-nya keren. Wajahnya menawan. Selalu tampil rapih, apik, menarik dengan gerak tubuh yang elegan. Kalau dia gantengan dikit lagi, wah bisa jadi bintang film.
Secara prestasi, gak bercela juga. Pernah jadi finalis Daun Muda dan menang Citra Pariwara. Impian semua insan muda periklanan Indonesia lah!
Tapi, hampir setiap kali saya chatting dengan A Lung, atau iseng-iseng membuka blog-nya, hampir 80% topiknya adalah soal keluhan kantornya. Yang gak memperhatikan karyawan, AE itu bego dan terlalu nurut sama klien. CD-nya gak memberikan ruang untuk kreatif berkembang. Pemilik perusahaan tidak memiliki visi. Dan sejuta komplen lainnya.
Akhirnya A Lung pun resign. Memutuskan untuk masuk ke agency ternama.
Teman saya yang satunya lagi bernama Ling-Ling.
Dia juga bekerja sebagai Art Director di agency yang sama. Anaknya sangat rendah diri. Malu berbicara. Takut ini takut itu. Minder ini minder itu. Pokoknya kalau dia ada di sebuah ruangan meeting yang gaduh, bisa jadi keberadaannya tidak terlihat. Apalagi didengar dan dihargai.
Sifatnya juga sangat kekanak-kanakan. Demikian juga cara berdandannya. Kalau orang gak kenal, pasti akan mengira dia masih SMA. Mungkin juga SD. Dan gak akan ada orang yang mengira dia kerja di biro iklan. Tampilannya jauh dari kesan glamor dan gaya orang iklan. Terlalu sederhana cenderung tanpa gaya.
Tapi dibalik itu semua, Ling-Ling adalah pekerja keras. Dia mengerjakan semua dengan sepenuh hati. Ada lah komplen dikit sana sini. Tapi itu bukan topik utama kalau saya dan dia diskusi soal kerjaan. Dia selalu cerita keseruan-keseruan yang ia dialami saat bekerja. Sampe saya sering senyum-senyum sendiri.
Secara prestasi sebenarnya tidak kalah dengan A Lung. Bedanya, Ling-Ling tidak pernah menang karena usahanya sendiri, seperti Daun Muda. Finalis pun tidak. Ling-Ling pun sadar itu. Dia sadar mungkin dunia iklan yang dicintainya ini, bukan untuk dia. Dia sadar bahwa kesenangann dan kemampuannya, menggambar dan ilustrasi, tidak cukup untuk menyelamatkannya di dunia iklan.
Akhirnya Ling-Ling pun resign. Memutuskan untuk jadi freelancer.
Karena kebetulan saya kenal dengan CD tempat mereka berdua kerja, di suatu malam kami sms-an. Isinya kurang lebih begini:
CD: Sayang ya, Ling-Ling keluar, padahal dia baru menangin pitch loh!
GM: Yah baguslah... Jadi Ling-Ling ninggalin dengan kenangan manis kan?
CD: Maksud gue kan bisa menikmati ngerjain beberapa proyek dulu buat memperkaya portfolio
GM: Yah kalau loe baek hati, kasih aja job yang menang pitch itu ke dia sebagai freelancer.
CD: Gue punya plan begitu juga.
GM: Gue yakin dia mau. Kasian juga tuh anak, oom. Stress dia rupanya. Loe gak liat dia mulai jerawatan!
CD: OK. Pasti.
GM: Gue sempet bilang kenapa gak unpaid leave aja 1 bulan gitu. Tapi rupanya dia gak ngeliat masa depan dia di dunia iklan.
CD: Oh gitu.
GM: Dia kayaknya mau ngerjain di luar iklan. Freelancer kan membuka kesempatan itu sampai dia nemu yang dia suka. Lebih ke desain kayaknya.
CD: Yoi. Gue juga bilang jadi freelancer itu gak cuma butuh skill tapi kemampuan marketing juga.
GM: Gue sih yakin, Ling-Ling bukan di dunia iklan lah. Dia kalau Daun Muda kan jelek hasilnya. Tapi kalau ngegambar dan ngedesain bagus.
CD: Tapi ngide jauh lebih bagus dari A Lung.
GM: Gak sebagus teman-teman seangkatannya.
CD: Ga ah. Dia ngide udah lumayan asal dapet tim brainstorming yang cocok.
GM: A Lung kan finalis Daun Muda. Ling-Ling bukan.
CD: Hahahaha OK!
GM: Biar bagaimanapun kan?
CD: Yoi Jek!
GM: Tapi Ling-Ling menang di attitude. Jadi kalau gue suruh pilih, gue pilih Ling-Ling.
CD: Setuju! Gue sayang banget sama Ling-Ling. Tapi dia aja gak nyadar itu.
GM: Gue juga sayang.
Baru saja sms berakhir. Sebuah sms masuk lagi dari A Lung:
Agency baru gue gak asik ternyata. Udah gak sekeras kepala dulu. Lebih toleran sama klien. Brief dari bos dan Account kok bisa beda!
Dan masuk lagi sms dari Ling-Ling:
Aku sampai sekarang masih takut loh ntar freelance gimana. Tapi aku bakal lebih nyesel kalau gak nyoba sekarang.
Dia bekerja sebagai art director di sebuah agency lokal. Anaknya sangat kritis dan antusias. Dia sering mencari iklan-iklan terbaru dari luar negeri. Selalu update dengan informasi dan berita dunia iklan. Sangat berkesenian. Rajin nonton film-film festival (yang banyak diemnya -red.). Bahasa inggrisnya sempurna.
Penampilannya pun tak kurang aduhai. Body-nya keren. Wajahnya menawan. Selalu tampil rapih, apik, menarik dengan gerak tubuh yang elegan. Kalau dia gantengan dikit lagi, wah bisa jadi bintang film.
Secara prestasi, gak bercela juga. Pernah jadi finalis Daun Muda dan menang Citra Pariwara. Impian semua insan muda periklanan Indonesia lah!
Tapi, hampir setiap kali saya chatting dengan A Lung, atau iseng-iseng membuka blog-nya, hampir 80% topiknya adalah soal keluhan kantornya. Yang gak memperhatikan karyawan, AE itu bego dan terlalu nurut sama klien. CD-nya gak memberikan ruang untuk kreatif berkembang. Pemilik perusahaan tidak memiliki visi. Dan sejuta komplen lainnya.
