Saturday, October 29, 2005

Buat yang ngerayain Lebaran...

Image hosted by Photobucket.com

FINALIS KPK-KOMPAS-CCI

Image hosted by Photobucket.com

Banyak yang sebel, bete, marah, kesel, kecewa sama CCI
karena keterlambatan pengumuman finalis.
Tapi ya... gimana... ada kejadian-kejadian di luar perhitungan
yang memaksa keterlambatan ini.

Sekarang, udah di umumin,
pasti banyak yang sebel, bete, marah, kesel kecewa sama CCI
karena kok finalisnya begitu amat sih!
Gak ngejawab brief, gak baru, kuno!
Tapi ya... gimana... dari semua yang masuk,
yang paling deket sama yang dicari memang inilah.

Selamat buat semua!

Thursday, October 27, 2005

This Shattering Moment...

Image hosted by Photobucket.com

Waiting with hope.
So much hope.
And anticipation.
To see and feel it grows.
And to nurture the future.

Tuesday, October 25, 2005

Aren't We All Miss Home?

You are right! Pepperidge Farm cookies are just sensational.
But what made me cry when my grand mother passed away?
The fear of missing her or missing the home made cookies?

Call Raffles, the best hotel noted by all magazine.
But I always wonder why my home crisp bed,
cleaned and neaten by Mbak Pargi every morning
elegantly put me into a deep sleep faster?

Tivoli, the seven wonder garden on earth.
But can any garden beat the beauty
of the leaves, flowers and soil touched by my mother's hand
every morning?

Again you are right!
Ogilvy, Lowe, Cabe Rawit, Advis,
McCann, Dentsu, Perwanal, Euro KL
are just the best agencies in this country that I had worked with.
But can any agencies beat the joy
of having a morning brainstorming with
Homemade cookies on a homemade bed in front
of a home-arranged garden?
With our own closest and caring friends?

Dear Friends,
have a safe trip 'pulang kampung'.
Send my regards to all of yours and home.
Let us value this place called home.
For a home will keep you warm and human.
For good.

Minal Aidin Walfaidzin.

Ramalan Warna Tahun 2006

Image hosted by Photobucket.com

Sunday, October 23, 2005

Kali ini, untuk Indonesia...

Image hosted by Photobucket.com

Akhirnya bikin PSA juga.
Setelah beberapa kali
menolak dengan alasan
udah banyak yang bikin.

Dibantu Bain, Ree, Cecil dan Yuli,
kita berniat bikin iklan yang
bisa sedikit menyemangati
kita semua sebagai orang Indonesia.

Di tengah himpitan ekonomi.
Setelah dihajar badai dan bom.
Ketika nilai rupiah gak ada artinya lagi.
Bagaimana kita bisa bertahan di era
yang disebut-sebut sebagai era globalisasi.

Seperti dua kerjaan kita sebelumnya,
kali ini pun masih menggunakan tangan-tangan
penuh berkah dari Cecil dan Yuli.

Kita merasa,
kalau mau ngomong Indonesia
harusnya kita menonjolkan
kekuatan tangan.
Indonesia terkenal karena kerajinan tangannya.
Bukan karena kecanggihan teknologi.
Kita punya banyak ilustrator, pelukis dan tukang gambar.
Beragam gaya tersedia. Dan bagus-bagus!

Our friends,
we know that this is not a simple job.
We know the world out there may not hear us.
But we believe,
someone greater than anything on earth,
will be with us.
For as long as you stand by our side.
Wish us luck!

Kali ini, untuk Indonesia...

Wednesday, October 19, 2005

Unhappy People of A Happy Industry

Selama bulan puasa ini,
gue dan beberapa teman sering sekali menghabiskan akhir pekan di Dixie.
Dixie adalah cafe yang ada di apartemen gue.
Letaknya yang di tepi kolam renang
dan buka sampai jam 5 pagi, bikin kita pengen berlama-lama
di sana. Sampai jam sahur kalau perlu.

