Tuesday, September 30, 2008

Laporan Liburan Lebaran











1.MOVIES 101 - Hosted By Professor Richard Brown

DVD ini berisikan interview-interveiw dengan para sutradara dan bintang film dunia. 35 tahun yang lalu, interview Movies 101 adalah salah satu bagian dari kursus film terkenal di NYU Film Course.

Ada banyak cerita menarik dan penting yang keluar dari interview yang dipandu dengan sangat santai. Sebutlah bagaimana Martin Scorcese bercerita tentang salah satu kaleng film The Last Temptation yang terekspos dengan tidak sengaja tapi malah memberikan efek tersendiri. Atau kecintaan Whoopi Goldberg pada film Star Trek, dan kehidupan masa lalunya sampai akhirnya dinobatkan sebagai salah satu figur yang paling terkenal di dunia menurut majalah People. Geroge Clooney, yes girls, George Clooney... the sexy George Clooney! Jennifer Aniston, Sigourney Weaver, Susan Sarandon, Willem Dafoe dan banyak lagi.

2. PERSEPOLIS - Marjane Satrapi

Didasari oleh kisah nyata Marjane yang memang sudah terkenal sebelumnya, film ini tampak digarap dengan penuh empati dan humor yang menyentuh tombol kemanusiaan untuk kemudian meninggalkan kedamaian tersendiri di dalam hati.

Cerita singkatnya adalah Marjane yang sejak kecil doyan segala hal yang berbau politik karena dia bercita-cita menjadi seorang nabi. Kemudian sesudah perang di Iran, vokalitas Marjane memaksa orang tuanya untuk mengirimnya ke Vienna. Ketimbang ditangkap dan diperkosa. Di Vienna, Marjane sempat jatuh cinta 2 kali. Patah hati yang kedua membuatnya benar-benar terpuruk sampai terkena bronchitis.

Marjane pulang ke Iran. Sampai di sana Marjane jatuh cinta lagi pada seorang pria Iran yang kemudian mengajaknya menikah. Semata karena alasan supaya bisa bergandengan tangan di depan umum. Tentu saja pernikahan ini berlangsung singkat. Dalam tangisnya di rumah sang nenek, sang nenek hanya menjawab "oh cerai... kirain ada yang meninggal!"

Luar biasa! Film ini langsung masuk ke dalam daftar film favorit saya.

3. MARC JACOBS & LOUIS VUITTON

Film dokumentari tentang perancang busana paling panas belakangan ini, Marc Jacobs. Yang selain memiliki label dengan namanya sendiri, juga merupakan desainer untuk Louis Vuitton. Merek tas klasik legendaris dari Paris.

Pada film ini diceritakan tentang kehidupan Marc yang serba mewah namun dipenuhi dengan semangat, kecintaan pada profesi serta tentunya kesibukan yang luar biasa. Mempersiapkan fashion show yang dihadiri oleh banyak tokoh dunia tentu bukan hal sederhana. Atau Anna Wintour yang sengaja datang sehari sebelum fashion show hanya untuk melihat koleksi secara dekat. Kehadiran Anna tentunya akan menjadi salah satu penentu apakah fashion show kali ini akan mendapat publikasi baik atau buruk.

Diceritakan pula bagaimana Marc bertemu dengan salah seorang seniman Jepang yang tergila-gila pada motif polka dots. Untuk kemudian diadaptasi dan dikembangkan untuk berikutnya dapat dilihat dalam bentuk tas berlabel Louis Vuitton, ditenteng oleh peragawati berlenggak-lenggok di atas catwalk.

Saya pribadi tidak pernah terlalu kagum pada karya Marc. Tapi setelah menyaksikan film ini, saya jadi semakin paham akan arti kerja keras.

4. HELVETICA

Siapa bisa mengira kalau hal yang selama ini tampak kecil dan sederhana bernama font,bisa menjadi sebuah film dokumenter yang menarik. Film ini bercerita tentang sejarah, interview dengan para desainer grafis, perkembangan dan masa depan font bernama Helvetica.