Akhirnya A Lung pun resign. Memutuskan untuk masuk ke agency ternama.
Teman saya yang satunya lagi bernama Ling-Ling.
Dia juga bekerja sebagai Art Director di agency yang sama. Anaknya sangat rendah diri. Malu berbicara. Takut ini takut itu. Minder ini minder itu. Pokoknya kalau dia ada di sebuah ruangan meeting yang gaduh, bisa jadi keberadaannya tidak terlihat. Apalagi didengar dan dihargai.
Sifatnya juga sangat kekanak-kanakan. Demikian juga cara berdandannya. Kalau orang gak kenal, pasti akan mengira dia masih SMA. Mungkin juga SD. Dan gak akan ada orang yang mengira dia kerja di biro iklan. Tampilannya jauh dari kesan glamor dan gaya orang iklan. Terlalu sederhana cenderung tanpa gaya.
Tapi dibalik itu semua, Ling-Ling adalah pekerja keras. Dia mengerjakan semua dengan sepenuh hati. Ada lah komplen dikit sana sini. Tapi itu bukan topik utama kalau saya dan dia diskusi soal kerjaan. Dia selalu cerita keseruan-keseruan yang ia dialami saat bekerja. Sampe saya sering senyum-senyum sendiri.
Secara prestasi sebenarnya tidak kalah dengan A Lung. Bedanya, Ling-Ling tidak pernah menang karena usahanya sendiri, seperti Daun Muda. Finalis pun tidak. Ling-Ling pun sadar itu. Dia sadar mungkin dunia iklan yang dicintainya ini, bukan untuk dia. Dia sadar bahwa kesenangann dan kemampuannya, menggambar dan ilustrasi, tidak cukup untuk menyelamatkannya di dunia iklan.
Akhirnya Ling-Ling pun resign. Memutuskan untuk jadi freelancer.
Karena kebetulan saya kenal dengan CD tempat mereka berdua kerja, di suatu malam kami sms-an. Isinya kurang lebih begini:
CD: Sayang ya, Ling-Ling keluar, padahal dia baru menangin pitch loh!
GM: Yah baguslah... Jadi Ling-Ling ninggalin dengan kenangan manis kan?
CD: Maksud gue kan bisa menikmati ngerjain beberapa proyek dulu buat memperkaya portfolio
GM: Yah kalau loe baek hati, kasih aja job yang menang pitch itu ke dia sebagai freelancer.
CD: Gue punya plan begitu juga.
GM: Gue yakin dia mau. Kasian juga tuh anak, oom. Stress dia rupanya. Loe gak liat dia mulai jerawatan!
CD: OK. Pasti.
GM: Gue sempet bilang kenapa gak unpaid leave aja 1 bulan gitu. Tapi rupanya dia gak ngeliat masa depan dia di dunia iklan.
CD: Oh gitu.
GM: Dia kayaknya mau ngerjain di luar iklan. Freelancer kan membuka kesempatan itu sampai dia nemu yang dia suka. Lebih ke desain kayaknya.
CD: Yoi. Gue juga bilang jadi freelancer itu gak cuma butuh skill tapi kemampuan marketing juga.
GM: Gue sih yakin, Ling-Ling bukan di dunia iklan lah. Dia kalau Daun Muda kan jelek hasilnya. Tapi kalau ngegambar dan ngedesain bagus.
CD: Tapi ngide jauh lebih bagus dari A Lung.
GM: Gak sebagus teman-teman seangkatannya.
CD: Ga ah. Dia ngide udah lumayan asal dapet tim brainstorming yang cocok.
GM: A Lung kan finalis Daun Muda. Ling-Ling bukan.
CD: Hahahaha OK!
GM: Biar bagaimanapun kan?
CD: Yoi Jek!
GM: Tapi Ling-Ling menang di attitude. Jadi kalau gue suruh pilih, gue pilih Ling-Ling.
CD: Setuju! Gue sayang banget sama Ling-Ling. Tapi dia aja gak nyadar itu.
GM: Gue juga sayang.
Baru saja sms berakhir. Sebuah sms masuk lagi dari A Lung:
Agency baru gue gak asik ternyata. Udah gak sekeras kepala dulu. Lebih toleran sama klien. Brief dari bos dan Account kok bisa beda!
Dan masuk lagi sms dari Ling-Ling:
Aku sampai sekarang masih takut loh ntar freelance gimana. Tapi aku bakal lebih nyesel kalau gak nyoba sekarang.
Monday, March 24, 2008
Record of a Tenement Gentlemen - Untuk Apa Sempurna? Bag. 2
1947, seorang anak kecil berusia 6 tahun, tersesat di stasiun kereta api. Anak itu kemudian dibawa oleh seorang pria untuk dititipkan di rumah seorang janda. Janda berusia 70 tahunan itu menolak karena menganggap titipan itu sebagai beban. Apalagi di malam pertama, sang anak itu kencing di kasur.
Janda marah besar dan hendak mengusir anak kecil itu dari rumahnya selayaknya menghalau kucing yang hendak maling ikan. Kue yang enak dan hal pemberian tetangganya seolah tak pantas untuk diberikan kepada anak itu. Bahkan, janda itu menghina ayah sang anak karena menelantarkan anaknya sendiri di pinggir jalan.
Suatu saat, anak itu kembali dimarahi habis-habisan oleh janda itu karena dianggap mencuri manisan yang sedang dijemur. Anak itu berkali kali berkata bahwa dia bukan pencurinya. Sampai akhirnya, tetangga mendengar bentakan janda dan akhirnya mengaku bahwa tetangga itu lah yang mencuri manisan itu.
Di sore harinya, anak itu tiba tiba menghilang. Anehnya, sang janda kelimpungan mencari anak itu keliling kota. Tetangga dekatnya berkata "ini adalah berkah. Bukakah kamu selama ini tidak menghendakinya? Sekarang ia telah pergi." Dari wajahnya sang janda tampak sedih.
Di malam hari, anak itu kembali diantar oleh yang menemukannya saat pertama kali. Rupanya ia kabur ke stasiun kereta api tempat ia ditinggal oleh sang ayah. Tak dikira, sang janda tampak merindukannya. Ia bahkan menawarinya makan malam dan suasana berubah menjadi begitu hangat. Sang anak bahkan diminta untuk memijat sang janda. Mereka berdua tertawa terkikik-kikik mengingat saat awal-awal mereka berkenalan.
