Saturday, July 30, 2005

Tembok Putih Ide

Sebuah ruang meeting disulap menjadi ruang putih.
Karena di keempat sisinya ditempel kertas besar-besar berwarna putih.
Kalau bagian atas ditutupi kertas juga, pasti tidak akan ada
yang mengenali kalau ruang itu adalah ruang meeting.

Dua pasang art director dan copywriter saling membelakangi.
Setiap pasang tampak seru dengan ceritanya masing-masing.

Di sebelah kiri, Sharifah Nor Azizah sedang seru menceritakan
pengalamannya pergi ke pasar basah kepada Jeremy Chia.
Sementara bercerita, tangan Jeremy menggambarkan cerita
Sharifah dalam sebuah gambar. Mirip sekali dengan sebuah storyboard.
Sambil bercerita Sharifah pun ikut menulis kata-kata yang tiba-tiba
keluar dari kepalanya.

Di sebelah kanan, Din dan Kurt, sepasang Art Director dan Copywriter
funky, sedang bernyanyi-nyanyi. Sesekali Din menggambar seiring irama lagu
sementara Kurt menulis kata-kata tak beraturan yang muncul di kepalanya.
Garis-garis repetitif bagai kurva tak beraturan memenuhi hampir setiap
sudut kertas. Seolah tak ingin membuang apapaun, hampir setiap lirik
bisa menjadi gambar dan dari satu gambar beranak pinak menjadi gambar yang lain.

Kedua pasangan itu tampak begitu menikmati sesi brainstorming ini.
Tampak persis seperti anak kecil sedang bermain corat coret di tembok rumah mereka.
Saya mencoba duduk bersama mereka. Harus saya akui, kertas putih
yang menutupi ruangan memberi efek psikologis yang lumayan
berarti. Saya seperti sedang berada di ruangan tanpa batas yang
membiarkan pikiran bebas bergerak. Batasan mulai ada ketika
saya mulai mencoba menulis atau menggambar di kertas itu.
Karena sebuah coretan di kertas putih itu, seperti mengingatkan kita
bahwa ada tembok/ruang dibalik segala putih.

Hampir 10 jam, kedua pasangan itu menikmati sesi ngerumpi itu.
Kebebasan mereka itu, bukan tanpa tujuan.
Mereka adalah pasangan yang sedang ditugaskan mengerjakan
sebuah pitching iklan.

Saya tidak akan menceritakan lebih lanjut soal pitchingnya,
tapi saya ingin menceritakan bagaimana sebuah proses ide dilahirkan
dari sebuah agency yang telah berkali-kali memenangkan
international awards.

Setelah tembok menjadi penuh dengan coretan-coretan dan tulisan-tulisan
barulah kemudian mereka bersama-sama mengambil brief lagi.
Brief itu telah meramu sebuah ide "Not just a talk" itu, Sebuah ide yang memang
akan membuka pikiran kita ke mana-mana.

Kedua pasangan itu pun kemudian bertukar tempat.
Masing-masing kini berdiri di depan coretan-coretan yang
bukan milik mereka sendiri. Mereka diam untuk paling banyak 10 detik
dan... keributan terjadi! Berjuta-juta bohlam lampu pecah! Mereka
seolah mendapatkan berjuta-juta ide dari gambar yang bukan mereka buat sendiri.

Sesekali terdengar suara jeritan "aaaaah that's great!" atau teriakan
"oh shit! That's it! We got it man!" Dan berbagai ekspresi kegirangan lainnya.
Kemudian masing-masing pasangan mulai menggambar lagi.
Kali ini tampak mereka mulai membuat kotak-kotak seperti print ads.
Tulisan-tulisan mereka pun mulai terstruktur seperti layaknya sebuah headline.

Tak terasa... saat itu waktu sudah menunjukan pukul 2 dini hari.
Dan mereka lupa, bahwa jam makan malam telah lewat. Akhirnya saya berkata
"Guys, I do not want you to faint. Seriously! Grab your dinner...
and let us meet up again tomorrow. Say 11ish?"
Mereka duduk bersama sambil makan pizza dingin yang sudah disiapkan
dari jam makan siang tadi. Sambil makan mereka merencanakan apa yang
akan mereka lakukan esok. Mereka seolah tak ingin sesi tadi diakhiri.

Sebelum meninggalkan kantor, saya melirik ke arah mereka, dan saya berkata
dalam hati "thanks for showing me what passion is all about!"

1 comment:

celotehalia said...

Wahh.. cara brainstorming yang menarik. Mungkin harus ditiru nih...

Thanks for sharing.:)