Teman saya bernama A Lung.
Dia bekerja sebagai art director di sebuah agency lokal. Anaknya sangat kritis dan antusias. Dia sering mencari iklan-iklan terbaru dari luar negeri. Selalu update dengan informasi dan berita dunia iklan. Sangat berkesenian. Rajin nonton film-film festival (yang banyak diemnya -red.). Bahasa inggrisnya sempurna.
Penampilannya pun tak kurang aduhai. Body-nya keren. Wajahnya menawan. Selalu tampil rapih, apik, menarik dengan gerak tubuh yang elegan. Kalau dia gantengan dikit lagi, wah bisa jadi bintang film.
Secara prestasi, gak bercela juga. Pernah jadi finalis Daun Muda dan menang Citra Pariwara. Impian semua insan muda periklanan Indonesia lah!
Tapi, hampir setiap kali saya chatting dengan A Lung, atau iseng-iseng membuka blog-nya, hampir 80% topiknya adalah soal keluhan kantornya. Yang gak memperhatikan karyawan, AE itu bego dan terlalu nurut sama klien. CD-nya gak memberikan ruang untuk kreatif berkembang. Pemilik perusahaan tidak memiliki visi. Dan sejuta komplen lainnya.
Akhirnya A Lung pun resign. Memutuskan untuk masuk ke agency ternama.
Teman saya yang satunya lagi bernama Ling-Ling.
Dia juga bekerja sebagai Art Director di agency yang sama. Anaknya sangat rendah diri. Malu berbicara. Takut ini takut itu. Minder ini minder itu. Pokoknya kalau dia ada di sebuah ruangan meeting yang gaduh, bisa jadi keberadaannya tidak terlihat. Apalagi didengar dan dihargai.
Sifatnya juga sangat kekanak-kanakan. Demikian juga cara berdandannya. Kalau orang gak kenal, pasti akan mengira dia masih SMA. Mungkin juga SD. Dan gak akan ada orang yang mengira dia kerja di biro iklan. Tampilannya jauh dari kesan glamor dan gaya orang iklan. Terlalu sederhana cenderung tanpa gaya.
Tapi dibalik itu semua, Ling-Ling adalah pekerja keras. Dia mengerjakan semua dengan sepenuh hati. Ada lah komplen dikit sana sini. Tapi itu bukan topik utama kalau saya dan dia diskusi soal kerjaan. Dia selalu cerita keseruan-keseruan yang ia dialami saat bekerja. Sampe saya sering senyum-senyum sendiri.
Secara prestasi sebenarnya tidak kalah dengan A Lung. Bedanya, Ling-Ling tidak pernah menang karena usahanya sendiri, seperti Daun Muda. Finalis pun tidak. Ling-Ling pun sadar itu. Dia sadar mungkin dunia iklan yang dicintainya ini, bukan untuk dia. Dia sadar bahwa kesenangann dan kemampuannya, menggambar dan ilustrasi, tidak cukup untuk menyelamatkannya di dunia iklan.
Akhirnya Ling-Ling pun resign. Memutuskan untuk jadi freelancer.
Karena kebetulan saya kenal dengan CD tempat mereka berdua kerja, di suatu malam kami sms-an. Isinya kurang lebih begini:
CD: Sayang ya, Ling-Ling keluar, padahal dia baru menangin pitch loh!
GM: Yah baguslah... Jadi Ling-Ling ninggalin dengan kenangan manis kan?
CD: Maksud gue kan bisa menikmati ngerjain beberapa proyek dulu buat memperkaya portfolio
GM: Yah kalau loe baek hati, kasih aja job yang menang pitch itu ke dia sebagai freelancer.
CD: Gue punya plan begitu juga.
GM: Gue yakin dia mau. Kasian juga tuh anak, oom. Stress dia rupanya. Loe gak liat dia mulai jerawatan!
CD: OK. Pasti.
GM: Gue sempet bilang kenapa gak unpaid leave aja 1 bulan gitu. Tapi rupanya dia gak ngeliat masa depan dia di dunia iklan.
CD: Oh gitu.
GM: Dia kayaknya mau ngerjain di luar iklan. Freelancer kan membuka kesempatan itu sampai dia nemu yang dia suka. Lebih ke desain kayaknya.
CD: Yoi. Gue juga bilang jadi freelancer itu gak cuma butuh skill tapi kemampuan marketing juga.
GM: Gue sih yakin, Ling-Ling bukan di dunia iklan lah. Dia kalau Daun Muda kan jelek hasilnya. Tapi kalau ngegambar dan ngedesain bagus.
CD: Tapi ngide jauh lebih bagus dari A Lung.
GM: Gak sebagus teman-teman seangkatannya.
CD: Ga ah. Dia ngide udah lumayan asal dapet tim brainstorming yang cocok.
GM: A Lung kan finalis Daun Muda. Ling-Ling bukan.
CD: Hahahaha OK!
GM: Biar bagaimanapun kan?
CD: Yoi Jek!
GM: Tapi Ling-Ling menang di attitude. Jadi kalau gue suruh pilih, gue pilih Ling-Ling.
CD: Setuju! Gue sayang banget sama Ling-Ling. Tapi dia aja gak nyadar itu.
GM: Gue juga sayang.
Baru saja sms berakhir. Sebuah sms masuk lagi dari A Lung:
Agency baru gue gak asik ternyata. Udah gak sekeras kepala dulu. Lebih toleran sama klien. Brief dari bos dan Account kok bisa beda!
Dan masuk lagi sms dari Ling-Ling:
Aku sampai sekarang masih takut loh ntar freelance gimana. Tapi aku bakal lebih nyesel kalau gak nyoba sekarang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5 comments:
ada alasan tertentu kenapa karakternya bernama Ling-Ling dan A-Lung?
Glenn kan rasis
cik ling-ling dulu kuliah di jogja yaaa...mending mbantuin bajigur magz ajah yuks, qta masih kerakyatan kok malah hampir dituding lekra huahahahaha
diposting aja di CCI om,
kan temanya sama tuh sama om Bud
Atyityut
kok bisa kompakan gt ya nulisnya sm om Bud
peace...
kl ada kommbinasi A Lung & Ling Ling gimana? Apa jadi Ling Lung? :D
Post a Comment