Wednesday, October 11, 2006

PH - Agency, Love and Hate Relationship

Sewaktu gue masih jadi karyawan, setiap kali berhubungan dengan Production House (PH), gue selalu merasa ada yang janggal. Gak tau apa. Tapi gue ngerasa ada yang gak bener dengan hubungan kita. Bisa jadi, bisa jadi banget, cuma gue aja.

Profesi gue sebagai freelancer selama hampir dua tahun ini, agaknya membuka beberapa fakta. Kalau keluhan agency, jelas gue udah tau secara gue pernah di dalamnya. Keluhan PH terhadap agency? Mana mungkin PH mau ngomong. Daripada ribet, udah sesama orang PH aja yang tau. Tapi keluhan itu pasti ada (banyak lagi!). Coba aja baca komen Iman Brotoseno, film director di tulisan gue sebelum ini "fresh thought, beneer banget,..ada tambahan lagi, pengen jadi ' serasa jadi KLIEN '...kalau dealing ke PH, Post...Gw minta pijat refleksi, gw minta nasi campur kenanga, gw minta jemputan mobil, kok gak ada rujaknya pasti syuting ya, buah buahannya kurang fresh nih, ..hm gimana ya maunya efek supersnya kayak iklan itu, eh iklan ini, eh dari referensi ini aja deh ( kok bingung sendiri ).."

Sekarang gue pengen ngebahas beberapa hal yang gue ketahui setelah dengan cermat dan seksama mendengarkan apa kata orang-orang PH soal anak-anak Ahensi.

1. Shooting Itu Kerja Bukan Liburan
Minta disediain makanan inilah itulah. Minta pesawat first class lah. Minta hotel tertentu yang padahal jauh banget dari postnya (dan minta diurusin transportasi pula tentunya). Komplen karena makanan waktu shooting gak enak lah. Minta disediaan (minta loh ya bukan dikasih) tukang pijat waktu shooting. Minta disediain VILLA sendiri yang deket lokasi shooting. Dan ribuan permintaan lain yang gak ada hubungannya sama shootingnya itu sendiri.

Mungkin loe bakal bilang "Lah PH-nya kok yang nawarin! Gue mah terima aja!" Bener sih. Tapi emang loe gak malu ya. PH kan bukan biro travel atau holiday organizer. Daripada PH sibuk ngurusin limo buat ngejemput loe, apa gak mendingan kasih waktu untuk ngurusin lighting? Biar hasil iklan tv-nya makin maksimal.

Dan satu lagi, emang gak malu ya. Kesannya orang iklan itu kampungaaan banget. Memakai kesempatan shooting untuk berlibur.

2. Produser Itu Bukan Pembantu
Produser disuruh bawain 5 botol wine sama anak kreatif sehabis online di Australia. Produser disuruh beli rokok padahal warungnya deket banget sama lokasi shooting. Produser disuruh ngetreat dugem dan psikotropika. Produser disuruh nemenin klien shopping di Singapura sekaligus bayarin makan siang. Produser disuruh bangun tengah malam hanya karena pengen pindah hotel. Produser disuruh ina inu yang lagi lagi gak ada hubungannya sama kerjaannya itu sendiri.

Plis deh bo... Produser kan bukan dayang-dayang yang berdiri dengan kipas bulu-bulu. Tugas mereka memastikan bahwa semua proses berjalan dengan lancar. Dan itu gak gampang. Berada di tengah anak kreatif dan film director misalnya. Dikira enak? Bayangin kalau film directornya Diva sementara itu pilihan anak-anak kreatif sendiri. Berada di tengah klien dan agency. Mereka harus pandai memainkan perannya supaya gak ada yang komplen.

Daripada nyuruh yang enggak-enggak, mending kembalikan tugas mereka. Memastikan semua berjalan lancar. Memastikan apa yang dijanjikan waktu prepro kejadian semua. Memastikan materi terdeliver pas waktunya. Bisa membantu memberi solusi di saat-saat genting. Dan ratusan lagi yang bikin production berjalan lebih lancar.

3. Film Director Itu Bukan Creative Director
Banyak banget anak kreatif yang waktu nyari ide, udah dengan parameter "ah gue pengen pake director anu ah... gayanya asik!" Alhasil, storyline diarahkan supaya bisa pake film director bersangkutan. Cocok atau gak sama briefnya? Gak peduli! Banyak lagi agency yang udah serasa paling tau director-director yang paling pas buat tvc-nya. Padahal, siapa sih yang lebih banyak berhubungan sama film director? Agency atau PH? Kenapa agency minta showreel ke PH kan?