Namun kehangatan itu rupanya tak berlangsung lama. Sang ayah datang menjemput. Tak hanya menjemput, ia membawa sekarung kentang untuk sang janda seraya berterima kasih karena telah menjaga anaknya yang rupanya lepas dari genggamannya saat di stasiun. Bukan ditelantarkan. Ayah yang selama ini dihina oleh janda itu tampil sebagai sosok yang santun dan jauh dari kesan tidak bertanggung jawab.
Anak itu pun pergi bersama sang ayah. Meninggalkan janda seorang diri.
Kalau ada orang bilang, "Pergilah ke Roma sebelum wafat" maka sepantasnya ada yang bilang "Nontonlah Record of a Tenement Gentlemen sebelum wafat." Film arahan Yasujiro Ozu ini memang luar biasa menurut saya. Walau tidak dinilai sebagai masterpiece oleh para pakar film, tapi ini adalah film yang sangat menghibur dengan kesederhanaannya.
Di akhir film, tiba tiba saya merasakan ada yang panas di dalam sini. Dan menyambung tulisan sebelum ini, Untuk Apa Sempurna?, maka film ini jauh dari sempurna. Acting para pemain yang begitu kaku. Kamera yang tidak bergerak. Dan karena film ini dibuat tahun 1947, maka banyak gambar yang sudah mulai buram. Suaranya pun di beberapa bagian terdengar naik turun. Tidak ada aktor cantik dan ganteng. Tidak ada selebritis. Film ini tidak pernah menang Oscar.
Tapi untuk saya, film ini semakin tua semakin sempurna. Saya sampai menontonnya 6 kali. Berbanding terbalik dengan film Troy yang dibuat dengan demikan sempurna. Saya tertidur di dalam bioskop. Bahkan aktor dengan fisik sempurna macam Brad Pitt tidak dapat menolong. Dan apakah film, yang diusahakan untuk jadi sempurna ini bisa bertahan lebih dari 50 tahun seperti Record of a Tenement Gentlemen atau Tokyo Story?
Hanya waktu yang memang bisa menjawab. Tapi siapa mau nonton Troy dua kali?
Sunday, March 23, 2008
Untuk Apa Sempurna?
Sun Tzu Art of War, yang ditulis pada 512BC ini memang luar biasa. Melintasi ruang dan waktu berabad lamanya. Strategy perang yang dilandasi pada kehidupan manusia ini, menyampaikan kebenaran dan celah untuk menang bukan saja perang, tapi juga kehidupan.
Buku yang masih jadi pedoman banyak pelaku bisnis dunia ini, memberikan sebuah pedoman sederhana. Sebelum bisa memenangkan sebuah peperangan, pertarungan, perjuangan, perlawanan, pergulatan, ada dua hal yang sangat penting.
Pertama, kenali diri sendiri. Kedua, kenali lawan.
Dalam sebuah puisi barat yang saya sudah lupa siapa penulisnya dan apa judulnya, maklum puisi itu saya baca waktu saya masih kelas 2 SMP. Kalau sampai sekarang masih melekat di ingatan berarti kalimat itu memiliki kebenaran untuk saya., ada bait yang berkata:
"Tuhan ajari aku untuk semakin mengenal diri sendiri, karena mengenal diri sendiri adalah landasan pengetahuan."
Yang dalam interpretasi sederhana saya, sebelum kita bisa belajar tentang apapun, memahami makna kehidupan, mengerti segala hal dan lainnya, kita harus mengenal diri sendiri. Kedengarannya gampang, tapi bukankah ada pepatah yang bilang "buruk muka cermin dibelah."
Ketika kita mencoba mengenal diri sendiri, lebih sering kita melihat kerennya saja. Tapi begitu bagian buruknya, maka kita memilih untuk memalingkan muka atau berusaha untuk menutupinya. Menutupi dan bukan memperbaiki keburukan.
Buktinya, kalau ada sinetron atau film atau buku yang berusaha memaparkan realitas kehidupan orang Indonesia pasti langsung disembunyikan. Pramoedya, misteri SUPERSEMAR dan G30SPKI, misteri Mei 98 dan lainnya. Mungkin ini semua berawal dari pepatah Jawa: Ngono Yo Ngono Neng Ojo Ngono? Begitu ya begitu tapi jangan begitu.
Ada usaha untuk menutupi kebenaran. Untuk menampilkan hanya keindahan. Lebih baik indah tapi penuh tipu muslihat ketimbang kebenaran tapi buruk dilihat. Lebih baik tampil elok tapi perut lapar. Miskin di kantong tampil kaya di baju.
Saya jadi ingat, di suatu pagi Mbak Pargi pembantu kesayangan saya, pernah saya minta tolong untuk merapihkan kamar tidur tamu yang sudah saya jadikan gudang. Ketika pulang saya kagum bukan alang kepalang. Saya pun jadi makin sayang sama Mbak Pargi. Sampai kemudian seminggu berikutnya, saya hendak mencari barang di gudang itu. Alangkah terkejutnya saya, rupanya dibalik kerapihan itu semua tersimpan keberantakan yang luar biasa. Banyak barang-brang rongsokan yang harusnya sudah masuk ke tong sampah masih disimpan.
Ketimbang memilih untuk mengumpulkan barang-barang itu dan memperlihatkannya kepada saya untuk ditanyakan apakah harus dibuang atau disimpan, Mbak Pargi memilih untuk menyembunyikannya dibalik lukisan indah.
Pernah juga dalam sebuah presentasi pitching. Entah apa yang sedang merasuki saya, mendadak saya seolah memiliki ke-nekad-an untuk menyampaikan sejujurnya apa yang saya rasakan. Waktu itu meeting sedang panas karena klien menyatakan kalau pihak agency salah mempresentasikan visi dari brand. Saya kemudian bersuara "you are the owner of the brand. We are the agency. It's not agency's responsibility to tell you, your brand's vision. It's your brand. Not us, not them, but you. The future of the brand is in your hand. Agency can only share their thoughts and ideas on how can you reach your dream and vision for the brand.If you have no vision for the brand, how can you expect others to tell you?"
Ruangan sunyi senyap sesaat. Sampai President Director yang juga pemilik perusahaan raksasa itu meangguk-angguk dan kemudian meeting pun berakhir dengan dingin. Hasilnya jelas, agency kami pun kalah. Alasannya apalagi. Creative Directornya keras kepala.