Dimulai dari kenyataan bahwa Helvetica adalah font yang paling banyak dipakai di seluruh dunia, disusul dengan sejarah font ini. Cucu pencipta font ini berbicara langsung menceritakannya. Sampai pro dan kontra antara desainer yang cinta mati sampai yang sebel abis, semua tersaji ringan dan informatif.

Tahukah, kalau sebuah huruf berwarna hitam di atas bidang putih, bisa dilihat sebagai bidang putih yang membentuk huruf itu! Dari situ lah keseimbangan dihasilkan pada font Helvetica. Seimbang, mantap dan tanpa pretensi. Itulah esensi font Helvetica yang sangat fleksibel untuk diaplikasi pada berbagai materi.

Jujur saja, tanpa ketertarikan dengan dunia grafis, film ini tidak akan jadi menarik.

Monday, September 29, 2008

Lebaran Buat Gue



Tiap kali lebaran tiba, ada satu ritual yang selalu gue tunggu-tunggu: beliin Mbak Pargi baju lebaran.
Awalnya ritual ini, entah berapa tahun silam, pas mau lebaranan Mbak Pargi ngasih liat hasil buruan baju lebarannya dari pasar Blok M. Baju itu sederhana banget. Warnanya putih. Gue gak tega. Menurut pendapat gue pada saat itu, baju itu terlalu sederhana buat lebaran. Alhasil malam-malam, dengan kemampuan gue melay-out, dan kemampuan Mbak Pargi menjahit, baju putih itu kami sulap dengan tambahan manik-manik. Jreng jreng! Jadilah baju putih itu terlihat lebih mewah.

Sejak malam itu, gue berjanji sama diri gue sendiri, bahwa gue akan membelikan Mbak Pargi baju lebaran. Gak ada niat buat beramal atau apa, tapi semata biar gak repot lagi menjahit manik-manik di malam hari. Dan lagi, gak tau kenapa, gue happy banget kalau ngeliat Mbak Pargi mematut-matur baju lebaran dari gue. Mukanya tiba-tiba jadi bersinar.

Tahun ini, ditemenin sama Zamri, gue berbelanja baju baru. Dengan pesanan "kalau bisa warna merah tua ya mas, dan ukurannya M" kami berdua keliling mall. Sekali setahun masuk ke bagian baju perempuan, menarik juga.

Tuhan Maha Pemurah sama gue. Insya Allah selamanya. Rezeki lumayan ada sehingga gue bisa membelikan Mbak Pargi baju lebaran yang agak mewah. Dan waktu baju itu dicoba, wajah Mbak Pargi gak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Bersinar kayak berlian! Apalagi ada bonus selendang bermanik-manik hasil sumbangan Zamri yang urunan.

Awal tahun ini, Mbak Pargi ditinggal kawin mantan pacarnya. Sampai sekarang, Mbak Pargi belum lagi menemukan jodoh barunya. Sementara dia merasa umur terus mengejarnya.

"Selendangnya bagus banget ya mas... bisa dipake buat ijab kabul nanti..." kata Mbak Pargi sambil bergaya-gaya di depan cermin.

Nyes... hati gue kayak diiris-iris. Bukan baju baru yang bisa bikin Mbak Pargi bahagia. Dia ingin jodoh. Sesuatu yang gak mungkin bisa gue atau makhluk manapun di dunia ini berikan. Akhirnya gue jawab:

"Yah nanti kalau ijab kabul ada lagi dong selendangnya... Yang lebih bagus..."

"Ah yang ini juga gak apa-apa mas... Yang penting kan cintanya!"

Jeb-jeb-jeb... dada gue dihunus sama belati lagi berkali-kali. Insya Allah, Mbak Pargi cepet ketemu jodoh. Liat deh foto-foto ini. Cantik ya Mbak Pargi! Lebih cantik lagi hatinya.

Minal Aidin Walfaidzin Mbak Pargi,

Minal Aidin Walfaidzin Teman-teman semua...

Semoga puasa menjadikan hati semakin cantik!

Wednesday, September 17, 2008

Pada Kamar Jam-Jaman

Setelah 2 kali, mencapai puncak kenikmatan,

pria bertubuh gempal berkumis itu,

masih memintanya untuk melayaninya lagi.

Ronde ketiga baru saja dimulai.