Pembicaraanya gak lain dari soal advertising.
Sesekali ngomongin sex kalau udah bosen.
Nah pembicaraan kita itu akhirnya memunculkan sebuah
pertanyaan. "Kenapa ya orang iklan kebanyakan gak happy?"

"CD gue udah tua... iklannya jadi gak seru!"
"Duh kantor gue mah pabrik duit. Gak ada tuh award2an!"
"Sistemnya kantor gue emang berantakan!"
"Di sini mah cari ilmu aja. Duit gak ada!'
"Sebenernya enak... tapi gimana ya... kayak kurang apa gitu!"
Dan jutaan keluhan lainnya.

Jarang banget, hampir gak pernah ketemu orang iklan yang ngomong:
"Wah man... gue happy banget di sini. Semua yang gue mau ada!"
"Ini agency sempurna. Award dan bisnis berjalan seimbang."
"Gila... boss dan cd gue emang pengertian banget!"
Nah seperti loe liat sendiri. Gue cuma bisa nulis 3 yang baik-baik.
Sementara 5 di atas bisa ditambah lagi kalau mau.

Setelah waktu Dixie berakhir dan gue mencoba membagi-bagi teman iklan
gue ke dalam berbagai kategori.

1. Kategori Jebakan Batman

Ini adalah orang-orang iklan yang awalnya
mengira kalau kerja di advertising itu cool,
keren dan bisa bikin kaya.

Sampai akhirnya sadar bahwa itu semua
hanya ada di layar kacapas malam Citra Pariwara.
Karena kenyataannya... kita semua udah tau lah!

Nah sayangnya, mereka menyadari itu ketika sudah berkeluarga atau
jomblo berumur. Sehingga agak sulit untuk banting stir.
Alhasil... mesti ada yang lain yang disalahin.

2. Kategori Lampu Kelap Kelip

Ini adalah orang-orang iklan yang
sebenarnya bukan senang ngerjain iklan,
tapi seneng sama dugemnya orang iklan.

Kita akan lebih sering nemuin mereka
posting undangan party-party ketimbang hasil karyanya.
Nah kalau ditelaah... mereka sebenarnya tidak terlalu peduli
dengan portfolio.

Satu-satunya saat dimana mereka mikin betapa
jeleknya porto mereka, ketika Citra Pariwara.
"Anjrit... kapan ya gue naik panggung?"
Lampu kelap kelip emang melenakan orang.

3. Kategori Pengagum Dot Com

Ini adalah orang-orang iklan yang seneng
liat Archive atau buku awards lainnya.
Gak ada salahnya tentu, tapi berhenti di batas kagum.
Semakin lama semakin kagum
dan merasa semakin kecil karena
merasa gak bisa bikin iklan kayak gitu.
Tipe ini akan gampang frustasi.
Karena ketika harus mengerjakan kerjaan
iklan sehari-hari, bayangan iklan Archive terus menghantui.
Sialnya... jarang ada yang beneran
bisa bikin iklan sebagus iklan-iklan
yang mereka puja puji itu.
Dan... lebih suka buka archive ketimbang
duduk brainstorming cari ide bru dan segar.

4. Kategori Salah Parkir

Ini adalah orang-orang iklan yang sebenarnya
lebih seneng dan berbakat kerja di bidang lain.

Coywriter tapi lebih seneng ngeband.
Art Director tapi lebih seneng jadi desainer baju.
Nah... alasan mereka kerja di advertising apa, bisa beragam.
Dan sebenarnya, bisa aja kesenangan mereka itu
mendukung karir di advertising.

Tapi, lebih banyak merasa advertising jadi sampingan aja.
Fokusnya mereka hilang.

5. Kategori Sugar Daddy

Ini adalah orang-orang iklan
yang seneng bergaul dengan daddy-daddy dari dunia iklan.

Alasan mereka, supaya langkah mereka
di dunia advertising menjadi mulus.
Gampang dapet kerjaan baru, gampang dapet network,
gampang menang awards...
Sampai akhirnya mereka menyadari
bahwa daddy-daddy itu sebenarnya gak gitu-gitu amat.
Orang mereka sekarang lagi susah untuk
bisa bertahan di dunia iklan yang makin parah ini kok!
Mau memuluskan jalan orang lain pula?