Bayaran saya sebagai freelancer pun melayang dan saya menyesal. Menyesal karena menyampaikan apa yang menurut saya benar dengan sejujurnya. Menyesal karena saya tidak mentaati falsafah Jawa "Ngono Yo Ngono Neng Ojo Ngono". Menyesal karena besar kemungkinan apa yang saya sampaikan itu tidak masuk akal dan salah besar.
Dalam kesedihan itu saya pun curhat dengan seorang CD orang Malaysia yang saya hormati. Saya berpikir bahwa dia akan memarahi dan kemudian menasehati saya untuk tidak melakukannya di kemudian hari. Secara mengejutkan dia berkata "tell nothing but the truth. The truth on how you feel. You might be wrong, but hey, nothing is right or wrong. If you only be honest and truthfull to yourself and others, some will hate you but those who respect you will respect you forever."
Belum puas, saya berkeluh kesah lagi. Kali ini dengan CD lokal yang sangat saya hormati. Sontak dia berkata "ah loe sih! Yang loe omongin tuh bener aja, tapi kan belum jadi klien. Kalau masih pitching manis manis aja dulu. Nanti kalau udah dapet, baru deh pelan pelan tuh loe omongin pendapat loe." Prinsipnya sama dengan Mbak Pargi yang sedang membersihkan gudang.
Saya tidak ingin membandingkan mana yang benar dan mana yang salah. Keduanya pasti punya alasan dan pengalaman masing masing sehingga mereka bisa berpendapat demikian. Tapi yang hendak saya pertanyakan, bagaimana mungkin kita mengetahui siapa kita sebenarnya kalau banyak kenyataan ditutupi? Kalau hanya keindahan dan kesempurnaan yang ditampilkan. Padahal tidak ada yang sempurna di dunia. Satu satunya yang sempurna adalah ketidak sempurnaan itu sendiri.
Bunga di taman, setiap kelopaknya tidak ada yang sama. Sayap kupu-kupu tidak ada yang persis simetris. Bahkan tubuh manusia tidak ada yang sempurna. Bahkan operasi plastik tidak pernah ada yang sukses. Selalu terlihat aneh hasilnya. Mungkin Sang Pencipta hendak berkata "Kuciptakan manusia dan sekitarnya sempurna karena ketidak sempurnaan supaya mereka berkembang dan terus mencari arti kesempurnaan bagi mereka sendiri."
Kalau pas lagi jalan-jalan di EX banyak anak muda pasangan sedang pacaran. Mungkin akan terdengar sinis, tapi setiap kali saya melihat pasangan yang sempurna (yang laki necis tampan dan wangi, yang perempuan rambut tertata rapih, warna baju terkoordinasi, tas dan sepatu senada, dan lain-lain) saya selalu berpikir pasti ada yang tidak beres dalam hubungan mereka. Masing masing seolah sedang menjaga sikap agar mereka sempurna di depan pasangan masing-masing. Agar mereka tampil tanpa cacat cela, dengan harapan cinta mereka semakin tumbuh berkembang sampai ke pelaminan. Nanti kalau udah menikah, baru keluar aslinya.
Saya pernah membaca sebuah quote lagi
"Teratai terindah tumbuh dari lumpur yang kotor." Interpretasi saya, untuk menjadi tumbuh dan berkembang hanya dengan dan dari ketidaksempurnaan.
Buku yang masih jadi pedoman banyak pelaku bisnis dunia ini, memberikan sebuah pedoman sederhana. Sebelum bisa memenangkan sebuah peperangan, pertarungan, perjuangan, perlawanan, pergulatan, ada dua hal yang sangat penting.
Pertama, kenali diri sendiri. Kedua, kenali lawan.
Dalam sebuah puisi barat yang saya sudah lupa siapa penulisnya dan apa judulnya, maklum puisi itu saya baca waktu saya masih kelas 2 SMP. Kalau sampai sekarang masih melekat di ingatan berarti kalimat itu memiliki kebenaran untuk saya., ada bait yang berkata:
"Tuhan ajari aku untuk semakin mengenal diri sendiri, karena mengenal diri sendiri adalah landasan pengetahuan."
Yang dalam interpretasi sederhana saya, sebelum kita bisa belajar tentang apapun, memahami makna kehidupan, mengerti segala hal dan lainnya, kita harus mengenal diri sendiri. Kedengarannya gampang, tapi bukankah ada pepatah yang bilang "buruk muka cermin dibelah."
Ketika kita mencoba mengenal diri sendiri, lebih sering kita melihat kerennya saja. Tapi begitu bagian buruknya, maka kita memilih untuk memalingkan muka atau berusaha untuk menutupinya. Menutupi dan bukan memperbaiki keburukan.
Buktinya, kalau ada sinetron atau film atau buku yang berusaha memaparkan realitas kehidupan orang Indonesia pasti langsung disembunyikan. Pramoedya, misteri SUPERSEMAR dan G30SPKI, misteri Mei 98 dan lainnya. Mungkin ini semua berawal dari pepatah Jawa: Ngono Yo Ngono Neng Ojo Ngono? Begitu ya begitu tapi jangan begitu.
Ada usaha untuk menutupi kebenaran. Untuk menampilkan hanya keindahan. Lebih baik indah tapi penuh tipu muslihat ketimbang kebenaran tapi buruk dilihat. Lebih baik tampil elok tapi perut lapar. Miskin di kantong tampil kaya di baju.
Saya jadi ingat, di suatu pagi Mbak Pargi pembantu kesayangan saya, pernah saya minta tolong untuk merapihkan kamar tidur tamu yang sudah saya jadikan gudang. Ketika pulang saya kagum bukan alang kepalang. Saya pun jadi makin sayang sama Mbak Pargi. Sampai kemudian seminggu berikutnya, saya hendak mencari barang di gudang itu. Alangkah terkejutnya saya, rupanya dibalik kerapihan itu semua tersimpan keberantakan yang luar biasa. Banyak barang-brang rongsokan yang harusnya sudah masuk ke tong sampah masih disimpan.
Ketimbang memilih untuk mengumpulkan barang-barang itu dan memperlihatkannya kepada saya untuk ditanyakan apakah harus dibuang atau disimpan, Mbak Pargi memilih untuk menyembunyikannya dibalik lukisan indah.
