Disebut sebagai ‘anak kreatif’ di bisnis iklan semakin hari terasa semakin memalukan dan memilukan. Kreatif untuk membantu klien mengelabui konsumen sehingga mereka membeli barang yang mereka tidak perlukan? Kreatif untuk membuat konsumen merasa kecil karena kulitnya hitam dan rambutnya keriting? Atau kreatif karena bisa memberikan uang jutaan rupiah untuk advertising agency tempatnya bekerja dan milyaran rupiah untuk klien?
Dalam sebuah meeting dengan klien, salah seorang pemegang tampuk pimpinan berkata “udahlah… produk bagus jelek itu kan soal persepsi”. Atau di lain kesempatan, seorang pemilik sebuah brand terkemuka berkata “Tulis aja gratis yang besar. Masalah gratisnya gimana, taruh di bawah kecil-kecil. Kalau perlu gak usah kelihatan. Gitu dong! Gimana sih nih kreatifnya? Gak ngerti bisnis. Yang penting kan konsumen ketangkep dulu!”
Saya, anak kreatif, ada di ruangan itu. Dan terdiam. Saya berpikir, mengapa saya harus ada dalam ruangan ini? Saya tidak ingin memberikan persepsi yang keliru kepada konsumen. Karena bukankah konsumen itu adalah ibu dan ayah saya sendiri? Teman dekat saya. Pacar saya. Tegakah saya membohongi dan menyiasati mereka. Dan di atas segalanya, konsumen adalah saya sendiri. Dan bukankah klien konsumen juga?
Lupakah kita, bahwa semakin hari orang semakin membenci iklan karena mengganggu acara sinetron mereka? Lupakah kita bahwa semakin banyak teman dan sahabat dan keluarga kita yang menyadari bahwa iklan tak lebih dari sekedar kebohongan. Saya semakin yakin, hanya orang iklan dan klien yang menantikan dan menikmati iklan.
“Dasar anak kreatif! Taunya komplen muluk! Sok idealis banget sih! Ini cuma advertising, gak akan yang mati, tau!”
Ucapan seorang guru advertising di sebuah restoran Padang berikut, bisa jadi sedikit memberikan harapan baru bagi kita. “advertising bukanlah soal 30 atau 50 orang dalam sebuah advertising agency dan klien yang kemudian berbicara untuk 250 juta lebih penduduk Indonesia. Tapi soal saya dan kamu. Soal saya dan ibu saya. Soal kamu dan pacar terakhir kamu”. Sedekat itu. Sesederhana itu. Serumit itu.
Media-media konvensional seperti tv, print, radio dan lainnya semakin lama semakin ‘penuh’. Kita bahkan tidak lagi bisa melihat perbedaan antara iklan yang satu dengan iklan yang lain. Semua menggambarkan orang bertubuh ideal tersenyum lebar. Semua menampilkan sosok keluarga bahagia. Semua memberikan mimpi hidup ideal.
Saya ingat, di sebuah harian umum nasional terkemuka seminggu sesudah bencana tsunami di Indonesia, memasang foto-foto memilukan hati. Anak kecil yang sudah meninggal dunia sedang digendong ibunya yang
sedang menangis histeris. Ada foto seorang pria yang kehilangan kakinya. Lukanya menganga dengan darah basah mengalir deras. Dan tebak, di bagian bawah foto-foto itu... iklan malam tahun baru oleh sebuah hotel berbintang lima. Headlinenya: "Embrace The Blasting New Year!"
“Nah itu tugas kreatif dong! Gimana caranya biar tampil beda tapi tetep sensitif. Ya gak? Kalau gak mah ngapain gue bayar kreatif? Gue bikin aja iklannya sendiri!”
Seperti pengobatan alternatif, belakangan banyak dibahas soal media alternatif. Apa itu media alternatif? Menurut saya, ya… media-media lain di luar media konvensional seperti tv, print, radio, billboard dan lainnya. Bisa jadi ambient media, seperti yang ditulis di edisi sebelumnya, direct mail (yang dikirim ke alamat anda), viral (yang lewat internet), happening art (yang drama-drama di tempat umum), roadshow (yang keliling-keliling dari satu kota ke kota lain, kampus ke kampus lain, dan lain-lain), activation (yang lagi happening!) dan masih banyak kemungkinan lainnya.
Saya sendiri hampir gak pernah beruntung untuk bisa banyak bikin media alternatif. TV, print, radio masih jadi primadona. Media alternatif jarang digarap dengan serius bahkan oleh orang iklannya sendiri. Contohnya, anak kreatif akan lebih senang dan antusias untuk bikin print ad ketimbang leaflet sampling. Lebih seru bikin tvc ketimbang design booth untuk roadshow. Semua yang gak seru dilempar (dibuang?) ke studio. Dianggap gak penting.
“Tuh kan bener! Emang anak kreatif tuh manja banget! Maunya cuma menang award doang. Pas kerja yang beneran, gak pernah serius!”