6. Kategori Seniman

Ini adalah orang-orang iklan yang menganggap
advertising adalah dunia murni seni.
Atau memperlakukan advertising lebih sebagai karya seni.

Biasanya mereka sangat terampil untuk
bikin lagu, bikin drama, bikin lukisan, dan sebagainya.
Bisa sangat mendukung memang.
Sayangnya, banyak diantara mereka yang justru
menjadi seniman dalam attitude.
Dateng kantor jam 11, rambut gondrong, jeans robek,
dan merasa bahwa tak ada yang mengerti dunia mereka.

7. Kategori Hajar Bleh

Ini adalah orang-orang iklan yang berambisi besar.
Sangat ambisius. Pengen jadi CD. Pengen terkenal.
Pengen menang awards banyak.

Bagus banget memang. Dan memang banyak juga
yang sukses dari kategori ini.
Sayangnya. mereka jadi hajar bleh.
Semua cara dilakukan. Semua cara halal.
Sering jadi terbutakan oleh kemampuan diri.
Mereka sering lupa untuk memperbaiki kualitas dirinya sendiri.

8. Kategori Cina Kota

Ini adalah orang-orang iklan yang memandang iklan
sebagai tambang emas saja. Mereka mencintai duitnya.
Bukan iklannya.

Mungkin sebelum dunia iklan Indonesia sedang krisis,
mereka bisa bersenang-senang. Mendapatkan segalanya
dari dunia iklan. Tapi sekarang, pilihannya
hanya tinggal melepas dunia iklan terus bisnis yang lain.
Atau terpuruk frustasi.

Semua berdasarkan fakta dari orang-orang iklan nyata
yang pernah gue temui. Bukan rekaan belaka.
Bisa jadi alasan dan sebagainya tidak benar karena
keterbatasan gue dalam mengenali mereka.
tapi, secara yang terlihat, seperti inilah adanya.

Menurut gue bukan karena dunia iklannya
kalau orang iklan jadi gak happy.
Tapi karena memang... ah sudahlah!

Friday, October 14, 2005

- Tip And Dash -

Lirik lagu dari The Little Mermaid
yang sering bermain di kepala gue.
Dengan cara yang begitu sederhana,
lagu ini udah menyemangati gue selama bertahun-tahun.
Terus bermain. Dan bermain.
Bahkan ketika hendak presentasi ke klien raksasa,
lagu ini ada di kepala gue.
Dan gak tau kenapa... gue jadi PD

- Tip And Dash -

Braving the tides, swarming the sea
Beware barracudas, drop to your knee
Defending our friends and enemies
As big as a whale but with a much smaller tail

Facing the foe with our fearless wit
Daring the dastards to put up their dukes
Great gobs of gore, we'll storm the shore
And seek the unknown, then can we go home?

Titanic Tip and Daring Dash
Adventurers slash explorers
Titanic Tip and Daring Dash
Adventurers slash explorers

We'll save the day and make a splash
Titanic Tip and Daring Dash

We'll clobber those crabs with their clammy claws
We'll sever those sharks with their savage jaws
The battle is fierce and mercifully brief
Because they're heroes they return as kings of the reef

Dine with the best, dressed with a flair
Climbed every mountain because it's there
Come on, follow me, we'll make history
To courage, to us, I'll try it, you're bust!

Titanic Tip and Daring Dash
Adventurers slash explorers
Titanic Tip and Daring Dash
Adventurers slash explorers

We'll save the day and make a splash
Melody, Tip, and Daring Dash
All for three and three for one
Atlantica, here we come!

Sunday, October 09, 2005

I Take It Personally...

I have been told a zillion times not to take things personally.
"It's pure professional. Nothing personal"
"Don't take it personal lah..."
"You are being too personal lah! Come on! Be a pro!"