Di atas segalanya, film director adalah orang yang paling tau bagaimana caranya ngeshoot tvc supaya hasilnya maksimal dan seharusnya. Tapi siapa yang lebih tau soal tvc ini? Soal latar belakang tvc ini? Jelas agency. Tapi gimana kalau agency aja gak tau maunya apa? Apalagi kalau film director dianggap memiliki tongkat sakti yang bisa bikin board ancur jadi award winning. Gila aja kan?

Tugas agency belum selesai ketika film director sudah dipilih. Justru baru mulai. Posisi agency dan PH sama. Sama-sama berambisi untuk memberikan yang terbaik. Tapi masing-masing harus punya porsinya sendiri-sendiri dan menjalankan kewajibannya dengan baik.

Atau kebalikannya. Kreatif ngerasa lebih tau daripada film directornya. Angle, lighting, grading, semua kreatif yang atur tanpa sedetik pun berniat mendengarkan alasan film directornya.. Yah, ngapain juga bayar director mahal-mahal. Ngeshoot aja sendiri! Emang banyak sih, film director yang bertingkah seperti layaknya Diva. Seolah dia-lah dewa atau dewinya jagad iklan televisi. Semua mesti bikin sesuai maunya dia. Kalau enggak, offline ditinggal. Sial buat agency. Gak ada pilihan lain selain mengandalkan executive producer dan producer.

Masih banyak yang sebenarnya pengen gue tulis. Tulisan ini cuma ingin membuka sebagian dari sekian banyak ganjalan yang gue rasakan. Bisa jadi gue gak obyektif. Tapi, gue punya prinsip. Kalau gue gak mau 'digituin' klien, ya jangan 'gituin' PH.

Thursday, October 05, 2006

KENAPA MAU KERJA DI AGENCY?

Berikut 9 alasan kerja di advertising yang sering gue denger dari orang-orang beserta penyangkalan sinis yang selama ini gue simpen dalam hati. Sorry boys, I am an honest bitch. Brutally honest.

1. PENGEN BELAJAR IKLAN
Dari pengalaman gue, hampir gak ada CD-CD atau bahkan ECD-ECD yang mau ngajarin anak-anak buahnya. Palingan mereka cuma bilang "ini bagus itu jelek, ini ok, ini basi, ini kreatif, itu gak kreatif, bla bla bla!" Abis itu mereka sibuk ngerjain proyek mereka sendiri. Es-Je bo! Gak bohong.

2. PENGEN BIKIN IKLAN
Bo'ong banget! Semua orang bisa bikin iklan! Bu Gito aja bisa bikin iklan. Coba liat jaman dulu, mana ada biro iklan sih? Tapi toh ada aja iklan. Dan kita harus terima kenyataan, banyak iklan jaman baheula yang lebih bagus, lebih variatif, lebih jujur dan lebih berkelas daripada iklan-iklan masa kini.
Jadi, kalau alasan loe pengen kerja di advertising agency karena mau bikin iklan... ergh... mending gak usah.

3. PENGEN MENANG AWARD
Untuk menang award, gak harus kerja di advertising agency atau award winning advertising agency. Bikin aja iklan sendiri. Sekarang perorangan udah bisa ikutan kok. Ngalahin agency lokal atau multinasional? Bisa banget! Percaya sama gue.

4. PENGEN FUNKY GETU LOH!
Plis deh! Ke-funky-an dan keseruan dunia iklan itu cuma ada pas malam minggu atau malam citra pariwara yang makin tahun makin basi anyway... Dalam sehari-hari tetep aja dimaki-maki klien, begadang sampe pagi, kelaperan dan kecapean malem-malem. Bagus kalau dikasih makan sama kantor. Kalau enggak, makan tuh nasi goreng tek tek sampe enek.

5. PENGEN BIKIN CAMPAIGN
Hare gene? Boys, klien hari gini lagi pada susah duitnya. Bikin campaign itu gak murah. Udah 10 tahun belakangan ini, campaign cuma ada pas presentasi pertama aja atau pitching. Abis itu, ini gak usah itu gak usah. Bikin print aja ya, 1/4 halaman aja... BW! Semua proposal campaign boleh ditumpuk di pojokan. Atau kalau rajin masukin aja ke tas porto.

6. PENGEN KAYA
Kalau pengen kaya, jualan pisang goreng pontianak bisa jadi lebih menguntungkan. Mau bukti kalau iklan gak bisa bikin kaya? Cari majalah Forbes yang setiap tahun melansir 100 orang terkaya di dunia. Cari dan hitung ada berapa orang iklan di sana. Sayang, yang kayanya itu holding companynya. WPP misalnya. Kita-kitanya mah... Kalau misalnya semalam para pemilik saham WPP bilang, itu kayaknya agency di Jakarta ditutup aja deh, bo cuan! Ya sudah... kita bukan cuma miskin, pengangguran sekalian.