Karena ronde ketiga,

pria bertubuh gempal berkumis itu,

lebih lama untuk sampai ke puncak.

Dipuas-puaskannya semua,

sambil memejamkan mata

membayangkan Sarah Azhari.

Lupa akan bekas cinta di rumah,

dan hasil muntahan sperma 10 tahun yang lalu.

Ia terus mempompa gairah,

mumpung barang mulus dan muda

tergolek dan mengerang

penuh fantasi seperti di Vivid Video.

Diperintahkannya untuk tak melepas

sepatu tinggi berwarna merah,

supaya lebih mirip Asia Carera.

Gincu merah harus lebih tebal,

agar pas di puncak kenikmatan nanti

bisa menjadi kakus.

Keringat mengucur, mata terpejam erat,

pria bertubuh gempal berkumis itu,

memuntahkan cairan putih kental

di kakus bergincu merah tebal itu.

Pria bertubuh gempal berkumis itu,

terbaring terengah-engah.

Perlahan dikumpulkannya energi yang tersisa.

Segepok uang seratus ribuan,

dikeluarkan dari dompetnya.

Untuk kemudian dilempar ke lantai.

Dengan harapan untuk dipungut lembar per lembar.

Lagi-lagi untuk fantasi yang selama ini ditonton.

Badan mulus dan muda mulai merangkak.

Rambutnya basah oleh peluh

pria bertubuh gempal berkumis itu

bercampur peluhnya sendiri.

Setiap lembar diambil,

masih tanpa sehelai benangpun.

Setiap lembar diambil,

sambil mengenang rematik nenek di kampung.

Setiap lembar diambil,

hanya untuk anak haram buah hatinya,

yang meminta tas ransel

seperti yang dipakai Marshanda pada sebuah sinetron.

Setiap lembar diambil.

hingga lupa perih di puting payudaranya,

dan lecet pada vaginanya.

Sampai lah lembar uang terakhir.

Yang terbang dan mendarat di kaki kakus.

Ia ambil sambil dalam hatinya hendak berkata

"Alhamdulillah".

Belum lagi kata suci itu sempat diucapkan penuh.

Ia tersungkur.

Wajahnya pucat seperti cicak.

Kepalanya persis membentur kaki kakus.

Di luar, seorang muadzin sedang bersiap diri,

mengantar matahari untuk berpentas.

Tuesday, September 16, 2008

Gara-gara TVRI

Minggu siang itu panas.

Seorang anak kecil asik menyaksikan Ria Jenaka di TVRI.

Umurnya belum lagi 7 tahun.

Ia tertawa gelak menyaksikan Romo, Petruk dan Bagong bertingkah.

Ria Jenaka berakhir.

Berganti dengan acara konser musik klasik pimpinan Isbandi.

Anak kecil itu tak beranjak dari tempatnya.

Mulutnya yang tadi terbuka karena tertawa gelak,

sekarang terbuka menganga setengah tak percaya.

Menonton jari-jari bergerak di atas tuts piano dengan cepat.

Dengan dentingan irama yang menghanyutkan.

Sampai nada terakhir.

Anak kecil itu kemudian beranjak dari tempatnya.

Ia menghampiri ibunya yang sedang menjahit.

Ia sandarkan pundaknya ke paha ibunya.

Sebuah piano adalah permintaan yang terucap di bibirnya.

Sang ibu bingung.

Uang dari mana. Mau taruh di mana.

Di gubuk sepetak tempat mereka tinggal,

sebilah piano bisa memenuhi semua ruang.

Bukan ibu namanya kalau tak panjang ide.

Terburu-buru ibu itu pergi ke warung di ujung jalan.

Selembar karton manila dan spidol ia beli.

Dengan sisa uang belanja hari ini.

Sampai di rumah sang anak kecewa.

Tak ada piano di warung ujung jalan.

Sang ibu diam saja.

Digambarnya tuts piano dengan spidol di atas karton manila.

Sekelingking nasi diambil untuk melekatkan karton di atas meja.

Anak kecil itu dipanggil dengan lembut.

Untuk kemudian didudukkan di pangkuan ibu.

Setiap tuts piano yang disentuh oleh jari kecil,

nada yang sesuai keluar dari mulut sang ibu.

