Wednesday, December 08, 2010

Dalam Hati Saja


Citra Pariwara tahun ini menyisakan sebuah kenangan tersendiri bagi saya. Bukan soal menang kalah. Yang pasti tahun ini saya bersyukur bahwa saya tidak sendiri. Saya punya teman-teman yang selalu bersama. Saat susah maupun senang seperti malam itu. Ijinkan saya untuk mengenangnya.

Monday, December 06, 2010

Catatan Pribadi Citra Pariwara 2010

Citra Pariwara baru saja berakhir. Acara nasional dunia periklanan yang tahun ini baru saja berganti pengurus, menyimpan banyak pelajaran buat saya pribadi. Sekedar info, tahun ini saya dipilih menjadi ketua juri panel 3, yang berarti menjadi juri seleksi 10 Daun Muda, pemenang BG Awards, dan Special Category.

1. Daun Muda dan BG Awards

Ada banyak hal yang bisa dicatat dari penjurian tahun ini. Akan tetapi yang paling berkesan buat saya adalah bagaimana mahasiswa terlihat dengan luwes dan cerdas "menggalang" masa/komunitas untuk kemudian melakukan sesuatu bersama-sama.

Saya tidak akan pernah bisa melupakan kampanye/program "Hand A Book" karya mahasiswa Universitas Gajah Mada. Program ini dimulai dengan adanya masalah/kasus mahalnya dan langkanya buku untuk mahasiswa. Dengan cerdas, mereka menjadi penengah untuk menghubungkan alumni dan kakak kelas untuk menyumbangkan buku bekas mereka. Hand A Book menjadi semacam perantara. Ide sederhana yang berguna dan bisa terus berjalan. Bahkan bukan tidak mungkin suatu saat akan menjadi sumber bisnis bagi pembuatnya.

Seandainya saya menjadi juri Citra Pariwara tahun 2009, dan Hand A Book menjadi peserta kategori umum, maka dengan legawa saya akan memenangkannya dibanding Bolbal. Untuk sebuah alasan sederhana, Hand A Book memiliki usia lebih panjang, bahkan hidup selamanya. Tidak setiap hari kita bisa mendapatkan ide cemerlang seperti ini.

Pada saat penjurian, dengan juri-juri yang begitu kritis, tidak ada satupun yang bisa menemukan cacat cela di kampanye ini. Selamat!



Penjurian alot terjadi pada Daun Muda. Mencari 10 finalis ternyata tidak semudah diduga. Kesepuluh finalis di tahap awal, mendadak rontok satu persatu setelah dirundingkan dan dibongkar dengan seksama. Menyisakan 5 finalis saja. Dengan sangat menyesal, saya harus sampaikan ke-5 finalis lainnya adalah hasil "katrolan".

Pemenang Daun Muda tahun ini adalah pemenang juga di ronde sebelumnya. Keempat juri, karena saya harus meninggalkan ruangan, menempatkan "Segayung untuk Sesama" karya Audy dan Mellisa pada peringkat pertama. Catatan: saya diminta untuk meninggalkan ruangan karena pada saat brief Daun Muda diturunkan, saya sedang bekerja freelance di Saatchi & Saatchi tempat Audy dan Mellisa bekerja.

2. Apa itu "People Movement"?

Di tengah penjurian, mendadak salah satu juri tersadar dan bertanya ke forum "apa sih people movement? kriterianya apa?" Kami semua pun tersentak. Mengapa 'People Movement' menjadi penting, karena inilah inti dari brief yang diberikan kepada Daun Muda maupun BG. Bagaimana mungkin juri bisa menilai kalau pemahaman akan arti 'People Movement' masih berbeda-beda.

Bertanya kepada Mr. Google. Apa daya, kalimat 'People Movement' tidak memberikan hasil yang berarti. Alhasil, kami mengambil kesepakatan, 'People Movement' adalah sebuah kampanye yang membutuhkan peran dan partisipasi publik dan atau komunitas untuk kehidupannya. 'People Movement' adalah soal menggerakan orang agar mau mendukung ide yang ditawarkan agar bisa bergulir.

Ilustrasinya, katakanlah ada 10 orang, maka 10 orang tersebut memegang sekeping puzzle dan ketika 10 orang itu berkumpul, maka sebuah gambar besar pun akan terbentuk. Bukan menawarkan sebuah gambar besar dan kemudian baru mengundang orang untuk mengambil kepingan dari gambar itu. Yang kedua ini, di tulisan kali ini akan saya sebut 'conventional advertising'.

Setelahnya, seperti bisa diduga, berguguran lah satu persatu peserta. Ada yang sudah menciptakan 'produk' yang baik dan berguna untuk orang, akan tetapi tidak memerlukan partisipasi publik selain sebagai penikmat. Atau kampanye layanan masyarakat biasa yang dilakukan dengan menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter dan lain-lain.

Salah satu bentuk 'People Movement' yang sederhana dan jelas adalah "Ganesha in Wonderland'. Kampanye ini mengundang mahasiswa ITB untuk menyambung kalimat-kalimat sesuka hatinya untuk kemudian membentuk sebuah cerita panjang. Cerita panjang yang lucu, menghibur dan tak terduga dan dibuat oleh peran serta berbagai mahasiswa.

Sangat sederhana dan tanpa penggunaan media sosial yang tidak perlu, kampanye ini berhasil mendemonstrasikan 'People Movement' secara tepat.

3. Dunia Baru Telah Datang

Apa yang dibicarakan sepuluh tahun yang lalu, kini mulai terlihat embrio-nya. Bagaimana mahasiwa, penerus periklanan Indonesia, tampak begitu paham dan luwes untuk mengejawantahkan arti 'People Movement'. Mahasiswa yang memang masih hidup secara berkomunitas, dengan mudah untuk menggalang peran serta.

Berbeda dengan kita, yang sudah lebih dewasa, kini hidup dalam kesoliteran. Hari-hari kita dipenuhi dengan mendengarkan iPod, internet, kesibukan sehari-hari dan lainnya yang seolah menutup segala rasa dan empati pada sekitar. Kita terlalu sibuk dengan diri kita sendiri.

Sementara dunia baru periklanan di Indonesia, membutuhkan kepekaan pada manusia dan kemanusiaannya. Inilah saatnya untuk kita berubah. Perubahan yang sering didengungkan belakangan ini, saya hayati sebagai perubahan untuk semakin memperhatikan sekitar kita. Untuk semakin menyadari bahwa kita manusia sosial. Kita membutuhkan satu sama lain. Kita mendengarkan satu sama lain. Dan di atas segalanya, kita tak punya pilihan lain untuk hidup bersama.

Saya ingat, sekitar 10 tahun yang lalu, saat sedang mengerjakan sebuah pitch untuk kampanye donasi sekolah, Nani Buntarian pernah menulis sebuah headline yang sampai sekarang tak pernah saya lupakan.

"Kalau Anak Anda Harus Punya Masa Depan, Bukan Anak Anda Saja yang Harus Sekolah"

Inilah buat saya yang menjadi jiwa dari 'People Movement'. Tidak lebih tidak kurang.