Oh well, I am now tired of hearing those preaches.
Let me tell you my point of view. Personally.

Personally speaking,
my decision to join advertising agency, was very much personal.
Because I like it. For no reason.
Not because I think I can get rich.
Not because I think I can have a better life.
Simply, because I personally, like it!

Personally speaking,
my discipline habit that close to army, is very much personal.
Because I want to do it for myself.
Not because of you.
Not because of the company.
Simply, I personally believe that by living my life with strict discipline,
I will enjoy life more.

Personally speaking,
those clients who have given me so much faith in running their advertising campaign,
is because of their personal judgment.
Not because the number of awards I have.
Not because I do better ads.
Simply, because they believe me. They have faith in me.
And in return, I do my best.

Personally speaking,
my decision to move from one agency to another agency and lastly becoming a freelancer,
is because of my personal believes.
I do not believe that it's worth giving your life to advertising.
I do not believe that we have to constantly humiliate and downgrading our intellectuality
just because we want money from clients.
I do not believe that we have to shut our mouth even if we think something it's not right.
Will I do all those in the name of being professional? Will you?
I would rather take it personally.

And the list will go on and on and will end to one sentence,
I was born for a personal reason.
I live my life for a personal ambition.
And I think, I had prove to myself, at least to my mom,
that I manage to survive living my life personally.
Not to mention being distinctive,
in this world so called a professional world.

Saturday, October 08, 2005

Kreativitas, Ada Karena untuk Orang Lain - dimuat di majalah Concept Oct. 05

Ketika dihubungi Concept untuk menulis tentang
kreativitas, saya teringat pada seorang sahabat
tersayang, Mak O’bin. Dia pernah berkata “walau kita
melihat hal yang sama, apa yang kita rasakan dan
pahami tak selamanya sama”.

Semakin hari semakin terasa kebenaran perkataannya
itu. Pergerakan manusia seiring zaman menggiring kita
menjadi manusia yang memiliki pandangan, pemikiran,
dan tentunya, perasaan yang berbeda.

Perbedaan itulah yang menyebabkan kita memiliki
kebutuhan yang berbeda-beda pula. Dan menurut saya,
kreativitas adalah jawaban akan setiap kebutuhan yang
berbeda itu. Kebutuhan yang pastinya untuk menjadikan hidup
dan kualitas hidup, lebih baik.

Pemilik Warteg, membutuhkan sesuatu untuk mengusir
lalat dari makanannya. Air dimasukkan ke dalam plastik
bening kemudian digantung persis di atas makanannya.
Jeng-jeng! Lalat pun tak lagi mendekat.

Kemudian menjadi inspirasi bagi jutaan pemilik
warteg lain mengikuti temuan itu. Dan ketika pengusaha
plastik menciptakan plastik khusus sehingga air mudah
diganti dan bisa dipakai ulang. Memudahkan hidup tak
hanya jutaan pemilik Warteg tapi juga pengusaha
plastik lainnya. Pelanggan Warteg pun kini bisa makan di
Warteg bebas dari serangan lalat. Pakai tangan sambil
angkat kaki ke kursi. Pasti jadi lebih nikmat!

Nah sekarang, mari kita bawa kantung plastik berisi
air tadi ke McDonalds. Apa jadinya? Pasti masuk ke
sampah! Karena tidak ada lalat di sana. Karena tidak
ada kebutuhan untuk mengusir lalat di sana.

Kemudian, apakah kita tidak lagi menyebutnya sebagai salah
satu bentuk kreativitas? Serapuh itukah makna sebuah
kreativitas?

Sekarang coba lihat sekeliling kita. Pensil, kunci
mobil, kancing baju, rokok, ponsel, cangkir dan
banyak lagi. Barang-barang yang kita butuhkan setiap hari.
Banyak yang kita tidak tahu siapa yang menciptakannya untuk
pertama kali. Siapapun dia, pasti kreatif.
Dengan kreativitasnya yang bisa memenuhi kebutuhan orang banyak.
Lintas ruang dan waktu. Luar biasa!