Anak kecil itu tergelak kembali.

Sebuah lagu diajarkan oleh ibu itu.

Dengan nada yang benar dan tepat.

Dengan susunan jari yang sesuai dengan piano asli.

Matahari menyinari mereka dari celah liang atap.

Thursday, September 11, 2008

Storyboard Imajinasi

Pagi ini gue ke bank. Ada banyak urusan perbankan dan asuransi yang keteteran. Alhamdulillah pagi ini ada waktu.

Ketika sedang berada di counter mengurus satu persatu kebutuhan perbankan gue, tiba-tiba terdengar suara dari belakang menyela "maaf ya pak, ini tolong ibu ini diurus dulu... maaf ya pak... maaf." Gue menengok ke arah suara itu yang dari seragamnya kelihatan punya kedudukan lebih tinggi. Sementara di sebelahnya, seorang ibu agak gemuk masih mengenakan daster, dengan rambut acak-acakan, menggenggam tissue sambil sesekali mengusap matanya. Gue buru-buru berkata "Oh iya gak apa-apa... silakan... silakan."

Tanpa ba-bi-bu ibu itu setengah berteriak ke arah customer service "mbak saya lagi musibah... uang saya dibobol lewat e-banking". Matanya terus mengeluarkan air mata. Wajahnya tampak pasrah dan kesal. Di belakangnya berdiri anak perempuannya menemani.

Gue berusaha untuk melihat ke arah lain. Sambil sesekali melihat ke arah wajah ibu tersebut. Di kepala gue storyboard pun mulai digambar...

Sepertinya ibu adalah seorang pengusaha rumahan. Mungkin dia punya usaha konveksi di rumah. Dari usaha konveksi itulah dia membesarkan dan menyekolahkan anaknya. Rupiah demi rupiah ia kumpulkan dengan susah payah. Niatnya punya uang lebih supaya di hari Lebaran bisa merayakan dengan sedikit kemewahan.

Jalan-jalan ke Ancol, beli baju baru, kirim uang ke orang tua, beli makanan, bersilaturahmi sambil membawa buah tangan dan ribuan impian indah buat berlebaran nanti. Kebetulan semalam, mantan suami ibu ini ingin pinjam uang. Ibu ini menyanggupi dengan mengirimkan uang melalui e-banking.

Tapi apa daya, malang tak dapat ditolak, pagi harinya ibu ini menemukan tabungannya tersisa Rp 25.000,- yang merupakan limit terendah tabungan. Semua nya terkuras habis. Lututnya gemetar dan hatinya perih. Ingin teriak tak tau menyalahkan siapa. Ingin menangis tapi sadar tak akan mengembalikan uang yang hilang.

Dengan mengumpulkan segenap tenaga yang tersisa, bersama sang putri berangkat ke bank. Walau tau, bank tak bisa berbuat banyak, tapi usaha tetap harus dicoba. Demi semua impian, demi semua kerja keras selama setahun.

Langsung deh... mata gue mulai agak dingin dan dada gue mulai panas. Sebelum beranjak gue cuma bisa berkata "tabah ya bu...". Ibu itu tampak sedikit terkejut untuk kemudian mengangguk sambil berkata kecil "terima kasih..."

Sesudah keluar gue mikir, gila ya gue... Kan yang tadi cuma ada di storyboard di kepala gue doang. Gue yang menciptakan cerita tadi. Yang bisa jadi melencong jauh dari kenyataan. Tapi entah kenapa gue yakin banget sama cerita itu, sampai-sampai larut terbawa emosi.

Di luar bank gue jadi pengen ketawa sendiri tapi masih pengen nangis juga. Hahaha serba salah. Banyak karyawan kantoran lalu lalang, melihat gue. Entah apa storyboard di kepala mereka melihat gue begini....

Tuesday, September 09, 2008

Tao Te Ching Lao-Tzu - Stephen Addiss & Stanley Lombardo.


Karena keseringan mendapat komen "loe itu Tao banget!"
Padahal gue gak ngerti artinya. Gue gak tau apa itu Tao.