Pernah juga dalam sebuah presentasi pitching. Entah apa yang sedang merasuki saya, mendadak saya seolah memiliki ke-nekad-an untuk menyampaikan sejujurnya apa yang saya rasakan. Waktu itu meeting sedang panas karena klien menyatakan kalau pihak agency salah mempresentasikan visi dari brand. Saya kemudian bersuara "you are the owner of the brand. We are the agency. It's not agency's responsibility to tell you, your brand's vision. It's your brand. Not us, not them, but you. The future of the brand is in your hand. Agency can only share their thoughts and ideas on how can you reach your dream and vision for the brand.If you have no vision for the brand, how can you expect others to tell you?"
Ruangan sunyi senyap sesaat. Sampai President Director yang juga pemilik perusahaan raksasa itu meangguk-angguk dan kemudian meeting pun berakhir dengan dingin. Hasilnya jelas, agency kami pun kalah. Alasannya apalagi. Creative Directornya keras kepala.
Bayaran saya sebagai freelancer pun melayang dan saya menyesal. Menyesal karena menyampaikan apa yang menurut saya benar dengan sejujurnya. Menyesal karena saya tidak mentaati falsafah Jawa "Ngono Yo Ngono Neng Ojo Ngono". Menyesal karena besar kemungkinan apa yang saya sampaikan itu tidak masuk akal dan salah besar.
Dalam kesedihan itu saya pun curhat dengan seorang CD orang Malaysia yang saya hormati. Saya berpikir bahwa dia akan memarahi dan kemudian menasehati saya untuk tidak melakukannya di kemudian hari. Secara mengejutkan dia berkata "tell nothing but the truth. The truth on how you feel. You might be wrong, but hey, nothing is right or wrong. If you only be honest and truthfull to yourself and others, some will hate you but those who respect you will respect you forever."
Belum puas, saya berkeluh kesah lagi. Kali ini dengan CD lokal yang sangat saya hormati. Sontak dia berkata "ah loe sih! Yang loe omongin tuh bener aja, tapi kan belum jadi klien. Kalau masih pitching manis manis aja dulu. Nanti kalau udah dapet, baru deh pelan pelan tuh loe omongin pendapat loe." Prinsipnya sama dengan Mbak Pargi yang sedang membersihkan gudang.
Saya tidak ingin membandingkan mana yang benar dan mana yang salah. Keduanya pasti punya alasan dan pengalaman masing masing sehingga mereka bisa berpendapat demikian. Tapi yang hendak saya pertanyakan, bagaimana mungkin kita mengetahui siapa kita sebenarnya kalau banyak kenyataan ditutupi? Kalau hanya keindahan dan kesempurnaan yang ditampilkan. Padahal tidak ada yang sempurna di dunia. Satu satunya yang sempurna adalah ketidak sempurnaan itu sendiri.
Bunga di taman, setiap kelopaknya tidak ada yang sama. Sayap kupu-kupu tidak ada yang persis simetris. Bahkan tubuh manusia tidak ada yang sempurna. Bahkan operasi plastik tidak pernah ada yang sukses. Selalu terlihat aneh hasilnya. Mungkin Sang Pencipta hendak berkata "Kuciptakan manusia dan sekitarnya sempurna karena ketidak sempurnaan supaya mereka berkembang dan terus mencari arti kesempurnaan bagi mereka sendiri."
Kalau pas lagi jalan-jalan di EX banyak anak muda pasangan sedang pacaran. Mungkin akan terdengar sinis, tapi setiap kali saya melihat pasangan yang sempurna (yang laki necis tampan dan wangi, yang perempuan rambut tertata rapih, warna baju terkoordinasi, tas dan sepatu senada, dan lain-lain) saya selalu berpikir pasti ada yang tidak beres dalam hubungan mereka. Masing masing seolah sedang menjaga sikap agar mereka sempurna di depan pasangan masing-masing. Agar mereka tampil tanpa cacat cela, dengan harapan cinta mereka semakin tumbuh berkembang sampai ke pelaminan. Nanti kalau udah menikah, baru keluar aslinya.
Saya pernah membaca sebuah quote lagi
"Teratai terindah tumbuh dari lumpur yang kotor." Interpretasi saya, untuk menjadi tumbuh dan berkembang hanya dengan dan dari ketidaksempurnaan.
Thursday, March 13, 2008
Terbikin Bukan Dibikin
Mulai dari temen-temen di dunia iklan, dunia film, dunia bank, seniman, pemilik restoran sampai supir taksi pernah bertanya kepada gue "wah kenapa gak buka agency sendiri aja?" atau "tinggal tunggu buka agency sendiri nih!' atau "sama temen-temen mending loe buka agency deh!"
Untuk sesaat pertanyaan itu kesannya masuk akal dan seru. Gila aja, siapa gak mau punya agency sendiri. Apalagi kalau pake nama sendiri macam Ogilvy, Leo Burnett, Coleman & Handoko, dan lain-lain. Terkenal dan punya banyak uang. Apalagi kalau karya-karyanya dapet penghargaan, meningkatkan sales, brand dan semua yang ideal. Saking ideal sampai mimpi pun tak berani.
Selama ini, jawaban yang gue kasih selalu sekenanya. "Ah belum waktunya" atau "nanti lah..." atau "loe duluan deh..." dan banyak lagi jawaban basa basi yang gue sendiri sering bosan ngedengerinnya.
Ada satu pertanyaan yang selama ini selalu menggantung di kepala gue "negara ini butuh berapa advertising agency? wong yang ada sekarang aja pada sekarat kok!" Sama kalau pas gue jalan-jalan ke Pasaraya. Melihat tumpukan baju-baju berlimpah ruah menanti pembeli bikin gue sering ngenes. "Berapa banyak baju yang dibutuhkan negara ini?"
Dan herannya, merek-merek baju baru tetap bermunculan. Agency-agency baru tetap buka.
Tahun lalu ada sekitar 8 teman gue yang buka agency. Berarti kalau di rata-rata dalam setiab bulan hampir ada satu agency yang baru buka.
