Wednesday, January 07, 2009

Cinta Saat Ini

Semalam, gue ngobrolin soal cinta. Soal yang udah lama banget gak pernah jadi topik yang menarik perhatian gue selama ini. Ini semua bermula karena gue baru kenalan sama seorang teman baru. Dia pada intinya curhat soal pengalaman cintanya, lika-liku asmaranya, bahkan masa lalu kekasihnya!

Gue mendengarkan dengan asiknya. Bahkan di kepala gue tergambar storyboard yang menarik. Setiap katanya seperti dalang dan gue pasrah untuk masuk dalam cerita cinta teman baru ini. Cerita cinta yang hampir gak pernah jadi bagian hidup gue, benar-benar mengasyikkan untuk didengar.

Bahkan bagian terburuk cerita cinta sekalipun, tetap menarik buat gue.

Di tengah keasyikan itu, jantung gue kayak berdebar ketakutan. Gue takut banget kalau kata-kata itu akan keluar. Sumpah mati gue gak mau. Tapi memang sepertinya sudah menjadi aturan tak tertulis sebuah pertemanan untuk balik bercerita. Untuk membuka diri. Kata-kata itu adalah "kalau loe gimana?"

Dengan kepala kosong dan tanpa niat apapun gue pun bercerita soal cerita cinta gue. Cerita yang begitu asing buat gue. Cerita yang dimulai sekitar 10 tahun silam ketika gue memutuskan bahwa lebih baik sendiri. Karena dengan sendiri, gue bisa lebih bebas untuk menjalani hidup. Lebih bebas untuk menjadi diri sendiri. Dan gue bisa dengan maksimal menjalani pekerjaan gue. Bersosialisasi. Semua tanpa batasan.

Sampai akhirnya dua tahun yang lalu, gue membuat sebuah teori berdasarkan pengalaman hidup gue. Banyak kenalan, rekan, klien, teman, teman dekat, yang ketika ia masih single saat usia mulai bertmnbah (40 tahun ke atas), berubah. Entah mengapa, mereka jadi begitu sinis terhadap kehidupan. Pahit, terhadap banyak hal. Semua hal di dunia ini salah dan kurang. Dan hanya dia lah yang paling benar dan sejati. Hanya dia yang tau segala hal. Yang lain itu bodoh. Yang lain itu dangkal.

Alih-alih bertambah bijaksana, gue melihat kegetiran hidup yang sepi.

Saya 35 tahun. Masih ada 5 tahun untuk berubah. Untuk ancang-ancang agar tidak jadi bagian dari itu semua.

"Coba deh mulai membagi hidup kamu dengan yang lain. Karena dengan berbagi kamu bisa lebih menikmati dan menghargai hidup" kata seorang ibu angkat ke gue ketika gue menceritakan kegelisahan gue ini. "Glenn gak mau jadi kayak gitu kalau tua nanti. I want to grow old graciously. Glenn pengen lebih bijaksana" begitu kata gue.

Dengan saran itu gue mulai mencoba membagi kehidupan gue dengan yang kurang beruntung. Yatim piatu, anak putus sekolah, pengemis dan lain-lain. Mengajar di sana-sini kalau pas bisa. Secara teratur mendermakan sebagian penghasilan. Ternyata, kebaikan lain yang gue dapat. Kali ini gue berani jadi saksi:

"The more you give, the more you get!"

Entah siapa yang pernah bilang begitu. Tapi itu benar-benar terjadi. Rezeki, rahmat, anugerah, seolah tak pernah berhenti mengalir dari Tuhan. Dan lidah seperti gak pernah cukup untuk bilang Alhamdulillah.

Dua tahun berjalan, namanya manusia, gak pernah ada puasnya. Gue merasa gue tetap perlu teman hidup. Teman untuk berbagi hidup gue. Gue gak perlu untuk jatuh cinta sama dia. Tapi gue perlu untuk bisa berbagi hidup gue dengannya.

Demikian gue mengakhiri cerita cinta gue.

Gue gak lagi cari orang untuk jatuh cinta.

Tapi gue lagi cari orang untuk berbagi hidup gue.

Itu lebih dari cukup untuk gue.

Saat ini.

4 comments:

Anonymous said...

"The more you give, the more you get!"

itulah matematika sedekah, mas.
bahkan dengan memberi (sedekah), kita seperti lebih dijaga oleh tuhan. dijauhkan dari bahaya, kesalahan, dan dimudahhkan segala urusan.
memang gak gampang untuk ikhlas memberikan sebagian punya kita untuk orang lain.

saya juga yakin, harta kekayaan kita yang sesungguhnya bukanlah rumah, mobil, ibu, anak, jabatan, award... tapi amal ibadah yang kita tabung di dunia. amal kita di dunia itulah satu-satunya bekal yang akan menemani kita menghadap tuhan kelak.

dan tentang apa yang dikatakan ibu angkat mas glenn itu, saya juga sepakat.

teman hidup adalah teman berbagi, untuk saling menguatkan dalam menjalani hidup.

terbatasnya kebebasan kita setelah berpasangan memang terlihat tidak menguntungkan untuk kita. tapi ada begitu banyak berkah tersembunyi yang akan kita dapat dari keterbatasan itu, salah satunya adalah membentuk kita menjadi pribadi yang lebih ikhlas dalam memahami dan menerima segala kejadian, segala ketentuan.

salam,
gg

Anonymous said...

Benar sekali mas glenn, harta yang sebenarnya adalah harta yang dinafkahkan. Bukan harta yang kita genggam saat ini.

Untuk teman hidup, aku rasa emang harusnya yg bisa berbagi seperti itu. Karena cinta adalah proses, dia bisa dibangun dengan kebersamaan. Disitulah kita akan menemukan cinta yang sebenarnya (weh jadi sok wise...).

: )
elly

Irmajanti Muliadi said...

Having someone to share your life with... wah, heaven banget kayaknya. Melebihi dicintai, melebihi mencintai.

God is smiling,
K2Lien.

Anonymous said...

2,5 persen penghasilan kita bukan milik kita. 2,5 persen hanya sedikit dibanding apa yang sudah kita dapat. 2,5 persen nggak sebanding dengan apa yg Tuhan telah berikan dan janjikan untuk kita. 2,5 persen dari berapapun, sedikit atau banyak...sudah membuat kita merasa kaya hati. ketentraman hati...itu hal yang bisa dinikmati.

topik ttg teman hidup thoughtful bgt. terutama buat gw yg takut merit..hikz...

tulisan lo selalu bikin mata gw berkaca-kaca, kadang malah sampe pecah kacanya. so thoughtful...so inspiring..tenkyuw ya glenn. salam kenal.

ern