Tuesday, April 04, 2006

Surat Terbuka untuk Klien

Kepada temanku tersayang, klien.

Selama ini mungkin Anda kesal, bingung dan marah
kepada saya, agency Anda.
Demikian sebaliknya. Saya juga sering kesal, bingung dan marah
dengan Anda, klien saya.

Karenanya saya menuliskan surat ini kepada Anda.
Sekedar menyampaikan apa yang ada di pikiran dan perasaan saya.
Tentang hubungan kita. Tentang saya dan Anda.

Tentang bagaimana saya ingin
agar hubungan agency dan klien bisa menjadi
layaknya pertemanan.

Teman tidak membohongi,
teman tidak menyakiti,
teman tidak menghina,
teman saling menghargai.
Dan teman saling memahami.

Itulah arti pertemanan di manapun.
Di seluruh dunia. Dari masa ke masa.

Kalau saya teman Anda,
apakah Anda akan meninggalkan saya
karena ada teman lain yang lebih menguntungkan?
Apakah Anda akan mengadu saya
dengan 50 teman lain untuk berteman dengan Anda?
Apakah Anda akan meninggalkan saya
ketika saya sedang kesulitan uang?

Demikian sebaliknya.

Apakah saya akan menipu uang
yang Anda percayakan kepada saya?
Apakah saya akan menelantarkan Anda
karena ada teman lain yang lebih kaya?
Apakah saya menganggap remeh dan
memberikan bukan yang terbaik ketika
Anda sedang kesulitan uang?
Apakah saya akan melupakan Anda
ketika saya sedang bergembira?

Mulai sekarang,
terlebih di saat krisis seperti ini,
Anda bukan lagi klien, pasangan atau mitra bisnis saya lagi.
Tapi Anda adalah teman saya.
Dan izinkan saya untuk menjadi teman Anda.

Sampai waktunya nanti,
Insya Allah, kesetiaan kita sebagai teman
akan memperkaya hidup kita.
Bukan sekedar menjadikan kita kaya.

Salam teman,

Glenn Marsalim

20 comments:

Anonymous said...

Nice, Glenn.

Tapi namanya dunia bisnis yah...
Business is business
and friends are friends.

Mungkin kadang lebih baik gak usah disatuin.. dunno lah... =)

Anonymous said...

Do read bukunya Erick Schulz "The Marketing Game".
DIsitu ditulis,"Advertising agency bukan kawan anda. Kalaupun iya, biarkan mereka turut menanggung beban apabila sales anda menurun." Peace.....

rangga said...

yah... emang itu idealnya...

gua pengen hubungan gua ama klien kaya gitu...

it's a perfect world...

but alas, ours is not.

dewi said...

Gue lebih setuju sama Alia. Bahwa bisnis dan pertemanan emang aga sulit disatuin.

SEring gue denger banyak banget persahabatan putus gara2 bisnis, terutama menyangkut hal sensitif aka uang.

Jadi kalo boleh milih mendingan ga temenan, hubungan profesional aja.

peace...

Ganesha Tamzil said...

Sulit untuk berkata teman kepada sesuatu yang menganggap dirinya adalah raja..
Raja sendiri. Raja tak berdua. Raja hanya berteman raja. Dengan spesies yang sama. Raja berkekayaan. Berwilayah. Berkekuasaan.
Teman?
Teman hanyalah berteman. Tak lain. Tak peduli siapapun. Teman tak berspesies. Teman berteman. Berteman. Berteman.

Sulit berbicara kepada teman yang menganggap dirinya bukanlah teman.
Karena ia membutuhkan spesies, wilayah, kuasa, milik.
Makanya, kuingin tinggalkan dunia iklan.
Iklan tak berteman.

glenn_marsalim said...

alia,
ngomong-ngomong soal bisnis,
emang sekarang masih ada bisnis di advertising?

anonymous,
thanks buat infonya. nanti cari ah bukunya.

rangga,
bahkan kalau klien dan agency pun sudah berteman,
it's still not a perfect world.

dewi,
pilihan sih, kalau menurut gue...
gue bukan orang yang profesional korporasi.
makanya lebih cocok kerja di rumah.

ganesha,
siapa yang raja dalam komen loe ini?
kalau agency,
kenapa loe mau quit advertising?
kalau klien,
siapa hayoh yang sekarang main jadi raja dan mulai menuding?

buat semua... peace!