Yang serunya, dari 8 yang baru buka itu, ada yang masih bertahan, ada yang hampir tutup, ada yang lagi bingung cari klien, dan ada yang sama sekali gak tau mesti ngapain. Dan ada juga yang entah memperluas bidang usaha sampai ke event organizer atau bahkan ngurusin kawinan! Bingungnya, lah waktu tahun lalu seru-seruan mau buka agency itu, perhitungannya gimana? Kok udah sewa tempat dan beli Mac segitu banyak? Kok udah berani hire karyawan? Uang dari investor emang gak mesti dipertanggung jawabkan? Atau gak ada tanggung jawab sama sekali?
Atau mungkin karena gue bukan otak bisnis, gak ngerti soal gini-ginian?
Dan teteup, salah satu pemilik agency yang baru yang hampir wasallam itu bilang ke gue "mendingan loe buka agency! sukses pasti!" Sama seperti orang yang matanya berair karena makan mangga keaseman dan bilang "eh makan deh ini mangga, manis!'
Melihat keadaan sekarang, di mana agency pada berebut klien dan ngos-ngosan, wajar kayaknya kalau gue berpendapat, kalau mau buka agency untuk cari uang, lebih baik jualan pisang goreng ponti! Kabarnya ada yang bisa dapet laba bersih 75-100 juta per bulan!
Alhamdulillah, selama ini uang gak pernah terlalu bermasalah untuk gue. Tidak lebih tidak kurang. Cukup. Emang gak pengen dapet uang lebih? Yang pengen dong! Tapi kalau mau nurutin pengen, gak pernah cukup. Kalau gak pernah cukup, gue gak pernah bersyukur. Kalau gak pernah bersyukur nanti Yang Di Atas marah.
Jelas, dapat uang lebih bukan motivasi yang pas untuk gue.
Pengen terkenal dan menang awards? Untuk apa buka agency. Begitu gampang untuk terkenal dan menang awards. Pertanyaannya, kalau sudah terkenal dan menang awards terus mau apa lagi? Lebih terkenal dan menang lebih banyak lagi? Buat apa? Kapan cukupnya? Dan selama gak pernah cukup selamanya gak pernah bersyukur bukan?
Seorang temen deket, yang sangat judes dan tajam pernah bilang ke gue kalau agency itu bukan untuk dibikin tapi harus terbikin.
Gini penjelasannya:
"Kalau BIKIN agency itu, agencynya ada dulu terus baru loe bikin kebutuhannya. Sewa aja kantor dulu, beli komputer dulu, bayar orang dan lain-lain. Abis itu baru pusing cari klien. Kalau ada sih ya bagus tapi yang udah establish aja susah cari klien kok. Sementara modal udah keluar dan terus keluar. Siapa tahan? Sebentar lagi juga tutup.
Tapi kalau terbikin, agency nya itu ada karena kebutuhan. Misalnya loe mulai sendiri dengan satu komputer, terus permintaan dari klien bertambah, terus loe mulai tambah komputer, mulai tambah orang dan seterusnya. Lama-lama semakin besar. Intinya kebutuhan yang membuat loe bikin agency. Ini yang akan tahan lama.
Sama seperti riak air pas batu dilempar ke danau yang tenang. Mulainya dari satu riak kecil untuk kemudian melebar. Itu satu-satunya, satu-satunya, satu-satunya cara untuk mencapai sesuatu. Gak ada cara lain."
Untuk sesaat pertanyaan itu kesannya masuk akal dan seru. Gila aja, siapa gak mau punya agency sendiri. Apalagi kalau pake nama sendiri macam Ogilvy, Leo Burnett, Coleman & Handoko, dan lain-lain. Terkenal dan punya banyak uang. Apalagi kalau karya-karyanya dapet penghargaan, meningkatkan sales, brand dan semua yang ideal. Saking ideal sampai mimpi pun tak berani.
Selama ini, jawaban yang gue kasih selalu sekenanya. "Ah belum waktunya" atau "nanti lah..." atau "loe duluan deh..." dan banyak lagi jawaban basa basi yang gue sendiri sering bosan ngedengerinnya.
Ada satu pertanyaan yang selama ini selalu menggantung di kepala gue "negara ini butuh berapa advertising agency? wong yang ada sekarang aja pada sekarat kok!" Sama kalau pas gue jalan-jalan ke Pasaraya. Melihat tumpukan baju-baju berlimpah ruah menanti pembeli bikin gue sering ngenes. "Berapa banyak baju yang dibutuhkan negara ini?"
Dan herannya, merek-merek baju baru tetap bermunculan. Agency-agency baru tetap buka.
Tahun lalu ada sekitar 8 teman gue yang buka agency. Berarti kalau di rata-rata dalam setiab bulan hampir ada satu agency yang baru buka.
Yang serunya, dari 8 yang baru buka itu, ada yang masih bertahan, ada yang hampir tutup, ada yang lagi bingung cari klien, dan ada yang sama sekali gak tau mesti ngapain. Dan ada juga yang entah memperluas bidang usaha sampai ke event organizer atau bahkan ngurusin kawinan! Bingungnya, lah waktu tahun lalu seru-seruan mau buka agency itu, perhitungannya gimana? Kok udah sewa tempat dan beli Mac segitu banyak? Kok udah berani hire karyawan? Uang dari investor emang gak mesti dipertanggung jawabkan? Atau gak ada tanggung jawab sama sekali?
Atau mungkin karena gue bukan otak bisnis, gak ngerti soal gini-ginian?
Dan teteup, salah satu pemilik agency yang baru yang hampir wasallam itu bilang ke gue "mendingan loe buka agency! sukses pasti!" Sama seperti orang yang matanya berair karena makan mangga keaseman dan bilang "eh makan deh ini mangga, manis!'
Melihat keadaan sekarang, di mana agency pada berebut klien dan ngos-ngosan, wajar kayaknya kalau gue berpendapat, kalau mau buka agency untuk cari uang, lebih baik jualan pisang goreng ponti! Kabarnya ada yang bisa dapet laba bersih 75-100 juta per bulan!
Alhamdulillah, selama ini uang gak pernah terlalu bermasalah untuk gue. Tidak lebih tidak kurang. Cukup. Emang gak pengen dapet uang lebih? Yang pengen dong! Tapi kalau mau nurutin pengen, gak pernah cukup. Kalau gak pernah cukup, gue gak pernah bersyukur. Kalau gak pernah bersyukur nanti Yang Di Atas marah.
Jelas, dapat uang lebih bukan motivasi yang pas untuk gue.