Saya pikir, sepantasnya kita bersyukur. Karena kita
masih hidup dan dikelilingi oleh segala bentuk
kreativitas yang telah dan akan terus menjadikan hidup kita
lebih baik.

Namanya takdir, walau telah meninggalkan advertising agency
dan memutuskan untuk menjadi tenaga lepasan,
saya tetap mencoba bikin iklan. Kali ini Iklan majalah Clue.

Image hosted by Photobucket.com

Diambil dari namanya yang berarti petunjuk,
kreativitas dalam iklan ini didasari pada
pertanyaan-pertanyaan dilematis sehari-hari.
Pertanyaan yang bukan membutuhkan
jawaban, tapi sekedar petunjuk.

“Mending pinter tapi jelek, atau bodoh tapi
cantik?” Atau “enakan jadi cowok atau cewek ya?”
Dan pertanyaan-pertanyaan ringan lainnya
yang sering kita tanyakan pada diri sendiri.
Dan kita tahu tidak ada jawaban yang benar atau salah.

Harapannya, selain pembaca tertarik pada majalahnya,
juga untuk menjawab kebutuhan akan iklan yang
menghibur. Yang bisa mengundang senyum. Sekecil
apapun. Di tengah keruwetan hidup kita dan berbagai
tekanannya, ada baiknya kalau sesekali iklan bisa
menjadi semacam hiburan. Tanpa ingin menggurui apalagi
memaksa untuk membeli.

Dibalik iklan Clue ini ada Alex Abimanyu, klien yang mengerti
impian anak kreatif. Ada Budiman Hakim dan Jeanny Hardono
yang setia mendampingi dan menasehati di titik nol sekalipun.
Cecil, Yuli dan Yunike, anak-anak Universitas Tarumanegara
yang menggambar dengan dan dari hati mereka.
Rangga dan Ruri, menemani malam-malam untuk mencari ide.
Adit Narada, rela dihutangi untuk bikin col sep dan sampai sekarang belum dibayar.
Vianne dan Bunda yang jadi ATM berjalan.
Gila! Untuk iklan sederhana ini, begitu banyak yang terlibat.
Begitu banyak orang kreatif yang membantu.
Mana mungkin saya melupakan semuanya itu. Terima kasih.

Selebihnya, saya serahkan kepada pembaca. Apakah iklan
ini salah satu kreativitas yang menjawab kebutuhan
pasarnya? Kalau belum, mungkin iklan ini belum
kreatif. Jawabannya pasti beragam. Tapi seperti kata
Mak O’bin “walau kita melihat hal yang sama, apa yang
kita rasakan dan pahami tak selamanya sama”.

Sunday, October 02, 2005

Update - Cotonnier

If you wish to review the updated works of Cotonnier
please visit:

http://glennmarsalim.multiply.com/photos/album/4

Hope you will enjoy as much as we did it!

Saturday, October 01, 2005

Mencari yang Baru

Citra Pariwara 2005,
seperti sebelum-sebelumnya selalu mengundang kontroversi.
Kali ini, banyaknya iklan-iklan finalis, pemenang
bahkan best of the best, mirip dengan iklan-iklan yang pernah tayang.
Forest WWF, mirip dengan Masyarakat Transparansi Indonesia tahun 99.
Swanten, mirip dengan iklan Yellow Box, pemenang Adfest.
Terus... satu lagi, iklan pembersih kaca, mirip iklan Ajax dari DYR Dubai.

Mas Gandhi kita, dengan keanggunan raja-raja Jawa,
mengungkapkan kekesalannya akan banyaknya iklan scam yang menang.
Menurutnya, iklan-iklan scam itu merusak Citra Pariwara sendiri
karena jadi tidak berdampak pada bisnis nyata.
Juri asing, Linda Locke, yang semula menjadi tumpuan harapan
kualitas CP tahun ini, ternyata mengecewakan.