Ditta.Dee said...

to Ganesh: Serius Nesh?? Kau ingin meninggalkan dunia iklan?
Mau jadi Raja yah?? hehehhe...

Ganesha Tamzil said...

Buat Glenn:
Raja = Klien, setidaknya mereka seringkali berpikir seperti itu dan kerap mengatakannya secara gamblang, mau disebut orang2nya? Hmm.. yah.. kita pasti akan menyebut mereka sebagai oknum..
Gue mo quit advertising karena gue ngerasa perjuangan gue buat negara ini melalui advertising kok jadi terlampau lama, jauh, berat, dan stagnan jadinya.. Sulit memang berjuang untuk kemerdekaan sebuah negara di negara orang.. (makin blur nih gue ngomong.. mending cuekin aja..). Lagian gue juga cukup membenci kemunafikan kapitalis: ngakunya demi kesejahteraan konsumer, ga taunya demi meningkatnya sales produk. Gue mencoba bertahan.. tapi ya for the sake of the fun aja.. not for the sake of my soul.. Jadi.. mending ngerjain video klip.. halah? sami mawon yah? tuh kan.. blur..

Buat Dita:
Insya Allah gue ga akan ke client side..
Insya Allah gue jadi jongosnya agency..
Back to my previous life..

damisidharta said...

Friend in need is friend indeed...
Emang bisnis advertising udah sekacau itu ya? Sampai dipertanyakan keberadaan bisnis di advertising..

Btw, Mas Glenn, terima kasih atas dukungannya di CCI!!



Best Regards,

damiSidharta

Anonymous said...

iklan itu tidak jahat. tapi industri iklan telah menjadi motor penggerak utama kapitalisme
-tahu sendiri, gimana jahatnya kapitalisme: gendut2 sendiri alias rakus dan ... menindas!-

anak2 iklan yang sering merasa paling cerdas dan sibuk ttg masalah award winning seolah menutup mata (ato memang gak ngerasa). mereka cuma jadi antek kapitalis. yang penting gengsi dan gaji tinggi, meski harus diinjek2 klien.

mau2nya diinjek2 klien (baca: orang2 divisi pemasaran pengiklan yang notabene juga cuma kroco yang diteken 'n takut sama kantor pusat!)
he he he

Anonymous said...

Mas glenn :
Advertising tetep sebuah bisnis lah...
sebuah sekrup kecil dalam roda kapitalisme.. heheheh
...
biarpun sekarang lagi tidak menguntungkan sepertinya ;)

oca said...

om glen, karikaturnya kok kayak mantan klienku yaaa.. yang juga temenku.
:)
-maap kalo gak nyambung-

Bucin said...

gw lupa siapa authornya, tapi statement ini sangat gua percayai kebenarannya: "nggak ada teman sejati, yang ada hanyalah kepentingan bersama". itu dalam politik sih, tapi gw rasa masih masuk dalam wacana industri iklan.

dalam kehidupan sosial, itu lain lagi.

Neng Keke said...

Taro lah gue anak bawang di agency. Karena(memang naif) masih mikir bahwa paling enak bisnis ama temen. Dan pengen punya temen client. Walaupun... Sampe sekarang belom ada :) Yang nyaris sih ada :p Pertanyaan berikutnya: Apakah kalo kita nge-treat client kayak temen, mereka akan begitu juga sama kita? Atau kita teteuuuppp bakal dijadiin keset bertulisan welcome?

soapgirlninja said...

ah susah ya.
mau maen idealis, kita bisnis.
dibilang bisnis, masih manusia juga sih.

apakah saya akan selalu jadi babu klien, dan apakah dia akan selalu jadi operator?