Pengen terkenal dan menang awards? Untuk apa buka agency. Begitu gampang untuk terkenal dan menang awards. Pertanyaannya, kalau sudah terkenal dan menang awards terus mau apa lagi? Lebih terkenal dan menang lebih banyak lagi? Buat apa? Kapan cukupnya? Dan selama gak pernah cukup selamanya gak pernah bersyukur bukan?
Seorang temen deket, yang sangat judes dan tajam pernah bilang ke gue kalau agency itu bukan untuk dibikin tapi harus terbikin.
Gini penjelasannya:
"Kalau BIKIN agency itu, agencynya ada dulu terus baru loe bikin kebutuhannya. Sewa aja kantor dulu, beli komputer dulu, bayar orang dan lain-lain. Abis itu baru pusing cari klien. Kalau ada sih ya bagus tapi yang udah establish aja susah cari klien kok. Sementara modal udah keluar dan terus keluar. Siapa tahan? Sebentar lagi juga tutup.
Tapi kalau terbikin, agency nya itu ada karena kebutuhan. Misalnya loe mulai sendiri dengan satu komputer, terus permintaan dari klien bertambah, terus loe mulai tambah komputer, mulai tambah orang dan seterusnya. Lama-lama semakin besar. Intinya kebutuhan yang membuat loe bikin agency. Ini yang akan tahan lama.
Sama seperti riak air pas batu dilempar ke danau yang tenang. Mulainya dari satu riak kecil untuk kemudian melebar. Itu satu-satunya, satu-satunya, satu-satunya cara untuk mencapai sesuatu. Gak ada cara lain."
Tuesday, March 11, 2008
Aku Yakin
masih banyak malaikat berterbangan di luar sana
yang akan membantu teman kita ray.
dari sejak pertama aku posting poster ray,
sudah terkumpul uang lebih dari Rp 50 juta rupiah
bahkan dari orang-orang yang selama ini belum aku kenal.
alhamdulillah! alhamdulillah!
tuhan maha baik. tuhan maha pemurah.
teman-teman,
keadaan ray memang belum membaik,
karenanya aku pengen mengimbau supaya
mengforward poster ray ini ke mana pun.
facebook, multiply, friendster, dan lain-lain.
kita gak pernah tau,
ada banyak malaikat berterbangan di luar sana.
kali-kali poster ray bisa sampai ke tangannya
dan ray pun bisa selamat dan sehat kembali.
amin.
glenn
NB:
dari Alia:
Temans,
tadi aku sms-an ama Linda dan kalau mau nyumbang bisa juga langsung ke BCA-nya Ray.
Account bca-nya : 2300 326 326
Atas nama : Reinald A. Doodoh
yang akan membantu teman kita ray.
dari sejak pertama aku posting poster ray,
sudah terkumpul uang lebih dari Rp 50 juta rupiah
bahkan dari orang-orang yang selama ini belum aku kenal.
alhamdulillah! alhamdulillah!
tuhan maha baik. tuhan maha pemurah.
teman-teman,
keadaan ray memang belum membaik,
karenanya aku pengen mengimbau supaya
mengforward poster ray ini ke mana pun.
facebook, multiply, friendster, dan lain-lain.
kita gak pernah tau,
ada banyak malaikat berterbangan di luar sana.
kali-kali poster ray bisa sampai ke tangannya
dan ray pun bisa selamat dan sehat kembali.
amin.
glenn
NB:
dari Alia:
Temans,
tadi aku sms-an ama Linda dan kalau mau nyumbang bisa juga langsung ke BCA-nya Ray.
Account bca-nya : 2300 326 326
Atas nama : Reinald A. Doodoh
Monday, March 10, 2008
Keadaan Ray Melemah
Teman-teman,
barusan dapat kabar dari ayah Ray
keadaan Ray memburuk.
Tak ada pilihan lain untuk dikemoterapi dulu.
Tapi keuangan belum mencukupi.
Buat teman-teman yang ingin menyumbang,
harap mentransfer segera.
Semakin cepat semakin baik
sebelum terlambat.
PT. Brainstorm Communications
Bank Niaga Cab. Mahakam
Jl.Mahakam I No.14 Jakarta
Acc. No : 903.02.00226.00.0 (USD)
Niaga Swift Code : BNIAIDJA
Acc. No : 903.01.00122.00.5 (IDR)
Terima kasih.
Glenn
barusan dapat kabar dari ayah Ray
keadaan Ray memburuk.
Tak ada pilihan lain untuk dikemoterapi dulu.
Tapi keuangan belum mencukupi.
Buat teman-teman yang ingin menyumbang,
harap mentransfer segera.
Semakin cepat semakin baik
sebelum terlambat.
PT. Brainstorm Communications
Bank Niaga Cab. Mahakam
Jl.Mahakam I No.14 Jakarta
Acc. No : 903.02.00226.00.0 (USD)
Niaga Swift Code : BNIAIDJA
Acc. No : 903.01.00122.00.5 (IDR)
Terima kasih.
Glenn
Thursday, March 06, 2008
Tuesday, March 04, 2008
Sunday, March 02, 2008
The Pathetic Sonata for Freelancer
Pernah ada yang komplen ke gue:
"ah loe selalu cuma ngasih tau yang enak-enaknya aja jadi freelancer.
yang gak enak-nya sedikit banget.
gak sebanding tau!
kan kita jadi tergiur tapi terus jebakan betmen!"
OK!
Sekarang hari Minggu jam 02.05 pagi.
Gue masih di depan laptop ditemani TV.
Si Boy Noya, presenter Bangka-Ambon itu
lagi nyerocos MetroSport jadi background.
Gue belum bisa tidur,
karena besok jam 16.00 sore
gue mesti present ide dan storyline(S) ke agency.
Brief-nya beneran kompleks dan
memang gak bisa dibikin lebih sederhana.
Gak bisa komplen karena brief ini sudah disetujui
secara GLOBAL!
Gue belum ketemu ide.
Mau brainstorming sama siapa ya?
Laptop gue pasti udah bosan dengerin gue ngomong sendiri.
Internet udah habis gue buka semua.
Telepon temen? Bisa dimaki.
YM list gue udah gak ada yang available.
Mau mundur? Bilang "sorry ad people. i have no idea!"
Mereka akan bilang "oh ok... bye!"
Artinya bulan ini gak ada pemasukan dong.
Hidup pake apa?
Berarti suka gak suka, mau gak mau, harus ada ide.