7. PENGEN TERKENAL
Ok deh kaka! Tolong sebutin siapa orang iklan terkenal? Fajar Rusli? Kepra? Pulang, tanya ke nyokap, bokap, satpam atau Mbak Pargi. Kenal gak mereka sama nama-nama itu. Atau iseng-iseng kalau pas lagi naik mikrolet. Cari tempat duduk deket sopir. Terus pelan-pelan, tepuk pundaknya, tanya "Mas, kenal Roy Wisnu gak?" Silakan...

8. PENGEN JADI YANG LAIN
Eits jangan salah! Banyak loh orang masuk iklan buat jadi jembatan. Sebenarnya pengen jadi bintang iklan, penyanyi, film director, bintang film dan lain-lain. Cuma karena gak kesampean atau kurang berbakat, ya udah... masuk di agency aja dulu deh. Kali-kali ada talent hunter yang menemukan mengorbitkan gue. Sah-sah aja sih alasan yang ini. Tapi biasanya mereka biasa-biasa aja pas kerja soalnya advertising bukan yang mereka mau.

9. PENGEN HIDUP TENANG
Ya... setidaknya gue dapet gaji tiap akhir bulan. Apa bedanya sama benalu ya? Tau nebeng untuk nyedot duit doang tapi gak ngasih kontribusi apa-apa. Gak ada bedanya kerja di advertising sama bidang lain. Yah mendingan kerja di bank lebih teratur hidupnya. Bisa ke gym setiap hari.

Waktu dulu gue nulis "Unhappy People of A Happy Industry" tak kurang seorang Gandhi Suryoto bertanya dengan sinis ke gue "Loe tipe yang mana?" Jawaban gue gampang "I am happy!"

Nah sebelum ada yang nanya "alasan loe apa kerja di industry advertising?" biarkan gue menjawabnya dulu. Jawaban gue "PENGEN HIDUP AJA." Eksistensi gue ada di dunia iklan. Tanpa dunia iklan, gue ngerasa gak lengkap sebagai manusia. Tanpa dunia iklan gue gak bisa ngapa-ngapain lagi. Tanpa dunia iklan, gue gak lebih dari raga tanpa sukma.

Monday, October 02, 2006

Planet yang Kesepian

Photobucket - Video and Image Hosting

Kakek dan adik kecilnya, baru saja meninggalkannya.
Sendirian di kereta api Bandung tujuan Jakarta.
Sejenak setelah kereta berjalan, Ia melihat ke luar jendela.
Badannya seolah kaku. Kepalanya membatu.

Satu menit, dua menit,
Ia membalikkan badannya, dan segera menutup wajahnya.
Air bening menetes dari sela-sela jarinya.
Bahunya berguncang lumayan kencang.

Aku diam saja.
Hendak ke mana, anak laki-laki ini?
Ke Jakarta mau apa?
Mau sekolah? Mau liburan?
Apa baru saja dia dijual?
Apa dia mau bekerja?
Kerja di mana?
Dengan siapa engkau tinggal di Jakarta?
Tinggal sendirian?

Sadar aku perhatikan, Ia kemudian melihat ke wajahku.
Dari matanya, aku bisa merasakan kesepian dan kegentaran sebening air matanya.
Dalam hatiku, aku berkata padanya:
"Jangan takut dik, selama bumi dipijak dan langit dijunjung,
insya Allah adalah Tuhan yang akan selalu melindungi kita."

Pikiranku melayang ke 27 tahun yang lalu.
Saat aku ditinggal sendiri.
Bukan, bukan di sebuah kereta.
Tapi di sebuah gerbong gelap
dengan suara latar caci maki sumpah serapah.

Photobucket - Video and Image Hosting

Di saat umat yang lain bershalat Terawih,
di saat saudara seimannya berpaling iklas atau munafik
dari tempat-tempat kenikmatan duniawi,
Ia bekerja di tempat yang sebulan ini dinajiskan.

Jilbab yang melindunginya dan tanda takwa,
kini menjadi senjata jaga-jaga.
Siapa tau tentara bersorban datang.
Ia perempuan kecil berjilbab jadi tameng.

Matanya seolah berkata,
"tak hendak aku berada di sini".
Tapi kerudung kecil berwarna ungu kembang-kembang,
ada di Ramayana, pasti bikin Lebaran makin meriah.

Hatinya mungkin berkata,
"tak hendak aku berada di sini".
Tapi ketupat untuk yang menanti di kampung,
tak mungkin turun begitu saja dari langit.

Bola bilyar yang ditatanya seksama,
membentuk segitiga sempurna,
hancur merata dalam satu pukulan.
Tapi bukan impian lebarannya.