Memang kalau saya mau bertahan jadi ‘anak kreatif’ di bisnis iklan. Masih banyak yang harus dipelajari dan dibenahi sendiri dulu. Masih banyak kekurangan dan kelemahan. Semoga lah!
“Semoga muluk! Kapan dong, kapaaan! Pabrik gue keburu tutup, tau!”
Ampun.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
14 comments:
Gue suka banget ama artikel ini.
Kenaaaa bangets ke gue :)
tulisan ini menjadi semakin menarik karena ditulis oleh seorang Glenn, anak kreatif yg hidup dari 'desiring machine' (pinjem istilah Janoe untuk menunjuk 'iklan'). Berapa banyak insan periklanan yg berani melihat iklan dari kaca mata konsumen (masyarakat) ?? Bahkan penderitaan orang lain (baca: bencana) pun dijadikan media buat beriklan, minimal membangun citra 'malaikat' dari sebuah brand.
Gw gak tau apa Glenn dah mencapai titik jenuh 'anak kreatif' atao bahkan baru mulai untuk membangun kesadaran tentang hak 'bargaing power' konsumen, yg selama ini 'dikebiri'.
Bukan Glenn namanya kalo gak berpikiran 'kontradiktif' (menurut temen2 orang iklan, kaleee)
Sayang sekali gw gak tau berapa orang kreatif, yg punya pemikiran begini...
Salam
kaya'nya abis dari Bantul jadi lebih 'manusiawi'.. hhehe..
dalam kontrast, walau gue bukan kreatif dalam artian yg sebenarnya, (crafter)
gue malah sering ngehadapin klient yang,
dibilang unik,
belakangan gue dapet assignment ngefoto
makanan, lucunya gue jadi kenal,
who they are, why theyre struggle.
awal dapet assignmetn gue kalo mo jujur,
seperti semua orang, pasti ketawa ngakak, kalo dengenr gue moto apaan.
tapi buat gue tantangan, gue ngebungkusnya dalam hal yg positif,
they doing it willingly, try to give their positive power to their products,
(unlike client you hadfaced there glenn).
gue koq jadi respect ya, sama mereka, dan gue muter otak supaya gimana product mereka jadi indah dilihat (yupe, im fotgrafer kan).
i believe dan gue berdoa,semoga elo bisa bertemu dengan client2x yang seperti mereka. real client with real problem,
with real good product.
oh ya, produk yang lagi gue kerjain...
gethúk, klépon, wajík, makanan2x khas jawa, traditional foods, yang sehat dan emang bring positity :)
pasti elo ketawa deh.. gue motoin klépon.. hehehehhe!
Suatu hari saya ingin berjalan di satu lorong yang dipenuhi iklan. Melihat iklan seperti lukisan. Buat dinikmati "kekreativitasannya", "orisinalitasnya" dan "keartistikannya".
Ingin melihat iklan yang dibuat bukan untuk menjual sesuatu, tapi untuk membuat orang-orang bisa "ikut merasakan".
Ingin duduk terpaku sambil ngopi memandangi poster-poster iklan yang dibuat dengan hati sampai pagi. Melamun di depan iklan-iklan yang dikerjakan bukan untuk jualan. Cukup buat dinikmati.
Glenn, buka galeri, dong!
unedited versionnya lebih jujur..lebih nyentil.
kalo sampe ke-edit gituh artinya mungkin masi banyak orang yang perlu dijaga kepentingannya kalii yaaa??!
ato karena spacenya gak muat aja?
hmmm...
Glenn,..Glenn,..Glenn,..
Hmmmm Humanis banget ya makin hari:))
Glenn gua baca semua dalam blogmu, gua baca sebuah kejujuran, sejalan bersama pengalamanmu yang makin kaya. Ada juga keberanian disini, keberanian menelanjangi profesi:)) But that's a fact ya...
Ayo Glenn tetap berani, seperti saat kau meninggalkan Sudirman....I was there man.
Maju terus Glenn!!!
hi glenn,
'lam kenal, very frank opinion of yours. thanks for sharing. menurutku creative adalah attitute. iklan dan media memang tak lepas dari pengolahnya. spt proses DI, utk menipu atau menyampaikan pesan?
ijin nge-link dong..
can ?
mas.. kayaknya g bisa belajar banyak dari blog ini soal hidup dan soal iklan..., jd g add aja ke blog g ya...makasih =D,btw g nova..AD-nya BMS...anak buahnya Victor...
alhamdulilah kalau ada yang mau ngelink...
silakan ya...
hi glenn.. it's always nice to read your blog. Dulu kita pernah kenalan di graha niaga lt 20 waktu gue magang.. tapi salam kenal lagi (lewat blog) : )
glenn lagi sibuk banget, ya? kok udah lama gak nulis? :)
ikutan BTL aja.....
design booth
leaflet
web
dsb...
Post a Comment