Selain itu ada Oom BH yang menilai bahwa penjurian kali ini aneh.
Adanya juri asing di tengah juri-juri junior
menjadikan penilaian menjadi aneh dan tidak berimbang.
Banyak iklan yang menurutnya tidak pantas untuk menang.
Bahkan menjadi finalis sekalipun.
Alhasil di malam CP, Oom satu ini lebih suka jualan buku barunya.

Gue sendiri di malam CP itu lebih memilih untuk diam.
Bahkan ketika seorang teman wartawan mendatangi
untuk menanyakan pendapat gue tentang hasil CP,
gue cuma bilang "Ono noh... tanya yang ono aja noh!"
Sambil menunjuk ke arah Mbak Jeanny
yang lagi duduk di tengah ratusan umat iklan malam itu.
"Gue mah pengangguran. Gak menjual kalau masuk majalah loe!" Gue menyambung.
Wartawan itu pun pergi.

Mengapa gue memilih untuk diam?
1. Semenjak gue memutuskan untuk jadi freelancer,
CP otomatis jadi gak ada pengaruhnya untuk gue.
Apalagi sejak dibuangnya kategori individual 3 tahun lalu.

2. Bukankah kegembiraan menang CP hari begini hanya bertahan
selama semalam? Besokannya, ya... balik normal lagi.
Gak ada yang peduli dan gak ngaruh apa-apa.

3. Melihat finalis dan peserta kali ini,
gue merasa kreatifitas iklan Indonesia sekarang
lagi kehabisan darah.
Seperti orang yang sudah berlari jauh
dan hampir kehabisan nafas.
Tidak ada yang baru. Tidak ada yang segar.
Semua iklan mengingatkan kita pada iklan lain.
Semua iklan tampak memiliki pola gambar-besar-logo-kanan-kecil-di-bawah

Kalau gitu loe lagi putus asa Glenn?
Enggak! Enggak banget!
Justru gue lagi semangat-semangatnya.
Menjadi seorang freelancer memberikan ruang yang luas
daripada karyawan. Baik secara filosofis maupun lateral.

Sistem periklanan memiliki kelebihan dan kekurangan.
Sistem mengajarkan kita akan cara berpikir
kreatif dengan lebih terstruktur
sehingga bisa menjawab brief dengan lebih baik.
Kekurangannya... kita menjadi kesulitan
ketika harus menghadirkan pemikiran kreatif yang baru.
Bagaimana mungkin menghadirkan sesuatu yang baru
kalau apa yang masuk ke dalam otak kita isinya itu lagi itu lagi?
Partisi kantor, tembok berposter, pintu lift dengan musik di dalamnya,
tangga, macintosh, PC bajakan, reels...

Menjadi seorang freelancer juga banyak kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya, kita bisa berpikir, bertindak dan mengambil
keputusan dengan bebas. Tanpa kekangan siapapun.
Tapi, itu juga bisa jadi kekurangan.
Kurangnya tekanan dan kekangan bisa bikin kita jadi kreatif
yang pemalas. Dibutuhkan disiplin tingkat militer
untuk bisa jadi freelancer jempolan.
Atur waktu sendiri. Atur uang sendiri.
Dan, atur niat sendiri, atur semangat sendiri.

Di tengah tingginya angka PHK di dunia iklan sekarang,
pilihan menjadi freelancer jelas menjadi pilihan yang lebih visibel.
Daya tampung di perusahaan sedang menciut drastis.
Gue seneng kalau banyak freelancer.
Persaingan jadi lebih sengit dan buat gue
itu lebih menyenangkan. Jalan sepi yang gue baru pilih 6 bulan lalu,
sebentar lagi akan lebih ramai.

Apa yang bisa kita harapkan dari kenyataan ini?
Kalau CP ada kategori individual, maka freelancer akan boleh ikut.
Dan kalau freelancer boleh ikut,
bisa jadi, usaha CP untuk mencari yang baru,
bisa terwujud.

Gue sempat bilang pada seorang teman:
"gue jadi makin seneng jadi freelancer."
Teman itu kemudian menjawab:
"ah loe lagi membohongi diri sendiri!"
Gue diam aja.

Salam Pariwara.