Dan gue belum ketemu ide sama sekali!
Ingatan gue melayang ke zaman waktu jadi karyawan.
Enak banget, bisa punya temen untuk brainstorming.
Pun kalau idenya jelek, ada CD atau ECD untuk jadi bumper.
Gak mungkin ngerasa sendiri kayak malam ini.
Gue juga masih inget saat masih jadi karyawan.
Bisa sms-an sama Yoga, partner copywriter gue,
janjian untuk dateng pagi dan tukeran ide.
Beban jadi gak terlalu berat rasanya.
Atau sekedar sms ke Account Director,
minta dia dateng pagian biar bisa ngobrolin briefnya lagi.
Bahkan kalau perlu peres juga ide dia.
Harmonis dan damai banget rasanya.
Gak perlu juga mikirin soal pemasukan.
Mau gak mau, suka gak suka,
tiap tanggal 25 pasti ada yang transfer uang.
Tenang dan mapan hidup ini rasanya.
Bisa jadi pikiran gue gak akan sebuntu ini.
Karena kalau karyawan sering ada training,
ada buku-buku baru, ada kiriman porto regional,
bisa minta saran ke Canada lah, Singapore lah,
bahkan berhubungan dengan ECD-ECD kelas dunia.
Jadi merasa gak sendirian.
Namanya hidup, gak mungkin sempurna.
Diantara semua derita jadi freelancer,
buat gue yang paling 'dalem' adalah
perasaan sendiri.
Bukan kesepian. Tapi sendiri.
Terus, gue buka website www.freelancerandco.com
Wesbite yang selama ini gue dan Herman urus.
Agak menghibur melihat wajah-wajah teman-teman freelancer-freelancer lain-lain.
"Pada pinter gaya ya, temen-temen itu!" Kata gue dalam hati.
Setidaknya, gue merasa bahwa di kamar-kamar di kota Jakarta ini,
ada teman-teman yang lagi tidur.
Akhirnya gue menyalakan rokok dan beranjak ke balkon.
Kota Jakarta lagi tertidur dengan tenangnya.
Angin dingin mengelus rasa sendiri tanpa ampun.
Gue melihat ke atas.
Langit pun ikutan sepi.
Kata orang, Tuhan selalu mengajak umatnya
untuk melihat berbagai hal dari berbagai sudut pandang.
Malam ini, hati gue seolah berkata:
"Dalam kesunyian, bisa ada keindahan.
Dalam kesepian, bisa ada cinta.
Dalam kesendirian, bisa mengenal diri sendiri."
"ah loe selalu cuma ngasih tau yang enak-enaknya aja jadi freelancer.
yang gak enak-nya sedikit banget.
gak sebanding tau!
kan kita jadi tergiur tapi terus jebakan betmen!"
OK!
Sekarang hari Minggu jam 02.05 pagi.
Gue masih di depan laptop ditemani TV.
Si Boy Noya, presenter Bangka-Ambon itu
lagi nyerocos MetroSport jadi background.
Gue belum bisa tidur,
karena besok jam 16.00 sore
gue mesti present ide dan storyline(S) ke agency.
Brief-nya beneran kompleks dan
memang gak bisa dibikin lebih sederhana.
Gak bisa komplen karena brief ini sudah disetujui
secara GLOBAL!
Gue belum ketemu ide.
Mau brainstorming sama siapa ya?
Laptop gue pasti udah bosan dengerin gue ngomong sendiri.
Internet udah habis gue buka semua.
Telepon temen? Bisa dimaki.
YM list gue udah gak ada yang available.
Mau mundur? Bilang "sorry ad people. i have no idea!"
Mereka akan bilang "oh ok... bye!"
Artinya bulan ini gak ada pemasukan dong.
Hidup pake apa?
Berarti suka gak suka, mau gak mau, harus ada ide.
Dan gue belum ketemu ide sama sekali!
Ingatan gue melayang ke zaman waktu jadi karyawan.
Enak banget, bisa punya temen untuk brainstorming.
Pun kalau idenya jelek, ada CD atau ECD untuk jadi bumper.
Gak mungkin ngerasa sendiri kayak malam ini.
Gue juga masih inget saat masih jadi karyawan.
Bisa sms-an sama Yoga, partner copywriter gue,
janjian untuk dateng pagi dan tukeran ide.
Beban jadi gak terlalu berat rasanya.
Atau sekedar sms ke Account Director,
minta dia dateng pagian biar bisa ngobrolin briefnya lagi.
Bahkan kalau perlu peres juga ide dia.
Harmonis dan damai banget rasanya.
Gak perlu juga mikirin soal pemasukan.
Mau gak mau, suka gak suka,
tiap tanggal 25 pasti ada yang transfer uang.
Tenang dan mapan hidup ini rasanya.
Bisa jadi pikiran gue gak akan sebuntu ini.
Karena kalau karyawan sering ada training,
ada buku-buku baru, ada kiriman porto regional,
bisa minta saran ke Canada lah, Singapore lah,
bahkan berhubungan dengan ECD-ECD kelas dunia.
Jadi merasa gak sendirian.
Namanya hidup, gak mungkin sempurna.
Diantara semua derita jadi freelancer,
buat gue yang paling 'dalem' adalah
perasaan sendiri.
Bukan kesepian. Tapi sendiri.
Terus, gue buka website www.freelancerandco.com
Wesbite yang selama ini gue dan Herman urus.
Agak menghibur melihat wajah-wajah teman-teman freelancer-freelancer lain-lain.
"Pada pinter gaya ya, temen-temen itu!" Kata gue dalam hati.
Setidaknya, gue merasa bahwa di kamar-kamar di kota Jakarta ini,
ada teman-teman yang lagi tidur.
Akhirnya gue menyalakan rokok dan beranjak ke balkon.
Kota Jakarta lagi tertidur dengan tenangnya.
Angin dingin mengelus rasa sendiri tanpa ampun.
Gue melihat ke atas.
Langit pun ikutan sepi.
Kata orang, Tuhan selalu mengajak umatnya
untuk melihat berbagai hal dari berbagai sudut pandang.
Malam ini, hati gue seolah berkata:
"Dalam kesunyian, bisa ada keindahan.
Dalam kesepian, bisa ada cinta.
Dalam kesendirian, bisa mengenal diri sendiri."
Subscribe to:
Posts (Atom)