Kemarin gue ke Gramedia, dan menemukan buku ini:
Tao Te Ching Lao-Tzu yang diterjemahkan oleh Stephen Addiss & Stanley Lombardo.
Halaman demi halaman gue baca tanpa sabar.
Tiap halaman jadi kayak cermin.
Gue jadi bisa ngaca dan banyak pertanyaan dalam hidup gue yang terjawab tanpa dijawab.
Termasuk soal misteri apakah ide itu.
Soal kreativitas. Soal pekerjaan.
Soal berkarya. Soal menghadapi klien dan rekan kerja.
Bahkan juga soal layout.

Jauh jauh jauh lebih bermakna ketimbang Cutting Edge-nya Aitchison:)

Berikut cuplikannya:

Knowing others is intelligent.
Knowing yourself is enlightened.

Conquering others takes force.
Conquering yourself is true strength.

Knowing what is enough is wealth.
Forging ahead shows inner resolve.

Tiba-tiba jadi banyak ide di otak gue yang kecil ini.
Misalnya ya, MISALNYA... mungkin bagus kali ya
kalau ada iklan kartu kredit platinum/black buat orang kaya raya
dengan positioning:

XYZ Platinum Card,
for those who can say "enough".

Ada banyak tagline, dan ribuan ide bisa keluar kan?
Jauh lebih dalam dan inspiring ketimbang yang sering gue terima seperti

XYZ Platinum Card.
for those who has everything.

Beneran... ini buku bagus.

Saturday, September 06, 2008

What's Next?

Minggu lalu, gue dapet imel dari pemimpin redaksi salah satu harian nasional. Isi emailnya kurang lebih meminta gue untuk menulis artikel. Tema yang diberikan adalah "What's Next?"

Tema itu diberikan karena ceritanya, artikel ini akan dimuat untuk menyambut Tahun Baru 2009. Harian ini mengumpulkan berbagai artikel dari berbagai bidang untuk menyampaikan pandangan, visi, harapan dan tentunya sedikit ramalah tentang masa depan dunia yang digeluti masing-masing.

Seperti biasa, banyak pertanyaan di benak gue. Kenapa gue ya? Mau nulis apa ya? Tau apa gue soal dunia iklan? Apalagi mau ngeramal segala? Visi? Visi apa? Masa depan dunia iklan? Masa depan sendiri aja gak tau? Ini apa sih maksudnya? Dan ribuan pertanyaan lainnnya.

Dan sampailah gue pada sore hari ini. Saat yang lain lagi buka puasa gue ngelamun. What's Next? Dalam lamunan ini tiba-tiba gue teringat sama lagu yang pernah diajarkan nyokap waktu gue kecil. Judul lagunya Que Sera Sera - Doris Day. Liriknya seperti ini:

When I was just a little boy
I asked my mother, what will I be
Will I be handsome, will I be rich
Here's what she said to me.

Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.

When I was young, I fell in love
I asked my sweetheart what lies ahead
Will we have rainbows, day after day
Here's what my sweetheart said.

Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.

Now I have children of my own
They ask their father, what will I be
Will I be handsome, will I be rich
I tell them tenderly.

Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.

Lagu sederhana yang selama ini selalu bermain di kepala gue. Terutama kalau pikiran lagi buntu. Gak tau mesti ngapain. Gak yakin sama segala hal. Dan seperti mantra, lagu ini bisa bikin gue lebih pasrah. Dan herannya ketika pasrah, banyak jalan keluar mulai terbuka.

Dan akhirnya, gue pun membalas imel pemimpin redaksi itu. Dengan bahasa inggris yang pas-pasan, berikut isinya:

What's Next?

Who am i to tell others, What's Next? if i am not even sure about tomorrow?

If I can tell you What's Next? i will be such a powerful man.

More powerful than God, which i am not at all.

Why do we need to know about What's Next?

Life is more interesting if we can live day by day,

If we can live our life so the fullest like there is no tomorrow.

The answer to that question, is not in my hand.

I believe, every one of us have and will have to have their own answer to that question.

And i would like to encourage, everyone to find their own answer.

And if, by any chance, there is any advertising professional out there

who can tell you What's Next?,

i can tell you right now, that advertising fellow is either lying -which we are good at- or playing God.

Yours,

Glenn Marsalim