.....

Anonymous said...

Glenn,
menurut gue klien tuh bisa anggep lilin.
Kita harus bisa membentuk mereka;kata lain drive them, instead of fight against them. Pada pandangan pertama mereka pasti akan sombong, parno, ngeselin...apalah sejeleknya kita dari agency bisa memaki.

Seperti lilin mereka memang terang dan berguna, namun juga rapuh. Juga seperti kita mereka pencari nafkah.

Gua selalu mencoba mencari titik kekuatan dan kelemahan mereka, secara organisasi maupun strategi.

Bukan berarti dengan menjilat loh, tapi dengan mencoba duduk di bangku mereka, dan memburu apa yang mereka kejar, membidik apa yang mereka coba lihat.

Bukan juga dengan cara yess ..yess..yess kayak pesuruh.
Tapi dengan menegakkan kepala kita sama tinggi, serta berani menentang mereka dengan logika cara pandang mereka(bisnis).
sampai akhirnya kita bisa menjadi andalan mereka, sebagai partner, kawan, bahkan lawan dalam diskusi.

Agency akan tetap menjadi pengeluh, bila Bos agency selalu mengatakan iya! Demi billing!

Anonymous said...

ah, terharu sekali saya membaca surat anda. Sebagai teman tentu saja saya tidak akan meninggalkan anda ketika anda dalam kesulitan uang dan anda, tentu saja tidak akan keberatan untuk tetap membantu teman anda ini saat kami tidak mempunyai uang promosi.
Untuk langkah awal kami memiliki brand baru untuk di launching, saya minta anda untuk menghandlenya. Permasalahannya kami tidak punya uang sama sekali untuk promosinya, namun sebagai teman anda tentu tidak akan keberatan untuk mengerjakannya tanpa imbalan. Bukan begitu teman? :)

Anonymous said...

Mas glen saya pernah merasakan hal yang sama, karena kita "merasa" sudah melakukan beyond our jobdesk buat si klien that's the problem, so kita mempunyai ekspektasi yang lebih juga dari sekedar treatment klien ke agency. Sempat saya berfikir ya udah gak udah pake beyond-beyond-an standard ajah, tapi kita apalagi mas glen yg di Ad agency gak bisa melakukan itu, org creative punya fikiran diatas rata2x untuk melakukan sesuatu yg lebih dari seharusnya. Itu dah habitnya org creative.
na menurut saya si, tinggal kita ubah mindsetnya aja Mas, mindset kita adalah service dimana memberikan sesuatu yang lebih itu adalah kewajiban bukan pengorbanan. Klo soal klien saya yakin mereka melakukan hal itu juga karena tuntutan, bukan karena apa apa.
Mindset kita sbg pers service ngasi yang terbaik, dan mindset klien adalah menerima yang terbaik. yg hrs disamain disini adalah apa definisi yg terbaik itu??
maaf yah kalo sok tau saya hanya share pengalaman

rajakomen

Noran Bakrie said...

hihihihi...
yang namanya agency itu jualannya ya servis ke klien. dimana-mana si pemberi servis ndak bisa toh kompak temenan sama si penerima servis...?

just another comment. maaf ya, kalau lancang... ;)

nice blog :D

@beradadisini said...

Such a perfect relationship, ya ... (dengan pandangan menerawang) tapi setelah dipikir-pikir lagi, perfection is boring. Dengan adanya orang-orang yang menyebalkan, kita jadi lebih menghargai orang-orang yang menyenangkan :) Lebih jauh lagi, dalam hidup ini memang cuma ada segelintir orang yang bisa sungguh-sungguh dianggap teman. Tetapi kadang-kadang satu pertemanan sejati sudah lebih dari cukup dibandingkan seribu pertemanan basa-basi.

~ nie ~